Opini
Membedah NU dan Muhammadiyah di Balik Kunjungan Khofifah ke Masjid Al-Kufah, Irak
Irak menjadi pusat peradaban manusia yang tinggi, tempat berdiamnya sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali ra dan anaknya, juga tempat tinggal Nabi Ayub as.
Oleh: Dasman Djamaluddin SH MHum
Mantan Wartawan Sriwijaya Post, Penulis Biografi dan Sejarawan
NAHDLATUL Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah organisasi terbesar Islam yang ada di Indonesia. NU atau Nahdlatul Ulama dikenal sebagai organisasi Islam yang toleransi terhadap adat dan istiadat Indonesia, sementara Muhammadiyah dikenal dengan perjuangannya di bidang pendidikan.
NU lahir pada 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur. Tanggal tersebut bertepatan dengan 16 Rajab 1344 Hijriah.
NU didirikan oleh Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy'ari dan para ulama lain. Organisasi ini bergerak di bidang keagamaan dan kemasyarakatan.
K.H. Abdul Wahab Chasbullah menggagas pendirian Jam'iyyah sekitar tahun 1924. K.H. Abdul Wahab Chasbullah menyampaikan gagasan tersebut kepada Kiai Hasyim Asy'ari untuk meminta persetujuan.
Kiai Hasyim tidak langsung menyetujui, melainkan melakukan sholat istikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT.
Sementara, organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH. Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurutnya banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Sekarang tidak perlu heran ada istilah ada Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani
Dikutip dari "Antara": Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani. (L “Kristen Muhammadiyah: Mengelola Muhammadiyah atau NU, tapi Kristen? Begitu pertanyaan berbasis logika yang mungkin muncul ketika mendengar atau membaca frasa Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani.
Istilah unik dari dua organisasi Islam besar di Indonesia itu lebih bernada "promotif" dari suatu fakta sosiologis menyejukkan mengenai relasi antaragama di negeri kita.
Kedua istilah itu juga merupakan ekspresi kegembiraan dari hubungan antara umat Islam dengan pemeluk agama lain--direpresentasikan oleh Kristen--, yang sangat cair alias jauh dari ketegangan.
Sebelumnya sempat heboh ketika NU lewat tokoh-tokohnya "mendeklarasikan" adanya NU Cabang gereja atau NU Cabang Kristen.
Bahkan, kehebohan terhadap istilah itu menjurus pada penghakiman terhadap NU, organisasi yang didirikan oleh ulama besar Hadratusyech KH Hasyim Asy'ari itu.
Istilah NU Cabang Kristen sebetulnya ingin membuka kenyataan bahwa orang-orang Kristen, bahkan agama lainnya, merasa nyaman dengan NU, baik dari organisasi maupun perorangan. Mereka kemudian menjadi dekat dengan tokoh dan warga NU. Kaum non-Muslim mencintai NU atau di lingkungan santri dikenal sebagai "muhibbin" alias pecinta NU.
Beberapa praktik pengayoman yang dilakukan NU dapat disaksikan ketika anggota Banser ikut menjaga gereja saat umat Kristen merayakan Natal dan hari besar lainnya.
Bahkan, salah satu anggota organisasi badan otonom di NU itu sampai mengorbankan nyawanya ketika perayaan Natal di gereja di Mojokerto, Jawa Timur, diwarnai aksi peledakan bom.
Riyanto, anggota Banser itu, menjadi korban dan diyakini mati syahid karena terkena bom yang diledakkan oleh teroris di gereja, 24 Desember 2020, itu.
Pada malam Natal itu, Riyanto berjaga di gereja. Banser dan polisi mendapat informasi adanya benda mencurigakan di depan gereja.
Riyanto yang memegang bungkusan berisi bahan peledak berusaha menjauh dari gereja, dengan harapan tidak ada warga Kristen yang menjadi korban. Bungkusan itu meledak dan Riyanto menjadi korban.
Dengan pengorbanannya membela kedamaian beragama di Indonesia itu, Riyanto menjadi tokoh legendaris dan menjadi simbol bahwa warga NU memiliki jiwa pejuang abadi, warisan dari para leluhur mereka dalam merebut kemerdekaan dari penjajah.
Pada awal-awal anggota Banser menjaga gereja, banyak mendapat cibiran dari mereka yang tidak menginginkan persatuan antarumat beragama. Bahkan, saat itu sempat dipertanyakan bagaimana hukum secara fikih seorang Muslim menjaga gereja.
K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Ketua Umum PBNU kala itu, menegaskan bahwa jika ada Banser yang berjaga di gereja, niatkan saja untuk mengamankan Indonesia. Karena itu, di internal NU sendiri tidak ada persoalan ketika anggota organisasi itu ikut mengamankan gereja saat umat Kristen merayakan Natal.
Bukan hanya di gereja, anggota Banser juga sudah terbiasa berbaur dengan umat Hindu di Bali. Sudah menjadi pemandangan lama jika anggota Banser bersama dengan pecalang atau kumpulan pengamanan secara adat di Pulau Dewata, bersama-sama mengamankan jalannya perayaan agama Hindu di Bali.
Secara organisasi, di Bali juga ada perkumpulan, umumnya merupakan warga NU, yang bersahabat karib dan bersaudara dengan warga Hindu. Namanya Persaudaraan Hindu-Muslim Bali (PHMB) yang dimotori seorang pengagum Gus Dur dan tokoh di Denpasar Anak Agung Ngurah Agung.
Saking terbukanya NU dengan non-Muslim, di Kota Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, ada pondok pesantren yang pengurusnya beragama Hindu.
Pesantren Assiddiqiyah, Kabupaten Jembrana, memiliki pengurus beragama Hindu yang merupakan warga asli Bali. Pengurus pondok pesantren dan warga Hindu yang bersedia menjadi pengurus pesantren itu sama-sama memiliki motif untuk betul-betul mewujudkan rasa bersaudara dan hidup rukun, meskipun mereka berbeda iman.
Mengenai istilah Kristen Muhammadiyah atau Krismuha, kembali mengemuka saat acara bedah buku "Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan" yang digelar di Jakarta, Senin (22/5/2023).
Istilah Krismuha sebenarnya sudah cukup lama muncul. Namun kembali menggema bersamaan dengan penerbitan buku berjudul sama tapi lebih diperkaya data. Mahasiswa-mahasiswi pemeluk Kristen yang kuliah di perguruan tinggi Muhammadiyah, zaman dulu, juga kerap dijuluki Krismuha.
Buku itu merupakan rangkuman dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Abdul Mu’ti yang juga guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Fajar Riza Ulhaq.
Buku ini bukan menggambarkan fenomena sinkretisme atau pencampuran agama antara Kristen dengan Islam, melainkan hanya mengungkap fenomena sosial mengenai toleransi di daerah-daerah terpencil di Indonesia, yang menjadi basis penelitian, terutama di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T).
Gambaran mengenai kedekatan umat Kristen yang kemudian bersimpati pada praktik-praktik amaliah sosial Muhammadiyah itu, seperti di Ende Nusa Tenggara Timur (NTT), Serui (Papua), dan di Kalimantan Barat.
Istilah Krismuha itu menunjukkan adanya interaksi akrab antara siswa-siswa Muslim dan Kristen dalam lingkungan pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Fakta itu juga menunjukkan bahwa wajah bersaudara Muhammadiyah pada warga Kristen itu tidak bermuatan selubung dakwah untuk pada akhirnya mengajak mereka menjadi beragama Islam. Para siswa Kristen itu, tidak pernah menghilangkan identitas atau iman mereka, yakni tetap sebagai penganut Kristen taat.
Lewat buku ini Muhammadiyah yang didirikan oleh ulama besar KH Ahmad Dahlan itu ingin terus membangun generasi Indonesia yang lebih toleran, inklusif, dan terbiasa hidup bersama dalam perbedaan.
Bagi Abdul Mu'ti, istilah Kristen Muhammadiyah itu merupakan varian sosiologis yang merupakan lukisan alam sosial negeri kita bahwa Umat Kristen atau Katolik itu bisa hidup damai, layaknya saudara. Karena itu, umat Kristen atau Katoklik yang bersimpati pada Muhammadiyah bukan menjadi anggota dari organisasi tersebut.
Kalau dalam konteks lain ada istilah fenomena gunung es, fakta mengenai Kristen Muhammadiyah dan NU
Cabang Nasrani ini menunjukkan gejala demikian. Di banyak tempat, tentu banyak pula agama selain Islam, baik dalam organisasi maupun perorangan, yang juga menjadikan Umat Islam sebagai saudaranya. Umat Islam ikut mengenyam pendidikan di lembaga yang dikelola Kristen/Katolik, Hindu, dan lainnya dengan tetap menjadi pemeluk Islam yang taat. Indahnya Indonesia.
Bagaimana Sikap Kita Mendengar NU ke Masjid Al-Kufah, Irak?
Setelah membaca perkembangan terakhir antara Muhammadiyah dan NU, adalah hal wajar ketika membaca bahwa Khofifah Indar Parawansa pada hari Jumat, 31 Mei 2024, bersama rombongan PP Muslimat NU yang juga Gubernur Jawa Timur berkunjung ke Masjid Al-Kufah, Irak.
Ya, Masjid Agung itu menjadi kunjungan saya juga selama di Irak, di bulan September 2014. Masjid Kufah merupakan masjid besar bagi umat Islam.
Menurut beberapa riwayat, orang pertama yang mendirikan Masjid Kufah adalah Nabi Adam as yang kemudian direkonstruksi oleh Nabi Nuh as setelah badai.
Bahkan bagi kaum muslim Syiah, masjid ini merupakan masjid penting keempat setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsa.
Membedah Label Negatif Generasi Z, Manja dan Mudah Tertekan |
![]() |
---|
Pelajaran Berharga dari Kasus Anak Cacingan di Bengkulu |
![]() |
---|
Sebaiknya PERGURUN Tinggi Swasta Dapat Melakoni Bisnis Agar Tetap Eksis |
![]() |
---|
Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia: Ubah Cara Pandang, Selamatkan Harapan |
![]() |
---|
Kopi dan Rokok Si Pemersatu Bangsa dan Perannya dalam Kemiskinan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.