Mimbar Jumat

Wajah Kontroversi dari yang Berpengetahuan

PENGETAHUAN adalah merupakan segenap apa yang kita ketahui, tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu.

Editor: Yandi Triansyah
handout
Syefriyeni Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang 

Lalu buat apa pengetahuan, atau berpengetahuannya. Jika tidak ada sama sekali hubungannya dengan sikap laku serta budi pekerti. Pengetahuan yang terpisah dengan sikap laku dan budi pekerti, akhir-akhr ini menjadi hal yang nyata pada sebagian orang dan kasus.

Agaknya pepatah ilmu padi tersebut tidak berlaku pada beberapa kasus terhadap orang yang berpengetahuan yang sikap lakunya mengecewakan.

Pada sebagian kasus terkadang berpengetahuan tidak membentuk sikap laku, budi dan karakter apa apa, terutama ke arah yang baik. Berpengetahuan menjadi terpisah sama sekali dengan out put karakter, sikap laku, budi yang baik.

Pada kasus diatas, pengetahuan bahkan tidak menggiring seseorang untuk mendialogkannya dengan jiwa, dengan nilai-nilai norma dan dengan nilai-nilai yang diyakini.

Berpengetahuan ya berpengetahuan saja. Sehingga yang berpengetahuan bertumbuh tidak serta merta seiring dengan pertumbuhan kejiwaannya.

Dua hal ini menjadi timpang. Tidak heran jika kita saksikan di media massa pemberitaan, yang berpengetahuan masih tetap saja melakukan sikap laku yang tidak sesuai dengan taraf pengetahuannya.

Apakah orang yang berpengetahuan menjadikan hal demikian sebagai jaminan untuk budinya. Dari kasus diatas, ternyata tidaklah demikian.

Pada kasus tersebut, tidak ada hubungan yang kuat antara pengetahuan yang dimiliki seseorang dengan budi pekertinya.

Socrates (filosof abad klasik) mendefinisikan pengetahuan dan budi itu sebagai sebuah satu kesatuan. Dengan serta merta menyatakan bahwa budi itu adalah tahu. Orang yang tahu akan melahirkan budi. Karenanya, ia menempatkan nilai-nilai, dalam hal ini budi, sejalan dan segabung dengan apa yang diketahui seseorang. Jadi, pengetahuan diletakkan sebagai sesuatu yang sama sekali tidak terpisahkan dengan nilai-nilai yang harus dikuasai, dan juga harus diasah budi tersebut.

Maka Socrates menyatakan bahwa orang yang berpengetahuan itu berbudi luhur. Karena dalam pengetahuan yang diperoleh, sekaligus ada olah budi yang dihubungkan dengan pengetahuan tersebut. Dalam pengetahuan ada nilai-nilai yang harus dimengerti.

Dalam pengetahuan yang dperoleh, mulai dari epistemologinya sampai kepada ontologinya, selalu dimaknai dengan axiologi (makna nilai) yang menyatu didalamnya. Sehingga pengetahuan syarat dengan nilai-nilai.

Model pengetahuan yang menyatu dengan nilai-nilai ini, melahirkan sikap laku, budi pekerti dan karakter yang baik, adalah pengetahuan yang diresapi, dijiwai, tidak sekedar teoritis yang terpisah, namun dipahami secara mendalam, yang meningkatkan kualitas hidup seseorang terutama secara kejiwaan.

Dalam Islam, pengetahuan juga tidak terpisah dengan nilai-nilai. Terutama nilai-nilai ke-Tuhanan. Setiap pengetahuan, merupakan proses menuju kepada Tuhan.

Sama sekali tidak terpisahkan antara pengetahuan dengan nilai-nilai religiusitas. QS. Ali 'Imran Ayat 190-191; 190 “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (Ulul Albab), 191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”.

Pada ayat tersebut kata ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal, yang selalu berpikir, menganalisis, dan mengambil i’tibar dari setiap perkara yang terjadi secara jelas maupun samar.

Halaman
123
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved