Mimbar Jumat
Memaksimalkan Diri di Bulan Ramadhan
Fiqih klasik menjelaskan, di saat Allah mensyariatkan untuk melakukan amalan fisik, detik itu juga Allah mensyariatkan untuk melakukan amalan bathin.
DAPAT disaksikan bersama fenomena yang ada di sekitar kita, bahwa semua orang bergembira dengan datangnya bulan suci Ramadhan. Ragam ekspresi kegembiraan dilakukan yang lazim disebut sebagai kegiatan Tarhib Ramadhan. Mulai dari memasang spanduk, mengadakan ceramah agama, melaksanakan tradisi kemasyarakatan seperti ziarah kubur, mandi balimau, sedekah ruah, hingga menyiapkan stok makanan untuk menu berbuka dan sahur.
Di beberapa keluarga pada awal Ramadhan, ada tradisi wajib untuk berkumpul melakukan buka dan sahur bersama. Begitu juga dengan kondisi jama’ah shalat fardhu dan Tarawih pada awal Ramadhan. Biasanya jama’ah terlihat ramai memenuhi semua bagian shaf hingga menjaukau sampai ke pintu keluar.
Tradisi ini bukan tidak baik hanya saja disayangkan jika semangat awal Ramadhan tidak mampu bertahan hingga tibanya hari kemenangan, apalagi untuk mampu bertahan di sepanjang kehidupan manusia.
Bagi kaum mukminin, gembira dengan datangnya bulan suci Ramadhan adalah sebuah keharusan. Ramadhan bukanlah sekedar ibadah ritual tahunan yang akan datang dan pergi secara rutin. Ramadhan merupakan bulan penuh keistimewaan.
Rasulullah saw menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan persiapan maksimal yang dilakukan jauh sebelum kedatangannya. Ekspresi kegembiraan menyambut Ramadhan yang diteladankan oleh Rasulullah SAW diantaranya dengan cara mengkondisikan diri, memperbanyak melaksanakan puasa sunnah. Dimana puasa merupakan amalan utama saat datangnya bulan suci Ramadhan.
Hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak biasa berpuasa yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi SAW biasa berpuasa pada bulan Sya’ban satu bulan penuh." (HR. al-Bukhari no. 1970)
Mengetahui keistimewaan menjadi motivasi penting agar dapat bergembira dengan kedatangannya. Hal ini merupakan fitrah manusia dalam melakukan pekerjaan membutuhkan satu alasan dan tujuan. Dirangkum dari beberapa dalil setidaknya ada 4 keistimewaan bulan Ramadhan, yaitu: adanya ampunan dari Allah swt, pelipat gandaan pahala, terbuka jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah sekaligus menjauhkan diri dari godaan setan serta banyaknya peluang doa dikabulkan.
Informasi shahih dan viral diriwayatkan oleh Abu Hurairah terkait keistimewaan Ramadhan sebagai bulan pengampunan. Rasulullah bersabda siapapun yang berpuasa Ramadhan dengan iman dan mengevaluasi diri, maka akan datang kepadanya pengampunan dari dosa-dosanya yang telah lalu.
Beberapa kata penting dalam hadis yang harus kita perhatikan agar dapat memaksimalkan diri di awal Ramadhan adalah: pertama kata man yang artinya siapapun. Kata tersebut bermakna umum yang memberi peluang kepada siapa saja tanpa batasan apapun diberikan kesempatan yang sama. Kemudian kata man pada hadis diikuti kata shoma Ramadhan mengkhususkan makna kata siapapun menjadi bagi siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan.
Puasa Ramadhan yang disebutkan secara jelas, tegas dan spesial dalam hadis memberi sebuah informasi bahwa hanya puasa Ramadhan bukan puasa-puasa lainnya. Puasa Ramadhan merupakan puasa yang sudah ditentukan waktunya yaitu selama satu bulan penuh yang dijaga spiritnya dari hari pertama hingga kepenghujungnya. Tidak cuma bersemangat di awal, menjadi lemah di pertengahan hingga akhirnya menyerah.
Pada penghujung hadis disebutkan bahwa akan datang kepada siapa saja yang melaksanakan puasa Ramadhan pengampunan dari Allah swt akan dosa-dosanya yang telah lalu. Hanya saja sebelum sampai kepada penghujung hadis Rasul menyebutkan syarat dan ketentuan puasa Ramadhan yang akan mendapatkan pengampunan yaitu dengan keimanan dan mengevaluasi diri.
Ibadah Ramadhan akan bernilai baik jika ditujukan untuk kepentingan imannya, yaitu dilakukan karena Allah. Seorang yang meninggalkan makan dan minumnya karena Allah, beramal kebaikan semua karena Allah. Tidak kalah pentingnya bahwa pengampunan yang akan diberikan Allah diawali dengan sebuah permintaan.
Kata wahtisaban yang bermakna mengevaluasi diri mengantarkan pada sikap penuh kesadaran untuk mengintropeksi diri sebagai makhluk lemah yang memiliki keterbatasan dan dipenuhi kekhilafan. Sebagai seorang hamba yang jiwa raganya berada pada genggaman Tuhan-nya, ia akan senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat Allah dan mengingat akan datangnya kematian.
Selanjutnya seorang yang melakukan evaluasi diri akan mengajukan permomohon kepada Allah SWT untuk semua kekhilafannya sehingga pada akhirnya ia pun mendapatkan pengampunan.
Hakikat menjalankan puasa Ramadhan tidak hanya menahan untuk tidak makan dan minum. Sebuah kaidah fiqih klasik menjelaskan bahwa di saat Allah mensyariatkan untuk melakukan amalan fisik maka di detik itu juga Allah mensyariatkan untuk melakukan amalan bathin.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.