Urgensi Kesehatan Hewan & Peternakan di Daerah
Akhir-akhir ini banyak kasus penyakit menular yang terjadi di tanah air, sebut saja African Swine Fever yang telah mematikan ribuan ekor babi milik
Penanganan subsektor peternakan dan Kesehatan hewan oleh lembaga pemerintah di daerah tergantung dari kesepakatan legislatif dan eksekutif di daerahatas persetujuan Kementerian Dalam Negeri.
Bila pihak legislatif menyetujui penanganan subsektor peternakan dan Kesehatan oleh dinas, maka pihak legislatif menganggap bahwa subsektor tersebut merupakan sektor unggulan di daerah atau karena merupakan ururan wajib.
Namun, saat ini tidak banyak daerah yang menganggap subsector peternakan menjadi sussektor yang harus berdiri sem]ndiri sehingga di sebagaian daerah provinsi dan kabupaten/kota menempatkan subsektornya dalam satu sub dinas tertentu yang bergabung dengan perkebunan, tanaman pangan bahkan dengan perikanan.
Kondisi di atas bisa menjadi salah satu faktor penyebab tidak sinkronnya pembangunan peternakan dan Kesehatan hewan di provinsi dengan kabupaten/kota dengan Pemerintah Pusat.
Beragamnya instansi pemerintah yang menangani bidang peternakan di setiap daerah dapat menjadi salah satu hambatan bagi pembangunan peternakan dan Kesehatan hewan secara keseluruhan.
Sebagai contoh: Di Provinsi Sumsel dari 18 Kabupaten/Kota menunjukkan bahwa tidak ada instansi pemerintah yang menangani subsektor peternakan berupa Dinas miskipun daerah tersebut memiliki potensi unggulan di sektor peternakan.
Begitu juga di Kota, yang memiliki sektor unggulan pada kesehatan hewan dan kesmavet sebagai penyumbang pendapatan asli daerah nasibnya hamper sama dengan sektor peternakan.
Hal ini menunjukkan bahwa penanganan sektor peternakan dan Kesehatan hewan di 18 kabupaten/kota hanya ditangani setingkat kepala subdinas atau kepala seksie.
Artinya adalah pengambilan keputusan yang berkaitan dengan peternakan harus melalui beberapa tahap keputusan. Berbeda dengan instansi tersebut bernama Dinas Peternakan, maka keputusan langsung ditangani oleh kepala dinas tidak harus melalui tahapan keputusan.
Di samping kondisi tersebut, dapat ditunjukkan pula bahwa otonomi daerah memberikan otoritas pada daerah untuk menentukan pembangunannya termasuk penanganan sektor peternakan.
Menurut UU N0 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa ada 18 (delapan belas) kewenangan Provinsi di bidang pertanian.
Dari 18 kewenagan tersebut 5 kewenangan merupakan kewenangan subbidang tanaman pangan perkebunan dan 17 kewenangan merupakan kewenagan provinsi di subbidang peternakan dan kesehatan hewan.
17 kewenangan provinsi subbidang peternakan dan kesehatan hewan, 9 urusan diantaranya merupakan urusan Kesehatan hewan. Urusan Pertanian di Kabupaten/Kota memiliki 18 kewenanagan.
Dari 18 kewenangan tersebut 5 kewenangan merupakan kewenangan subbidang tanaman pangan perkebunan, sedangkan kewenangan kabupaten/kota dalam urusan subbidang kesehatan hewan dan peternakan sebanyak 16 kewenangan.
Sebagaimana tercantum dalam pasal 6 PP 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, bahwa aspek teknis kesehatan hewan dan peternakan memiliki porsi lebih 90