Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Pembangunan adalah proses yang disengaja untuk menciptakan perubahan dengan tujuan memperbaiki kondisi kehidupan, meningkatkan kesejahteraan,
Oleh: Djoko Prihadi SH MH
Program Doktor Administrasi Publik Universitas Sriwijaya (UNSRI)
SRIPOKU.COM -- BANYAK ahli memandang konsep partisipasi sebagai upaya masyarakat untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, yang jika dikaitkan dengan pembangunan, menjadi upaya masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Menurut Achmadi (1978), modal utama adalah keterlibatan masyarakat dalam bentuk kerjasama timbal balik. Sedangkan kemampuan sekelompok individu untuk mengambil tindakan untuk memenuhi kebutuhan mereka atas inisiatif mereka sendiri dan dengan kesadaran akan kebutuhan mereka sendiri dikenal sebagai self-help.
Cohen dan Uphoff (Ndraha: 1990) menegaskan bahwa keterlibatan dapat menjadi masukan dan produk pembangunan. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan penilaian pembangunan adalah segala kontribudi yang diberikan warga lokal di dalam perkembengan. Kontribusi merupakan komponen penting ketika membahas ide partisipasi dan bagaimana kaitannya dengan inisiatif pemberdayaan masyarakat. Rencana pembangunan yang perlu dilakukan hanyalah perencanaan di atas kertas tanpa mempertimbangkan keterlibatan masyarakat.
Pembangunan adalah proses yang disengaja untuk menciptakan perubahan dengan tujuan memperbaiki kondisi kehidupan, meningkatkan kesejahteraan, dan meningkatkan sifat manusia. UUD 1945 alinea ke-4 menggambarkan Indonesia yang mengusahakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagai salah satu tujuan nasional. Semua perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan program harus melibatkan partisipasi masyarakat untuk mencapai keberhasilan pembangunan. Hal ini karena masyarakat sendirilah yang menjadi sumber informasi terbaik mengenai persoalan dan tuntutan pembangunan daerah, serta kelompok yang akan memanfaatkan dan menilai apakah pembangunan daerah di daerah berhasil atau tidak.

Otonomi daerah merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk mempercepat proses pembangunan daerah. Pemberian otonomi daerah berimplikasi pada pemberian kekuasaan dan kebebasan kepada daerah untuk mengelola dan menggunakan sumber daya daerah seefisien mungkin (Dwimawanti, 2004). “Hal tersebut diatur dengan jelas dalam Peraturan Perundang – Undangan terkait penyelenggaraan pemerintahan yang mengalihkan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, yaitu penyelengaraan otonomi daerah diimplementasikan dalam pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan, terdiri dari 26 urusan wajib dan urusan 8 urusan pilihan (pasal 7 ayat (2) peraturan pemerintahan nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan Pemerintah antar pemerintah, pemerintah daerah Propinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota)”. Urusan wajib adalah urusan yang harus ditangani oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Urusan pilihan, sebaliknya, berkaitan dengan komponen pemerintahan yang nyata dan mampu meningkatkan kesejahteraan manusia, mengingat keadaan daerah yang khas, unik, dan memiliki potensi yang unggul. Sesuai amanat tersebut, otonomi daerah berdampak pada otonomi pengelolaan, khususnya di bidang perdagangan dan penyediaan jasa pasar daerah kepada anggota masyarakat (Habibi, 2015; Hamid, 2011; Mariana, 2010).
Rencana kerja, juga dikenal sebagai "work plan", ditekankan sebagai prosedur yang melibatkan:
a) input yang berupa keuangan, tenaga kerja, fasilitas, dan lain-lain;
b) Kegiatan (proses);
c) Output outcomes.
Urusan wajib adalah urusan yang harus ditangani oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Urusan pilihan, sebaliknya, berkaitan dengan komponen pemerintahan yang nyata dan mampu meningkatkan kesejahteraan manusia, mengingat keadaan daerah yang khas, unik, dan memiliki potensi yang unggul. Otonomi daerah, sesuai dengan amanat tersebut, mempengaruhi otonomi pengelolaan, terutama dalam bidang perdagangan dan dalam rangka penyediaan pelayanan pasar daerah kepada anggota masyarakat. (Habibi, 2015; Hamid, 2011; Mariana, 2010).
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

“Sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk a) mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan b) menjamin terciptanya intergrasi, singrkonisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi, pemerintah maupun antar pusat dan daerah c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pelaksanaan d) Mengoptimalkan partisipasi masyarakat, dan e) Menjamin tercapainya pengunanaan sumber daya secara efesien, efektif dan berkeadilan dan berkelanjutan (pasal 2 ayat (5) Undang-Undang nomor 5 Tahun 2004)”.
Semua evaluasi, perencenaan, serta pelaksanaan program harus melibatkan partisipasi masyarakat untuk mencapai keberhasilan pembangunan. Hal ini karena masyarakat sendirilah yang menjadi sumber informasi terbaik mengenai persoalan dan tuntutan pembangunan daerah, serta kelompok yang akan memanfaatkan dan menilai apakah pembangunan daerah di daerah berhasil atau tidak.
Conyers (1994: 154-155), yang menyebutkan tiga (3) alasan utama mengapa keterlibatan masyarakat dalam perencanaan sangat penting, sependapat bahwa partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting dalam perencanaan pembangunan. 1. Kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat dapat dipelajari. 2. Jika masyarakat dilibatkan dalam penyusunan dan perencanaan program pembangunan, mereka akan lebih percaya diri karena mereka akan memahami seluk beluk program kegiatan dan akan merasa memilikinya. 3. Mendorong keterlibatan masyarakat karena partisipasi dalam pembangunan dianggap sebagai hak prerogatif yang demokratis.
Selain itu, beberapa negara telah melakukan upaya untuk meningkatkan keterlibatan publik dalam pemerintahan dan pembangunan. Misalnya, Open Government Partnership (OGP), sebuah kemitraan multinasional yang dibentuk oleh pemerintah Afrika Selatan, Filipina, Meksiko, Brasil, Amerika Serikat, Inggris, Norwegia, dan Indonesia. Rencana aksi keterbukaan pemerintah dikembangkan sebagai bagian dari OGP untuk membangun pemerintahan yang terbuka, akuntabel, dan partisipatif. Rencana aksi versi keenam sekarang sedang dilaksanakan, dan dikenal sebagai Open Government Indonesia (OGI) di Indonesia.
“Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dibuat dalam rangka mewujudkan hal tersebut diatas dimana menyatakan bahwa diperlukan partisipasi masyarakat untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut dalam pasal 354 mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dengan cara:”
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:
