OPINI: Nasib Merger di Tangan Starlink

Keberadaan Starlink sangat dirisaukan empat operator seluler, Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), Xl Axiata dan Smartfren.

Editor: adi kurniawan
Dok Telkomsel
Keberadaan Starlink sangat dirisaukan empat operator seluler, Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), Xl Axiata dan Smartfren. 

Jangan-jangan layanan seluler yang akan ditinggalkan, karena selalu punya layanan kosong (blank spot) sementara layanan LEO (low orbit satellite) yang beredar di ketinggian sekitar 500 km di atas muka bumi – meliput semua.

Baik di kota, di tengah samudera, di hutan nun jauh di pedalaman Kalimantan atau Papua.

Banyak kemudahan yang didapat Starlink dari pemerintah, antara lain hitungan ISR (izin siaran radio) hanya satu, padahal satelitnya bisa ribuan, sementara operator seluler makin banyak BTS-nya makin besar BHP-nya.

Operasonal Starlink bebas pemenuhan QoS (quality of service – mutu layanan) selain bebas evaluasi lima tahunan soal jangkauan.

Satelit Satria-1 yang dibeli dengan Rp 7 triliun lebih terimbas, kalah di semua hal dibanding satelit LEO yang tidak perlu membangun stasiun bumi untuk menghubungkan satelit dengan pelanggan.

Sia sia

Ada kekhawatiran BTS Langit Starlink akan menghabisi mereka sebab tidak memerlukan peran operator seluler.

Elon Musk, pemilik Starlink mendapat karpet merah dan dalam sekejap mendapat izin operasi, padahal permintaan Presiden Jokowi agar Elon berinvestasi di indonesia, sama sekali tidak ditanggapi.

Bukan hanya itu, impian untuk membuat layanan efisien dengan penggabungan (merger) pun, akan dianggap sia-sia, padahal biayanya  besar.

Saat ini rencana merger antara XL Axiata dan Smrtfren Telecom sedang berjalan hangat-hangatnya, sudah melangkah ke MoU non-binding (kesepakatan tanpa ikatan).

Yang sedang keduanya lakukan adalah baru due dilligent, uji tuntas antara lain soal keuangan, teknologi dan soal legal.

Di sesi ini diuji kemampuan masing-masing yang salah satu tujuan akhirnya menentukan siapa, XL Axiata atau Smartfren, yang akan menjadi pemegang saham.

Tidak harus menguasai 90 persen atau 99 persen, cukup 50 persen lebih, bisa 51 persen atau bahkan cukup “cuma” 50,1 persen.

Kelompok Axiata pemegang 65 persen saham XL Axiata sehingga menjadi pengontrol perusahaan.

Sementara mayoritas saham Smartfren dimiliki kelompok Sinas Mas lewat tiga anak perusahaannya.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved