Harga Beras

Harga Beras di Tingkat Petani Musi Rawas Rp 11 Ribu per Kilogram, Penggilingan Padi Mulai Sepi 

Musim panen di Kabupaten Musi Rawas (Mura) Sumsel, telah usai, demikian di lokasi penggilingan, mesin padi pun mulai sepi pemasukan.

|
Penulis: Eko Mustiawan | Editor: bodok
SRIPOKU.COM/eko mustiawan
Salah satu lokasi penggilingan padi yang ada di Desa E Wonokerto Kecamatan Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas (Mura) Sumsel.  

SRIPOKU.COM, MUSI RAWAS - Musim panen di Kabupaten Musi Rawas (Mura) Sumsel, telah usai, demikian di lokasi penggilingan, mesin padi pun mulai sepi pemasukan.

Meski demikian, tetap ada petani yang mempercayakan gabah untuk dikeringkan kemudian digiling menjadi padi.

Hanya saja, jumlahnya tidak banyak saat musim panen kemarin.

Namun, banyak disayangkan sejumlah petani, saat padi mereka habis terjual, Harga Beras di tingkat petani kini justru naik dan mencapai Rp 11.000 per kilogram. 

Sedangkan harga di tingkat mesin penggiling padi, Harga Beras sudah mencapai Rp 12.000 hingga Rp 12.500 per kilogram. 

Disampaikan, Kirman salah seorang pegawai mesin padi di Desa E Wonokerto Kecamatan Tugumulyo mengaku, Harga Beras di tingkat mesin penggiling mengalami kenaikan yang signifikan.

"Naik sekarang Harga Beras, naiknya juga cukup tinggi," kata Kirman kepada Sripoku.com, (5/9/2023).

Kirman mengaku, harga beli Beras di petani berkisar antara Rp 10.500 hingga paling tinggi Rp 11.500 per kilogram. 

"Dulu pas musim panen, hanya Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per kilogram. Sekarang, sudah Rp 11.500. Bahkan, kadang petani tidak mau kalau tidak dibeli Rp 11.000 keatas," ungkapnya.

Sedangkan untuk harga jual Beras setelah dari petani atau dari mesin penggiling, juga mengalami kenaikan seperti harga sekarang mencapai Rp 12.000 per kilogram. 

"Ini Beras petani, di petani kami beli tinggi, kami juga jualnya tinggi. Kalau sebelumnya hanya Rp 12.000 sampai Rp 12.500 per kilogram," jelasnya.

Kemudian saat disinggung harga gabah basah ataupun kering, Kirman mengaku, tidak pernah membeli padi dalam bentuk masih gabah. 

"Tidak pernah beli gabah, karena petani juga tidak mau di beli masih dalam bentuk gabah. Biasanya, mereka minta kami untuk mengeringkan, dan mereka tinggal beres," ungkapnya.

Setelah itu sambung Kirman, ada hitungan tersendiri untuk jasa mesin. Hanya saja, hal itu, rumusnya yang tahu hanya pemilik, berdasarkan hasil kesepakatan dengan pemilik. 

"Itu urusan pemilik mesin dan pemilik padi," ucapnya.

Hanya saja masih kata Kirman, saat ini sudah sangat jarang petani yang masih memiliki gabah. Bahkan, mesin padi di tempatnya kerja tak setiap hari beroperasi.

"Sekarang sudah habis musim panen, gabah juga habis. Jadi, kami kerja juga tidak setiap hari. Kadang seminggu belum tentu ada gabah yang masuk," cetusnya.

Sementara itu, Warsono salah seorang petani padi di Desa E Wonokerto mengaku, harga beras di tingkat petani sudah mencapai Rp 11.000 per kilogram. 

"Dulu pas musim panen, saya jual hanya Rp 10.000 per kilogramnya," kata Warsono.

Namun sambung Warsono, saat beras sudah habis terjual, harga beras justru naik. Warsono pun mengaku, menyesal menjual harga beras pada saat itu.

"Sedikit menyesal juga, karena dulu pas jual, harga Rp 10.000 itu sudah tinggi. Karena, banyak yang jual hanya Rp 9.000 dan tak sampai Rp 10.000 per kilogram," ungkapnya.

Warsono juga mengaku, hasil panen sebelumnya memang turun dibanding musim panen sebelumnya. Hal itu dikarenakan, serangan hama wereng. 

"Kemarin panen juga tidak maksimal, karena diserang wereng, banyak yang busuk dan mati batangnya, tapi tidak semuanya," tutupnya. (Eko Mustiawan/CR41)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved