Opini

Opini: Eksistensi Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Penerapan Sistem Peradilan Pidana Anak

Akhir-akhir ini kita semakin sering mendengar dan menyaksikan berbagai kasus kejahatan yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku tindak pidana

Editor: Odi Aria
Handout
Bastian Willy, S.Sos, Pembimbing Kemasyarakatan Pertama Bapas Kelas II Lahat, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan. 

LPKA adalah lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya sedangkan LPAS adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.

Untuk anak yang berumur 14 sampai dengan 18 tahun yang berkonflik dengan hukum maka UU SPPA memandatkan penitipan anak di LPAS sebagai pengganti Rutan. bila belum ada LPAS di wilayah yang bersangkutan, maka anak dapat dititipkan di LPKS. jadi untuk melindungi keamanan anak, maka UU SPPA memerintahkan dapat dilakukan penempatan anak di LPKS (sementara) sebagai pengganti LPAS.

Masalahnya adalah, sampai saat ini LPAS dan LPKS belum banyak tersedia di seluruh Indonesia. Hanya beberapa wilayah di tingkat provinsi saja yang mulai memliki LPAS. Namun hampir sama dengan kondisi LPAS maka jumlah LPKS pun tidak ada di setiap kabupaten. Akibatnya aparat penegak hukum seringkali kebingungan ke mana anak yang bersangkutan akan di tempatkan.

Hal ini tentu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dimana didalam prosesnya tentu tidak berjalan sebagaimana amanat Undang-undang tersebut. sebagai contoh, di Sumatera Selatan sendiri sampai dengan saat ini hanya memiliki satu Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang berada di ibukota sumatera selatan.

Sedang apabila anak divonis pidana penjara oleh hakim maka penuntut umum sebagai eksekutor harus menempatkan anak tersebut di LPKA. Lalu bagaimana yang bagi anak yang berada di daerah pelosok? Tentunya akan terhambat dalam problematika jarak dan waktu.

Hal ini pada akhirnya menjadi salah satu alasan bagi Anak-anak yang ditempatkan di Lapas Umum dan bercampur dengan narapidana dewasa..Pembinaan terhadap narapidana anak idealnya dibedakan dengan narapidana dewasa mengingat kondisi anak yang masih labil.

Sistem pembinaan di lapas dewasa tidak cocok untuk anak dikarenakan anak masih sangat rentan dan mudah terpengaruh yang mana mereka sebenarnya lebih membutuhkan rehabilitasi dan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, sementara lapas dewasa cukup keras dan tidak produktif bagi mereka.

Selain itu, anak yang dipidana harus dibina di tempat khusus dan dipisahkan dari orang dewasa untuk menghindari adanya abuse dan kondisi buruk lainnya.

Belum lagi apabila putusan hakim yang harus melibatkan pihak ketiga bagi pidana anak maka eksekutor harus mencari institusi atau lembaga ketiga tersebut.

Penulis sebagai Pembimbing Kemasyarakatan merupakan aparat penegak hukum menurut undang-undang sistem peradilan pidana anak juga ikut serta dalam pengimplementasian undang-undang sebagaimana amanat undang-undang tersebut semestinya.

 Hendaknya apparat penegak hukum yang terkait didalamnya sering berkoordinasi satu sama lain dalam implementasi undang-undang tersebut.

Peran pemerintah juga diutamakan dalam turut serta secara aktif mengedepankan percepatan dan pensuportan alokasi anggaran dalam pengadaan institusi-institusi yang dibutuhkan sesuai dengan apa yang ada di dalam undang-undang sistem peradilan pidana tersebut.

sehingga baik pelaksana maupun negara akan terjalin sinkronisasi dalam implementasi Undang-undang tersebut.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved