Bisnis Vaksin, Kapitalisme 'Berjaket' Pandemi

Pandemi virus COVID 19 memang menjadi “hantu” yang menakutkan yang telah menewaskan 2,81 juta penduduk dunia.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Isni Andriana, SE, M.Fin, PhD Dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya 

Bisnis Vaksin COVID 19 sangat mengiurkan.

Menurut analis di Morgan Stanley dan Credit Suisse memperkirakan manusia yang perlu divaksin setiap tahun sama dengan suntikan flu biasa, dengan harga rata-rata US$ 20 untuk dosis vaksin COVID 19.

Diperkirakan produsen vaksin dapat meraup pendapatan sebesar US$25 miliar lebih per tahun atau setara dengan Rp. 365 triliun (asumsi Rp. 14.600/US$).

Bahkan diperkirakan pasar vaksin COVID 19 menghasilkan pendpatan US$ 10 miliar setahun di AS, Eropa dan negara-negara maju lainnya.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

PM Inggris Borris Johnson pernah mengatakan di depan Parlemen Inggris “the reason we have the vaccine success is because of capitalism, because of greed….” (“…kita sukses mendapatkan vaksin karena kapitalisme, karena kerakusan…”).

Berdasarkan pernyataan tersebut tergambar bahwa kehadiran vaksin merupakan glorifikasi terhadap kapitalisme, sekaligus suatu alasan pembenaran untuk memperjuangkan keserakahan.

“Rakus” mejadi sandaran utamanya bekerjanya model ekonomi mainstream di masa-masa suram saat ini.

Pengembangan vaksin COVID 19 sudah menjadi perburuan banyak industri farmasi dan medis.

Tidak semua perlombaan ini bergerak dalam misi menyelamatkan dunia. Kata ‘perlombaan’ selalu bersenyawa dengan ‘kompetisi’.

Pada laporan The Guardian menyebutkan Serco yang merupakan salah satu perusa-haan outsourcing dari Kementerian Kesehatan Inggris yang terlibat program uji coba, dan penelusuran COVID 19 melaporkan lonjakkan keuntungan 18 % atau sekitar 160-165 juta poundterling.

Kemudian BCG atau Boston Consulting Group yang mendapatkan kontrak 18,3 juta pounsterling dari Pemerintah Inggris.

Penelusuran Guardian dan Sky News juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut membebankan biaya tes dan program pelacakan kepada Pemerintah Inggris dan mendapatkan 6,250 poundsterling per harinya.

Kasus-kasus tersebut adalah gambaran bahwa meraup keuntungan ganda ditengah penderitaan orang bukanlah hal baru.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com
Halaman
123
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved