Jaringan Narkoba
Ketika Polisi Terjerat Jaringan Narkoba
Narkoba adalah musuh bersama. Pemakai dan pengedar narkoba di Indonesia dari waktu ke waktu tampaknya semakin banyak.
Hingga saat ini seluruh negara di muka bumi masih berupaya menemukan formula terbaik untuk menepis kejahatan narkoba agar tidak masuk dan menusuk relung kehidupan warga mereka.
Formula yang dibuat juga beragam, setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda.
Di beberapa negara, memusuhi narkoba memiliki arti melakukan perang besar-besaran terhadap bandar dan sindikat.
Sedangkan di beberapa negara lagi, menghilangkan narkoba bukan dengan melakukan perang melainkan mengontrol pemakaian dan mengutamakan pendekatan medis kepada mereka yang sudah mengalami ketergantungan.
Tindakan ekstrim pernah dilakukan oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam mengatasi narkoba di negaranya, dengan cara menembak mati di tempat para terduga pengedar dan bandar narkoba, termasuk aparat kepolisian yang terlibat.
Di negara kita pemberantasan narkoba semakin sulit dilakukan.
Kita dihadapkan oleh kompleksitas kejahatan narkoba yang semakin rumit.
Peredaran dan pemakaian narkoba sudah masuk ke lingkungan aparat penegak hukum, terutama Polri.
Entah sudah berapa banyak oknum polisi yang dipecat dari berbagai lingkungan wilayah kepolisian di tanah air, mulai dari tingkat Polres sampai ke tingkat Polda.
Mereka terdiri dari para bintara sampai perwira menengah.
Namun ironisnya, pemecatan tersebut tidak membuat polisi jera untuk bermain-main dengan narkoba.
Berbagai macam modus yang dilakukan oleh oknum polisi untuk bermain dengan narkoba.
Pertama, ada oknum polisi yang menjadikan bandar narkoba sebagai “mesin ATM”, mereka ini kerap dilindungi oleh segelintir oknum polisi.
Kedua, ada oknum polisi yang “memeras” tersangka pemakai dan pengedar narkoba untuk menyerahkan sejumlah uang yang nilainya puluhan sampai ratusan juta rupiah agar kasusnya tidak diteruskan.
Ketiga, ada oknum polisi yang menjadi pengedar narkoba,