Wawancara Eksklusif
Wawancara dengan Terpidana Kasus Bom Bali, Ali Imron: Saya Berteman dengan Anak Korban
Ia kerap diundang menjadi pembicara untuk menceritakan penyesalannya atas perbuatan yang pernah dilakukan.
Sebagian besar pelaku teror belajar dari internet. Metode ini bisa menciptakan orang yang bisa membikin bom yang dahsyat?
Menurut saya memang itu ada. Tapi tetap saja ada back seat yang mengarah ke situ. Tidak mungkin ujuk-ujuk lihat internet bisa seperti itu. Pasti ada latarbelakang, mungkin diceritakan sama temannya yang mungkin sudah belajar dengan kelompok radikal. Demikian juga yang belajar mengebom. Ujuk-ujuk tidak mungkin. Karena apa? Orang pun akan tahu bahwa di internet tidak bisa menjamin. Bom ini bukan bikin onde-onde, ini bikin bom. Kalau salah bisa mati, meledak sendiri, atau tidak jadi bom.
Menurut saya ada latarbelakang sendiri, tidak ujuk-ujuk seperti itu. Jangan sampai menyalahkan media massa, yang mengajari orang itu menjadi teroris. Tetap ada unsur lain, cuma beberapa persen bisa jadi dari internet. Pemerintah harus hati-hati, warga juga, supaya betul-betul ditanggulangi supaya tidak mudah mendapatkan hal-hal semacam itu. Khususnya yang bisa membuat orang untuk melakukan pembuatan bom.
Pernah bertemu Munarman?
Tidak pernah bertemu. Kami sama-sama di Polda tapi belum pernah ketemu.
Sejumlah yang terkait FPI ditangkap. Bagaimana sebenarnya terkait dengan FPI ini?
Mereka kena pasal teroris itu yang tahu Densus 88. Undang-undang tentang terorisme itu sudah ada, kalau ditangkap tentunya sudah melakukan tindakan melanggar hukum. Dan itu wajar-wajar saja. Mejurut saya wajar-wajar saja. Begini. Teroris, kalau kita petakan, ada dua kelompok. Al-Qaeda, dan ISIS. Kedua kelompok ini selalu menunggu momen. Kesempatan. Kalau orang normal yang diidamkan itu perdamaian, kalau teroris itu yang didambakan kerusuhan supaya terjadi peperangan. Senang sekali mereka kalau ada kelompok mengarah ke terorisme. Masyarakat jangan sampai mancing-mancing, begitu juga kalau masih peduli NKRI harga mati, tolong hati-hati. Jangan melakukan orasi-orasi atau dakwah yang memberikan angin segar kepada para kelompok teroris.
Beda Al-Qaeda dan ISIS?
Perbedaannya mendasarnya, kalau kami yang berafiliasi dengan Al-Qaeda, tingkat pengkafiran itu tidak sedahsyat ISIS. Contoh kami bukan mengkafirkan yang sama dengan kami. Kami tidak menghalalkan semua yang bersebrangan dengan kita. Begitu juga kami memahami bahwa kami orang-orang JI, yang afiliasi ke Al-Qaeda menghadapi seperti di Indonesia. TNI tidak boleh diserang, polisi tidak boleh diserang. Kami tidak seperti itu. Dari ISIS, bukan seperti itu. Bahkan kami juga dikafirkan oleh ISIS, itu perbedaannya. Sikap-sikap atau pemahamannya. Itu yang saya ketahui.
Napiter yang jadi warga yang baik?
Jadi ada keponakan saya yang sekarang juga berada di Lingkar Perdamaian. Namanya Sumarno, dia ditangkap karena menyimpan senjata dan amunisi saya waktu saya ditangkap kasus Bom Bali. Kemudian ada Nasir Abbas, orang Malaysia, tetapi rela hidup di Indonesia. Misinya untuk mengkampanyekan perdamaian. Jadi ada. Jangan sampai kita ini pesimis. Akan ada terus yang membantu supaya kita ini Islam cinta damai, walau kita pernah kena kasus terorisme, bahkan saya menjalani hukuman seumur hidup, tapi bisa mengkampanyekan perdamaian.
Pernah ajukan grasi ke presiden?
Saya ketika dituntut 20 tahun, akhirnya didakwa penjara seumur hidup, waktu itu saya tidak banding. Apa pertimbangan saya? Kalau saya banding, saya akan menyakiti hati para korban dan keluarga korban. Pada waktu itu oleh Presiden Megawati ditolak grasi yang saya ajukan. Waktu jaman Presiden SBY, Susilo Bambang Yudhoyono juga (mengajukan grasi) tetapi ditolak juga. Sekarang ini saya ajukan grasi juga, resminya sudah ajukan tiga kali. Kalau tidak resminya itu tiap hari saya ajukan.
Kalau dikabulkan, yang saya lakukan deradikalisasi. Di antaranya klarifikasi terhadap kejadian-kejadian yang membuat kami masuk penjara. Pertama klarifikasi kepada teman-teman kami yang alumni Afghanistan.
Mereka punya pandangan tidak benar, mereka berpandangan kami dizolimi, ditangkap karena dijahati, karena berjuang. Kemudian kepada kawan-kawan JI, dengan pondok pesantren, kepada semuanya. Tujuannya tetap, deradikalisasi. Misi saya hanya itu. Kenapa saya ingin bebas? Kalau enak-enak, aman-aman, enak di dalam (penjara). Dijaga, diawasi, Tetapi banyak kawan-kawan kami alumni JI tidak berani membesuk kami. Kalau mereka tidak tahu faktanya, mereka bisa jadi melakukan aksi. Berpandangan kami dizolimi, oleh karena itu harus melakukan aksi. Oleh karena itu, ini tujuan saya (mengajukan grasi).
Pernah bertemu Abu bakar Ba'asyir?
Pernah, tapi mereka membesuk kami di Polda, itu saja ketemu. Omong-omong biasa, tidak ada pembahasan yang mengarah pada hal-hal penting. Biasa saja. Pada waktu itu saya nunggu ditegur beliau, sikap saya sama seperti Muklas, Imam Samudera. Saya diam saja waktu itu. Engga mungkin saya negur Ustaz Abu bakar Ba'asyir.
Pernah ketemu Ketua JAD Abu Umar?
Belum pernah ketemu, katanya dia pernah besuk kami. Cuma kami engga ingat wajahnya seperti apa. Dia besuk ketika sama-sama di Polda. Saya engga ketemu kayaknya.
Pesan Ramadan?
Ini bukan suci Ramadan. Saya menjalani dipenjara 19 kali Ramadan. Sekali buron, jadi sudah 20 kali menjalani tidak di rumah. Mari kita kembali lagi bahwa Islam itu rahmatan lil'alamin. Mari kita pikul kewajiban bahwa muslim Sebagai rahmatan lil'alamin, kita harus mengutamakan itu. Kepada kawan-kawan yang memiliki pemikiran jihadis, mari kita menyadari bahwa apa yang pernah saya dan kawan-kawan lakukan, itu adalah pelanggaran-pelanggaran terhadap jihad. Mari kita jadikan pelajaran. Peristiwa-peristiwa setelah bom Bali hingga saat ini. Mari kita kembalikan jihad sebagaimana perintah Allah pada Nabi Muhammad. Kedua, khususnya bagi kawan-kawan yang bertujuan memiliki negara Islam, mari kita bersihkan. Bahwa tujuan itu jangan sampai melakukan tindakan-tindakan yang dilihat oleh orang bahwa bagaimana nanti ketika kita punya negara Islam. Sebelum punya negara Islam saja sudah melakukan tindakan-tindakan anarkis, bagaimana setelah punya negara Islam. Mari kedepankan Islam sebagai rahmatan lil'alamin. Kepada non Islam, mari kita bersama-sama, jangan sampai ada memancing hal-hal yang mengarah pada kekerasan. orang normal yang didambakan perdamaian, orang teroris itu yang didambakan kerusuhan. Jadi jangan sampai ada yang memancing terjadinya kekerasan. (tribun network/denis destryawan)
