Berita PALI

Pemasok Tempe MBG di PALI Sebut Usahanya Terdampak Usai Tempe Menjadi Penyebab Keracunan Massal

Pemasok tempe untuk bahan makanan dalam program MBG di Kabupaten PALI, buka suara usai tempenya disebut sebagai penyebab keacunan massal.

Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: tarso romli
sripoku.com/apriansyah Iskandar
PEMASOK TEMPE-- Maryati pemasok tempe di MBG, buka suara dan mengaku usahanya ikut terdapak usai tempe menjadi penyebab keracunan massal MBG di Kabupaten PALI, Senin (26/5/2025). 

Maryati berharap ada audit menyeluruh terhadap seluruh rantai distribusi bahan makanan di program MBG, bukan hanya menyalahkan satu komponen.

Ia juga berharap ada inspeksi langsung ke tempat produksinya agar ia tahu titik lemah yang harus diperbaiki.

"Saya mohon kepada pemerintah, tolong dijelaskan secara terbuka. Dari mana sebenarnya masalah itu muncul. Kalau memang dari tempe jelaskan dari mananya, kami merasa dirugikan lantaran tempe yang kami anter tempe baru, tempe yang masih bagus, jangan langsung menyalahkan begitu saja. Kami ini juga ingin bantu program baik ini,” pungkasnya. 

Sebelumnya, Plt Kepala Dinas Kesehatan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) Andre Fajar Wijaya mengatakan, hasil uji laboratorium dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BBLKM) di Palembang.

Sejumlah sampel yang diuji, mulai dari sampel makanan, muntahan, hingga air yang digunakan untuk mengolah makanan.

Hasilnya, dari empat sampel makanan, meliputi nasi, ikan tongkol suwir, sayur labu jagung, dan tempe goreng, ternyata, uji parameter bakteri Staphylococcus aureus pada tempe goreng melebihi standar baku mutu. Kandung bakteri itu pada tempe goreng mencapai 45.000 CFU (colony forming units) per gram.

Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah 66/2024 tentang Kesehatan Lingkungan, standar baku mutu kandungan bakteri Staphylococcus aureus pada media pangan olahan siap saji harus di bawah 100 CFU per gram.

Sehingga kalau dikonsumsi melebihi standar baku mutu, bakteri itu akan menimbulkan gejala keracunan makanan, seperti mual, muntah, dan diare.

Selain itu, hasil uji laboratorium menunjukkan, air sumur bor yang digunakan untuk mengolah makanan memiliki kandungan bakteri Escherichia coli sebesar 17 CFU per 100 mililiter (ml).

Sebaliknya, air PDAM yang digunakan mengolah makanan memiliki kandungan bakteri yang sama hingga 200 CFU per 100 ml.

Kalau terkonsumsi, bakteri itu akan menyebabkan diare atau infeksi saluran pencernaan.

”Ini adalah hasil yang bisa dipertanggungjawabkan karena keluar dari laboratorium milik Kementerian Kesehatan,” ujar Andre. 

Simak berita menarik lainnya di sripoku.com dengan mengklik Google News.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved