Oknum Dokter Cabuli Istri Pasien

Kuasa Hukum Klaim Kasus Asusila Dokter MY Sepakat Damai, Berharap Kasus Berakhir Restorative Justice

Ia mengatakan, antara kobran TAF selaku pelapor dengan Dokter MY telah bertemu pada 8 April 2024 lalu dan sepakat untuk menempuh upaya perdamaian.

Editor: Odi Aria
Handout
Kuasa hukum Dokter MY, Dr Bahrul Ilmi Yakup perlihatkan hard copy kesepakatan perdamaian antara kliennya dan korban. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Kuasa hukum Dokter MY, Dr Bahrul Ilmi Yakup mengklaim kasus dugaan pencabulan istri pasien yang dilakukan oleh kliennya telah berakhir damai.

Ia mengatakan, antara kobran TAF selaku pelapor dengan Dokter MY telah bertemu pada 8 April 2024 lalu dan sepakat untuk menempuh upaya perdamaian.

"Kedua pihak menganggap hal itu sebagai kesalahpahaman sehingga mereka tidak akan saling menuntut. Terkait proses di kepolisian itu baru sebatas bukti awal dan tidak mengikat," ungkap Bahrul, Jumat (19/4/2024).

Menurutnya, pada saat proses perdamaian juga dihadiri oleh kuasa hukum pelapor T yakni Febriansyah,SH. Namun, keesokokan harinya, pada 9 April 2024 T membuat surat pencabutan surat kuasa terhadap seluruh tim kuasa hukumnya.


Menurut Bahrul, sebagai tindaklanjut dari kesepakatan perdamaian itu, TAF secara sukarela mengajukan surat pencabutan laporan di kepolisian sekaligus meminta penyidik agar menghentikan proses penyidikan kasus ini yang tengah ditangani oleh penyidik Subdit IV PPA Ditreskrimum Polda Sumsel.

Tindaklanjutnya, pada Senin (16/4/2024) lalu pihaknya selaku kuasa hukum terlapor menyerahkan softcopy surat permohonan pencabutan laporan tersebut kepada penyidik.

Diikuti keesokan harinya, Selasa (17/4/2024) dengan penyerahan hardcopy surat yang sama.

Dengan telah diserahkannya surat permohonan pencabutan laporan itu, Bahrul berharap agar dapat menjadi pertimbangan penyidik agar menghentikan proses penyidikan yang tengah berlangsung dan diselesaikan dengan cara Restorative Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif.

Bahrul menyebut pada ilmu hukum pidana hampir semua perkara pidana bisa di mediasi dengan cara RJ. Namun, ada yang total dsn ada yang parsial (sebagian).

"Salah satunya untuk kasus tindak kekerasan seksual termasuk delik aduan. Yang artinya bisa juga ditempuh dengan cara keadilan restorasi," katanya.

Sebelumnya, informasi telah terjadinya perdamaian antara T selaku pelapor dan Dokter MY selaku terlapor ini ditampik oleh salah seorang tim kuasa hukum TAF, Redho Junaidi,SH,MH.

"Selaku tim kuasa hukum pelapor sampai saat ini perihal perdamaian tersebut kami tak mengetahui secara pasti. Karena kami tidak pernah dilibatkan untuk membicarakan perdamaian tersebut," ungkap Redho, Kamis (18/4/2024).

Menurut Redho, seandainya pun benar adanya perdamaian berdasarkan aturan hukumnya prosesnya haruslah tetap dilanjutkan tidak bisa penyelesaian dengan RJ.

"Pasal 23 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual disebutkan jika perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian diluar proses peradilan.

Kecuali terhadap pelaku anak, sedangkan pelaku adalah orang dewasa umur 34 tahun dan sudah menikah bukan anak," kata Redho didampingi tim kuasa hukum pelapor lainnya, Andyka Andlan Tama,SH,MH, Masklara Belo Putra dan Belo Tama ini.

Alasan lain, menurut Redho perkara tindak asusila ini merusak moral apabila diselesaikan dengan perdamaian.

Dalam tindak asusila haruslah dicegah dengan proses hukum terhadap pelaku jadi kesimpulannya sesuai perintah UU untuk proses hukum tindak pidana asusila haruslah dilanjutkan.

"Kami meminta kepada penyidik agar segera mengumumkan penetapan tersangka. Karena alat bukti yang telah lebih dari cukup berupa saksi korban, hasil visum, petunjuk dan rekaman CCTV. Ditambah pengakuan dari terduga pelaku yang membenarkan telah menyuntik korban yang bukanlah pasiennya," tegasnya.

Menurur Redho, berdasarkan pasal 25 ayat 1 UUTPKS disebutkan keterangan saksi korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai 1 alat bukti lainnya.

Dalam perkara aquo berdasarkan UU no.17 tahun 2023 tentang kesehatan ,Dalam perkara asusila pasal 308 ayat (9) tidak perlu rekomendasi majelis profesi dokter IDI karena untuk pemeriksaan dokter atas dugaan tindak pidana yang tidak berkaitan dengan UU kesehatan. Sedangkan yang dilaporkan adalah perkara asusila.

"Yang jadi pertanyaan apakah ada skenario besar dibalik kasus ini hingga penyidik terkesan kesulitan untuk bisa menetapkan tersangka.

Harusnya ini tak bisa didiamkan karena sangat mengusik sisi keadilan karena terkadang proses hukum yg berlarut yang membuat kepercayaan publik menurun terhadap penegak hukum," katanya.

Sementara,  Kasubdit IV PPA Ditreskrimum Polda Sumsel, AKBP Raswidiarti Anggraini,SIK yang coba dimintai konfirmasinya hanya membalas singka pesan Whataspps (Wa) yang dikirimkan. "Berkenan ke Dir ya," katanya singkat.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved