Opini: Gerak Asimetri Pertanian: Regenerasi Petani dan Nilai Tukar Petani
Memberikan bantuan subsidi pupuk secara langsung atau tunai kepada petani dapat menjadi alternatif yang dapat mengurangi beban pengeluaran petani
Oleh: Moh Wahyu Yulianto,S.Si., SST, M.Si
(Kepala BPS Provinsi Sumatera Selatan)
SRIPOKU.COM -- PETANI merupakan pilar utama untuk mencapai kedaulatan pangan bahkan di era industrialisasi saat ini. Kehadirannya memegang peranan yang sangat vital untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan suatu wilayah. Fenomena penurunan jumlah petani dan penuaan petani merupakan problema kritis yang harus dihadapi sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini berpotensi mengakibatkan stagnasi atau bahkan penurunan produkstivitas pangan.
Data hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2023) di Sumatera Selatan, yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), mengindikasikan tren yang mengkhawatirkan terkait penurunan jumlah usaha pertanian, terutama pada sub-sektor pertanian tanaman pangan. Selama satu dekade terakhir, terjadi penurunan sekitar 1,66 persen dalam jumlah usaha pertanian perorangan (UTP), dari 1,205 juta usaha pertanian pada tahun 2013 menjadi 1,185 juta usaha pada tahun 2023. Salah satu penurunan yang signifikan tercatat pada sub-sektor pertanian tanaman pangan, dengan penurunan sekitar sepuluh persen, menyusut menjadi 363,3 ribu UTP pada tahun 2023.
Berbeda dengan UTP, jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) pada tahun 2023 mengalami peningkatan sebesar 21,12 persen jika dibandingkan dengan tahun 2013. Ini menunjukkan bahwa selama dekade ini, terjadi peningkatan jumlah rumah tangga yang aktif berusaha di sektor pertanian. Namun demikian, rata-rata UTP pada setiap RTUP justru mengalami penurunan. Pada tahun 2013, Rata-rata UTP di Sumatera Selatan adalah sekitar 1,26 UTP per RTUP. Sementara pada tahun 2023, angka ini mengalami penurunan menjadi hanya 1,03 UTP per RTUP. Dengan kata lain, hampir semua RTUP di Sumatera Selatan pada tahun ini hanya memiliki satu usaha pertanian saja. Fenomena ini dapat mengindikasikan terjadinya pemutusan regenerasi usaha pertanian di tingkat rumah tangga petani.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Oleh karena itu, penting untuk mencermati perubahan dalam struktur demografi petani di Sumatera Selatan. Data ST2023 memberikan gambaran yang jelas tentang dinamika populasi petani tersebut. Berdasarkan hasil Sensus pertanian, proporsi petani yang berusia di bawah 45 tahun juga mengalami penurunan, menurun dari 51,01 persen pada tahun 2013 menjadi 43,53 persen pada tahun 2023. Artinya, mayoritas petani di Sumatera Selatan saat ini adalah petani tua yang berusia 45 tahun keatas. Penurunan proporsi petani usia muda ini tidak hanya mengenai jumlah, tetapi juga menyangkut masa depan sektor pertanian. Tantangan seperti kurangnya insentif, akses terbatas terhadap sumber daya dan teknologi, serta ketidakpastian ekonomi di sektor pertanian semakin mengaburkan jalur yang harus ditempuh oleh generasi penerus.
Di sisi lain, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), pernah menyampaikan aspirasinya terkait peran pemuda dalam sektor pertanian di Indonesia pada acara pelantikan duta petani milenial Kementerian Pertanian tahun 2021 lalu. Jokowi berharap agar generasi muda semakin tertarik untuk menggeluti profesi sebagai petani. Beliau juga berkeinginan agar profesi sebagai petani dapat menjadi pilihan yang menjanjikan dan memberikan kesejahteraan.
Tren penurunan jumlah petani dan penuaan petani merupakan sinyal peringatan terhadap masalah mendasar yang memerlukan perhatian serius dan tindakan strategis. Penting untuk melakukan analisis lebih mendalam guna memahami penyebab di balik tren ini. Salah satu langkah awal yang dapat diambil untuk memahami dinamika ini adalah melihat hubungan erat antara nilai tukar dan kesejahteraan petani. Fenomena ini mungkin mencerminkan indikasi terkait rendahnya nilai tukar petani (NTP), terutama pada sub-sektor pertanian tanaman pangan.
NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. NTP juga merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP tidak hanya memperlihatkan daya tukar antara hasil pertanian dengan barang dan jasa yang mereka konsumsi, tetapi juga mencerminkan daya tukar terhadap biaya produksi dalam konteks kegiatan pertanian.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Berdasarkan data BPS, NTP pada sub-sektor tanaman pangan di Sumatera Selatan menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan. Selama lima tahun terakhir sejak 2018, nilai NTP tahunan pada sub-sektor tanaman pangan selalu berada di bawah nilai 100, kecuali pada tahun 2019. NTP sub-sektor tanaman pangan terendah terjadi pada tahun 2022 dengan nilai sebesar 87,48. Angka NTP di bawah 100 mengindikasikan bahwa petani mengalami defisit atau kerugian, di mana kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsi atau pendapatan petani menurun, lebih kecil dari pengeluarannya.
Rendahnya nilai tukar bukan hanya sekadar angka di atas kertas; itu adalah pukulan keras bagi pendapatan petani. Nilai tukar yang rendah dapat mempengaruhi kesejahteraan petani, mengurangi motivasi untuk tetap berkecimpung dalam sektor ini, dan bahkan mendorong mereka beralih ke sektor lain yang dianggap lebih menguntungkan. Referensi penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kemiskinan biasanya terjadi pada rumah tangga petani. FAO menyebutkan sebagian besar penduduk miskin tinggal di daerah pedesaan dan pada umumya mereka menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima petani itu relatif kecil dibandingkan biaya dan resiko yang harus ditanggung.
Meskipun demikian, pada tahun 2023, NTP bulanan pada sub-sektor tanaman pangan di Sumatera Selatan mulai menunjukkan tren perbaikan. Dimulai dari angka 89,08 pada bulan Januari 2023, nilai NTP sub-sektor tanaman pangan terus mengalami peningkatan setiap bulannya. Bahkan, pada bulan Oktober 2023, NTP sub-sektor tanaman pangan telah melampaui angka 100. Kondisi terkini yang dirilis BPS, NTP sub-sektor tanaman pangan di Sumatera Selatan mencapai 101,53 pada bulan November 2023.
Perkembangan ini merupakan kabar baik yang perlu dipertahankan untuk mewujudkan kesejahteraan petani, terutama di sektor tanaman pangan. Dengan demikian, diharapkan bahwa peningkatan kesejahteraan petani dapat merangsang peningkatan partisipasi dan produktivitas petani, yang pada gilirannya akan berdampak positif pada peningkatan produktivitas pangan guna mencapai kedaulatan pangan di Sumatera Selatan.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Kunci Jawaban Matematika Tingkat Lanjut Kelas 11 Halaman 18 Kurikulum Merdeka, Mari Berpikir Kritis |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Matematika Kelas 9 SMP Halaman 28 Kurikulum Merdeka, Soal Ayo Berpikir Kritis 1.4 |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Matematika Kelas 9 SMP Halaman 23 Kurikulum Merdeka, Ayo Berpikir Kritis 1.2 |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Matematika Kelas 9 SMP Halaman 20 Kurikulum Merdeka, Soal Ayo Berpikir Kritis 1.1 |
![]() |
---|
Petani di Muba Nyambi Jual Narkoba, Polisi Amankan 23,56 Gram Sabu dan 9 Butir Pil Ekstasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.