Khutbah Jumat : Implementasi Kesalihan Horizontal di Era Pandemi

Karena jika kita mampu berbuat untuk menyebar dan membudayakan cinta kasih terhadap sesama manusia, maka yang ada di langit pasti akan menyayangi kita

Editor: aminuddin
FAZRY ISMAIL/EPA-EFE
Ilustrasi. Jemaah shalat Jumat di Masjid Nasional Kuala Lumpur, Malaysia, 13 Maret 2020. Terlihat seorang pria memakai masker di tengah merebaknya virus corona di Malaysia.(FAZRY ISMAIL/EPA-EFE) 

Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar.

Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas."

Di manapun manusia akan didera dengan kehidupan yang mengerikan, menghinakan, menistakan harkat manusia jika dia tidak memegangi 2 tali yang saling bersimbiosis mutualistik.

Yakni tali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan tali untuk menciptakan kebaikan kepada sesama manusia dalam kehidupan horizontalnya.

Kita sungguh sangat beruntung lantaran memperoleh tuntunan yang sangat hebat dalam Islam, betapa keterkaitan simbiosis mutualistik bahkan kausalistik terdapat faktor-faktor sebab akibat.

Jika saja kita beriman dengan sebenar-benar iman maka pastilah kita akan mampu menyayangi orang-orang yang ada di sekeliling kita.

Karena jika kita mampu berbuat untuk menyebar dan membudayakan cinta kasih terhadap sesama manusia, maka yang ada di langit pasti akan menyayangi kita.

Inilah bahasa simbolik bahwa begitu kita ramah secara horizontal, maka tidak akan ada yang sia-sia.

Karena Allah senantiasa menunggu kita semua untuk melimpahkan cinta dan kasih sayang Nya.

Bahkan dalam Islam lebih detail lagi, jangan sekali-kali engkau merasa hebat sedangkan keluargamu dalam keadaan porak poranda.

Baca juga: Khutbah Jumat Hari Ini :  Perdamaian dan Keadilan Sebuah Tuntutan Ajaran Tauhid

Baca juga: Khutbah Jumat Kita Mengambil Tema Fenomena Gunung Berapi, Gempa Bumi, Banjir, dan Tanah Longsor

Ini mengandung arti bahwa family (keluarga) adalah jangkauan terdekat secara horizontal, agar manusia bisa bahagia maka menjaga keluarga baik secara nurani, kualitas keberagamaan, maupun juga kualitas kehidupan adalah sesuatu yang niscaya.

Lebih jauh kita tidak boleh melupakan dan hanya berkonsentrasi pada keluarga semata.
Iman kita tidak dianggap sempurna manakala kita tidak mampu menghormati, dan memberdayakan tetangga sebagai faktor tak terpisahkan menciptakan kebahagiaan.

Sehingga menghormati, memulyakan, dan mendayagunakan tetangga, adalah bagian dari kewajiban kita.

Selanjutnya, sesama muslim di manapun kita berada tidak boleh saling menjatuhkan, melenyapkan, menghina dan menurunkan martabatnya, karena sesama muslim adalah saudara.

Setiap muslim yang diikat di dalam rangkaian sistem cinta kasih berdasarkan agama ini (kalbunyanil wahid atau bangunan yang satu) maka idealnya 'yasyuddu ba’dhuhum ba’dhan' (saling menguatkan satu dengan yang lain).

Antara muslim satu dengan yang lain sama sekali tidak dibenarkan untuk berolok-olok, menghina, menurunkan martabat akses bisnis dan usahanya.

Bahkan dalam konteks tertentu Rasul menginsyaratkan bahwa jangan sekali-kali engkau goda pinangan saudaramu kecuali dia sudah berhenti.

Ini semua menjadi kosa kata yang sangat penting dalam skala sosiomatrik bagaimana kita membangun kesalihan horizontal ini.

Lalu apa yang bisa kita berikan jaminan dari apa yang dituntunkan Rasul?

Yakni, 'Laa tadkhulul jannata khatta tahaabu' (Engkau akan sulit masuk ke dalam surga kecuali engkau mampu membudayakan cinta kasih antar sesama orang yang beriman).

Pada skala berikutnya kita mendapatkan tuntunan tentang dimensi-dimensi kemanusiaan secara makro bahwa ketika sudah berbicara 'ahlal ardh'.

Artinya tidak terbatas pada kisi-kisi agama tetapi pembatasan kemanusiaan di manapun.

Sejauh masih ada makhluk yang bernama manusia, maka Islam memberikan tuntunan.

Hormati mereka sepanjang tidak menimbulkan gangguan terhadap kehidupan kita, maka tidak alasan untuk melenyapkan mereka.

Ini menjadi tuntunan yang sangat praktis dan sekaligus waktu yang tepat untuk kita wujudkan dalam perilaku dunia nyata.

Sekaligus untuk memberikan jawaban terhadap ujian Allah bahwa ini cara kami menaati apa yang Engkau tuntunkan melalui Rasulullah Muhammad SAW.

Bahwa kami siap untuk menggalang cinta kasih, ta’awun (saling tolong menolong), tidak saling menjatuhkan dan tidak saling menimbulkan konflik antar sesama adalah wujud nyata seorang hamba yang sedang mendekat atau taqarrub ke hadirat-Nya.

Dan di sini pula menjadi tantangan pada masa-masa sulit seperti sekarang ini, bahwa seorang muslim bisa menjadi contoh nyata bahwa kita siap untuk mencintai, membantu pihak lain yang membutuhkan, memberikan peluang-peluang yang baik bagi mereka yang sedang jatuh untuk bangun kembali, menjaga harkat dan martabat bagi mereka yang sudah eksis.

Hingga pada saatnya membantu mereka yang sedang berjalan mencari kebenaran menuju Allah SWT dengan kita tumbuhkan semangat ta’awun di dalam ketakwaan dan kebaikan.

Kita berdoa kepada Allah, semoga kita mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, setidak-tidaknya dalam parameter yang sangat mikro.

Yakni dengan tetap menaati prosedur kesehatan karena hal ini bagian dari wujud ibadah dan kesalehan horizontal.

Bahwa kita sedang menyayangi sesama muslim, mukmin dan sesama manusia untuk bersama-sama berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dalam rangka memperoleh as sa’adah fiddunya hattal akhirah.

Aamiin yaa rabbal 'aalamiin.

Khutbah II

بارك الله لي ولكم فى القران العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلا وته إنه هو الغفور الرحيم

Demikian materi khotbah jumat singkat ini, semoga bermanfaat.

https://jateng.tribunnews.com/2021/02/19/khutbah-jumat-singkat-implementasi-kesalihan-horizontal-di-era-pandemi 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved