Wong Kito
Cerita Satrio Dwi Putra SH, Jaksa di Kejari Palembang yang Pernah Tuntut Mati Terdakwa Narkotika
Tujuh tahun berkecimpung di dunia kejaksaan membuat satrio telah mengalami manis pahitnya menjadi seorang jaksa.
Penulis: Chairul Nisyah | Editor: RM. Resha A.U
Laporan Wartawan Sripoku.com, Chairul Nisyah
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Mengenal lebih dekat sosok Satrio Dwi Putra SH, Plt Kasubsi Penuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Palembang.
Pria kelahiran Palembang, 20 Desember 1987 ini merupakan salah satu Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri Palembang.
Dirinya saat ini mejabat sebagai Plt Kasubsi Penuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Palembang, yang dibawahi langsung oleh Kasi Pidum Kejari Palembang, Agung Ary Kesuma SH MH.
Baca juga: Minta Terdakwa Rizieq Shihab dan Pengacara Tak Memaki, Jaksa Protes Sebutan Dungu dan Pandir
Baca juga: Terdakwa Rizieq Shihab Dijemput ke Rutan Bareskrim Gunakan Mobil Tahanan Kejaksaan
Ditemui oleh Sripoku.com Satrio sapaan sehari-harinya, tidak segan membagikan kisah perjalanan karirnya sebagai aparatur negara, dalam hal ini Jaksa.
"Sebelum saya jadi jaksa, saya sempat menjadi tenaga honor di salah satu kantor Pemerintah Kota Palembang. Tapi saat itu saya masih menempuh pendidikan di bangku kuliah," ujar Satrio pada Sripoku.com, Sabtu (3/4/2021).
Satrio Menceritakan awal dirinya menjadi jaksa pada tahun 2014, CPNS Pertama ditempatkan di cabjari Pendopo Muara Enim selama 3 bulan.
Setelah itu dirinya dipindahkan ke bagian Pidsus Kejari Muara Enim, dari tahun 2015 samapai 2016.
"Di pertengahan 2016, selama 6 bulan saya menjalani pendidikan jaksa, dan penetapan selanjutnya di Cabjari Payah Kumbuh, Suliki, Sumatera Barat selama 2 tahuh 4 bulan," ucapnya.
Baca juga: MENGETUK Pintu Langit, Eksepsi Rizieq Shihab, Tuding Jaksa Karang Cerita Bohong dan Dusta
Baca juga: PLN Gandeng Kejaksaan Agung Pastikan Kepatuhan Hukum di Lingkungan Perusahaan
"Selanjutnya saya dipindahkan lagi ke Palembang, sebagai jaksa fungsional di Kejari Palembang," jelasnya.
Sekira bulan Oktober 2020 lalu, Satrio diminta untuk menjadi Plt Kasubsi Penuntutan di Pidum Kejari Palembang, hingga sekarang.
Satrio merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Lahir dari orang tua berlatar belakang pekerjaan PNS, Satrio merupakan satu-satunya yang memilih berkarir di jalur kejaksaan.
Menjadi seorang jaksa mulai terpikirkan oleh Satrio setelah menjalani pendidikan di bangku kuliah.
Yang mana saat itu, Satrio memilih jurusan Hukum di salah satu Universitas di Kota Palembang.
Sebelum menjadi seorang Jaksa, ternyata Satrio yang tamat dari bangku sekolah, sekira tahun 2007 sempat mengikuti test Akpol hingga tahap Pantuhir daerah.
Baca juga: PLN Gandeng Kejaksaan Agung Pastikan Kepatuhan Hukum di Lingkungan Perusahaan
Baca juga: Pastikan Kepatuhan Hukum di Lingkungan Perusahaan, PLN Gandeng Kejaksaan Agung RI
"Namun sayangnya saya tidak lulus," ujar Satrio sambil tertawa.
Hal tersebut lantas tidak membuatnya berkecil hati.
Orang tua terus mendukung Satrio dan menyuruhnya untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah.
"Jadi saya kuliah sambil kerja. Saya kuliah sambil kerja saat itu," ujarnya.
Satrio sempat menjadi tenaga honorer di Kantor Pemerintah Kota Palembang, dari tahun 2008 sampai tahun 2012.
Dari hasil kerjanya tersebut Satrio mengatakan membuat dirinya mampu membayar uang semester kuliahnya sendiri.
"Untuk semester saya bisa bayar sendiri. Tapi saat itu orang tua juga masih memberi uang, untuk transport dan makan serta biaya lainnya," jelas satrio.
Baca juga: Majleis Hakim Hanya Izinkan 6 Pengacara dan Jaksa Masuk Ruang Sidang Rizieq Shihab
Baca juga: Penyebar Video Hoaks Jaksa Terima Suap Perkara Rizieq Shihab Ditangkap
Sempat ikut PKBD Peradi di 2013, namun belum sempat ikut test advokat, Satrio dinyatakan lulus di kejaksaan.
Tujuh tahun berkecimpung di dunia kejaksaan membuat satrio telah mengalami manis pahitnya menjadi seorang jaksa.
"Menjadi seorang jaksa tentu ada suka dukanya, hanya saja saya minikmati pekerjaan ini, layaknya menjalani hobi," ujar Satrio.
Untuk dukanya sendiri menurutnya kadang ada saja ancaman dari orang-orang iseng.
"Hanya saja saya tidak terlalu menanggapinya. Lagian sejauh ini nada ancamannya tidak terlalu mengkhawatirkan,"jelasnya
Dalam perkara narkotika Satrio pernah menuntut terdakwa dengan hukuman mati.
Seperti salah satu kasus narkotika yang saat ini cukup banyak menyedot perhatian publik di Palembang, karena melibatkan salah satu mantan anggota legislatif di Palembang, yang menjadi terdakwanya.
Mengingat banyaknya jumlah barang bukti, dan beberapa pertimbangan lainnya, menjadi salah satu jaksa penuntut, Satrio menganggap hal tersebut layak untuk ditindak tegas.
Baca juga: Video Hoaks Narasi Jaksa Terima Suap Sidang Rizieq Shihab, Pengacara “No Comment”
Baca juga: Cerita Dian Febriani, Satu-satunya Jaksa Wanita di Tindak Pidana Khusus Kejari Palembang
Selain bertugas sebagai seorang jaksa, Satrio merupakan kepala di dalam rumah rumah tangganya.
Menikah dengan seorang wanita bernama Indah Wahyuni, satrio dikaruniai dua orang anak yakni Athar khairan al khalish dan Audrey mikhayla noor khalisha.
Baginya keluarga adalah semangat bagi dirinya dalam menjalani tugas di dunia kerjanya.
Riwayat Pendidikan :
SD Kartika II Palembang
SMP N 9 Palembang
SMA N 18 Palembang
Universitas Sriwijaya Jurusan Fakultas Hukum
Baca juga: KARYA Poster Milik Mahasisw FKIP UNSRI Ini Jadi yang Terbaik di Dunia, Singkirkan 2.100 Poster
Baca juga: Kalau Dia Dosennya Ilmu Politik Jadi Mudah, Kenangan Alumni FISIP Unsri Akan Almarhum Joko Siswanto
Riwayat Pekerjaan :
2014 : Staf TU pada Cabjari Muara Enim di Pendopo
2015 : Staf TU bid. Pidsus Kejari Muara Enim
2016 : Jaksa Fungsional pada Cabjari Payakumbuh di Suliki
2019 : Jaksa Fungsional pada Kejaksaan Negeri Palembang
2020 : Plt. Kasubsi Penuntutan Bidang Pidana Umum Kejari Palembang
Di akhir wawancaranya, pria yang memiliki hobi olahraga sepeda ini berpesan pada masyarakat, khususnya di Kota Palembang, untuk tidak sekali-kali melakukan perbuatan melawan hukum.
"Tidak ada tempat aman untuk pelaku kejahatan. Jangan sampai berussan dengan hukum, yang namanya dihukum tidak ada yang enak," tegas Satrio. (*)