Menafsir Makna Lailatul Qadar
DI ANTARA kemuliaan dan keagungan bulan Ramadhan adalah karena terdapat di dalamnya suatu malam yang sangat istimewa, Lailatul Qadar.
Ketiga, kata “al-Qadr” bermakna “al-Karam” (kemuliaan), sehingga “Lailatul Qadar” berarti malam kemuliaan atau malam yang memiliki kemuliaan. Pandangan seperti ini banyak dianuti oleh sebagian besar mufassir, termasuk di Indonesia. Allah SWT menurunkan Al Qur’an pada malam yang mulia atau memiliki kemuliaan.
Kemulian malam tersebut antara lain disebabkan karena kemuliaan Al Qur’an yang diturunkan pada malam itu. Ada pula yang mengatakan bahwa malam tersebut menjadi mulia karena hubungannya dengan fadhilah dan keistimewaan ibadah di malam itu. Seseorang yang beribadah pada malam tersebut dijamin akan mendapatkan kemuliaan dan keagungan yang istimewa, berbeda dengan malam-malam yang lain.
Sebagian lagi juga ada yang menyatakan bahwa seseorang yang tadinya tidak memiliki kedudukan dan kemuliaan di sisi Allah SWT akan mendapatkan kemuliaan bila pada malam itu dengan khusyu’ dan khudhu’ bertaubat, menyesal serta berkomitmen kuat untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahannya. Oleh sebab itu, malam ini menjadi saat yang paling afdhal bagi seorang mukmin untuk bertaubat atau ‘hijrah’ dalam arti yang sebenarnya.
Keempat, agak jauh berbeda dengan pandangan-pandangan sebelumnya, lafz “al-Qadr” berarti penuh sesak dan sempit”. Pendapat ini dikemukakan oleh mufassir dari kalangan tabi’in, Al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidiy. Dengan penafsiran yang bercorak lughawi (kebahasaan), beliau memaknai “Lailatul Qadar” sebagai “suatu malam yang penuh sesak dan sempit sesuai dengan Qs. ath-Thalaq : 7 “wa man qudira 'alaihi rizquhu” (dan barangsiapa yang disempitkan rizkinya).
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Mengapa disebut demikian?. Menurut beliau, bahwa pada malam diturunkan Al Qur'an, begitu banyak malaikat yang turun ke bumi (tanazzal al-mala’ikat wa ar-ruh). Proses itu berlangsung secara terus-menerus sepanjang malam. Dengan begitu banyaknya jumlah malaikat yang hadir dan turun, maka digambarkan bumi menjadi penuh sesak dan sangat sempit.
Bila kata “sempit” kerapkali berkonotasi makna negatif, maka tidak demikian halnya dengan kondisi “Lailatul Qadar”. Manusia sama-sekali tidak merasakan sesak dan sempit pada malam itu. Bahkan sebaliknya, malam menjadi sangat syahdu dan sejuk dengan ketenangan, kenyamanan dan ketentraman batin saat beribadah. Sebab, bumi dipenuhi oleh makhluk ruhani, berupa para malaikat yang tentu tidak membutuhkan ruang dan tempat dalam mewujudkan eksistensinya.
Selanjutnya, Al Qur’an menyebutkan bahwa “Lailat al-Qadr khair min alfi syahr” (malam yang lebih baik dari seribu bulan). Nominal seribu bulan adalah setara dengan angka 83 tahun, yakni menunjuk usia maksimal rata-rata umat terakhir. Maksudnya, mereka yang beribadah pada malam qadar nilainya di sisi Allah Swt. Melebihi ibadahnya seumur hidup. Sebuah capaian kemuliaan yang luar biasa bila kondisi tersebut mampu diraih.
Al-Imam al-Wahidi mengemukakan dalam kitab “Asbab an-Nuzul”, bahwa ketika, Rasul Saw. mendengar kisah tentang seorang umat Nabi Musa as. yang beribadah dan membela agama Allah Swt. selama seribu bulan, beliau begitu terkagum-kagum. Di dalam batinnya beliau berharap kiranya umat-nya juga mendapatkan keistimewaan yang demikian. Ternyata kemudian Allah SWT memenuhi harapan beliau dengan menjadikan Lailatul Qadar bernilai lebih baik dari seribu bulan.
Begitu istimewanya Lailatul Qadar, sehingga sejak awal Ramadhan umat beriman sudah dituntun untuk mendapatkan dan meraih keutaman-keutamaannya. Sebuah fasilitas khusus yang hanya Allah SWT peruntukkan bagi umat nabi terakhir. Tidak ada kerugian yang lebih besar bagi seorang mukmin daripada lalai dan abai terhadap fasilitas agung ini. Satu kesempatan yang memungkinkan seseorang mampu meraih kemuliaan secara instan di sisi Penciptanya. Wallahu a’lam !
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:
