Khutbah Jumat : Implementasi Kesalihan Horizontal di Era Pandemi

Karena jika kita mampu berbuat untuk menyebar dan membudayakan cinta kasih terhadap sesama manusia, maka yang ada di langit pasti akan menyayangi kita

Editor: aminuddin
FAZRY ISMAIL/EPA-EFE
Ilustrasi. Jemaah shalat Jumat di Masjid Nasional Kuala Lumpur, Malaysia, 13 Maret 2020. Terlihat seorang pria memakai masker di tengah merebaknya virus corona di Malaysia.(FAZRY ISMAIL/EPA-EFE) 

SRIPOKU.COM, JATENG - Hari ini, Jumat (19/2) merupakan hari yang mulia penuh barokah.

Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya. 

Amin.

Di hari Jumat ini kita berbondong-bondong menubaiksn shalat Jumat di masjid. 

Berikut materi khutbah jumat singkat dengan tema Implementasi Kesalihan Horizontal di Era Pandemi.

Satu dari sekian amalan termudah berpahala ialah mendengarkan khutbah jumat.

Selain berpahala, mendengarkan khutbah jumat juga bermanfaat dalam keseharian.

Seperti meningkatkan ketakwaan pada Allah SWT.

Simak materi khutbah jumat singkat yang dikutip dari Yayasan Pusat Kajian dan Pengembangan Islam (YPKPI) Masjid Raya Baiturrahman Jawa Tengah.

Materi khutbah jumat singkat ini ditulis oleh Dr H M Navis Junalia, M A selaku Dosen Pascasarjana UIN Walisongo Semarang.

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْ

Bersama-sama marilah kita perteguh kembali komitmen, tekad, motivasi dan kehendak hidup kita ini untuk terus berusaha sekuat tenaga agar kita benar-benar menjadi hamba Allah yang baik dan bertakwa kepada-Nya.

Dan kita benar-benar termasuk min jumlatil muttaqin yang pada akhirnya digolongkan sebagai orang-orang yang bertakwa.

Kualifikasi takwa ini harus selalu menjadi idaman seorang muslim, ideal type (tipe ideal) karena memang hanya ketakwaan inilah yang akan meletakkan seorang hamba menjadi terhormat ataupun sebaliknya menjadi tidak terhormat di hadapan Allah SWT.

Seorang hamba akan memperoleh derajat tinggi atau rendah ditentukan oleh seberapa bobot kualitas ketakwaannya.

Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim berusaha sekuat tenaga untuk mampu mendaya gunakan fikiran dan akal kita, agar semakin pandai dan cerdas menangkap kebesaran-kebesaran Allah yang digelar di alam semesta ini.

Kemudian sampai pada titik kesadaran 'Maa kholaqta haadza bathilaan.'

Sungguh alam ini super istimewa dan yang lebih super lagi adalah Engkau yang menciptakan seluruh isi alam semesta ini serta apa saja yang Allah ciptakan satupun tidak ada yang batil ataupun sia-sia.

Inilah kualitas fikiran yang senantiasa berada dalam nuansa ketakwaan.

Demikian juga perasaan dan nurani terus kita pertajam agar setiap saat kita mampu merasakan kehadiran Allah dalam hidup kita.

Sehingga setiap detak nafas dan gerak langkah yang kita lakukan tidak terlepas dari keterkaitan ketuhanan yang tunggal yakni Allah SWT.

Tentu saja pada ujungnya kita terus berusaha agar setiap tindakan kita baik dalam skala mikro (individu) maupun makro (secara kolektif) benar-benar dipandu oleh nilai-nilai Ilahiyah.

Baca juga: Alasan Penyesuaian, Kemenag Seragamkan Naskah Khutbah Jumat se-Indonesia

Sehingga menjadi sebuah tindakan-tindakan yang bermakna dan berbobot yang akan memperoleh harga yang tinggi di hadapan Allah SWT.

Sebagaimana telah diisyaratkan firman Allah dalam Surat Az Zumar ayat 10 :
 

قُلْ يٰعِبَادِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوْا رَبَّكُمْ ۗلِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا فِيْ هٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗوَاَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةٌ ۗاِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Artinya, "Katakanlah (Muhammad), hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan dan bumi Allah itu adalah luas.
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas."

Ayat ini menunjukkan tentang refleksi bahwa penyegaran, penguatan, tekad, dan komitmen kita untuk menjadi seorang yang bertakwa harus selalu hidup setiap saat dalam kondisi apapun tidak boleh hilang dari hidup kita.

Sementara kita menyaksikan ada sebagian orang yang mencoba memperdalam kualitas ketakwaan ini dengan mengutamakan seberapa kesalihan vertikal seseorang maupun kelompok untuk memiliki hubungan intensif dengan Sang Pencipta yaitu Allah SWT.

Tentu ini sesuatu yang amat mulia dan baik, bahkan bisa menjadi dasar, tumpuan maupun pondasi munculnya seorang yang akan menempuh jalan yang benar yakni Shirothol Mustaqim.

Islam memberikan tuntunan kepada kita bahwa kualitas kesalihan vertikal ini tidaklah cukup, mesti disempurnakan lagi dengan kualitas kesalihan horizontal.

Seberapa kesadaran kita, Allah juga menyinari, membimbing, tata kita bertindak, berlaku dan tata hidup.

Sehingga tidak ada satupun kehidupan ini yang akan kita lepaskan dari nilai-nilai ketauhidan (ketuhanan).

Ini yang kita sebut 'lilladziina ahsanuu fii hadzihiddunya hasanah', bahwa setiap kebaikan yang tercermin di alam semesta, sepanjang hidup seseorang, sesuai dengan durasi yang disediakan Allah, akan bermakna hasanah jika dipandu dan didorong kesadaran imani yang dalam akan ketauhidan kepada Allah.

Dan pada saat yang sama terekspresi nyata dalam kehidupan riil di masyarakat.

Kesadaran dan kualitas kerohanian serta kesalihan horizontal ini terasa sekarang perlu kita kembangkan, bahkan hal ini menjadi sesuatu yang amat mendesak pada saat kita secara universal atau mundial.

Dunia kita sedang berada dalam satu ujian dan cobaan yang amat berat yakni pandemi Covid-19.

Di berbagai daerah dan bahkan pelosok dunia, orang makin lama semakin bosan, berfikir kritisnya nyaris hilang, tindakan-tindakan brutal dan kriminal pun bahkan semakin meningkat.

Sumber-sumber ekonomi menjadi berkurang, akses dan hasil perekonomian pun juga berkurang, sedangkan manusia tidak bisa hidup tanpa tunjangan-tunjangan dan faktor-faktor tersebut.

Oleh sebab itu, seringkali manusia kehilangan pegangan dan menjadi orang-orang yang kebingungan.

Pada saat seperti inilah kita beruntung bahwa dalam Islam kita memperoleh tuntunan yang sangat jelas.
Memang kita senantiasa berada dalam kegelapan hidup, di manapun kita berada akan dipukul dengan kehidupan yang berat jika kita tidak mampu menjaga 2 pilar.

Yakni, kesalihan vertikal dan kesalihan horizontal.

Firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 112 yang bunyinya :

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ اَيْنَ مَا ثُقِفُوْٓا اِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ اللّٰهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ الْاَنْبِۢيَاۤءَ بِغَيْرِ حَقٍّۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.

Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar.

Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas."

Di manapun manusia akan didera dengan kehidupan yang mengerikan, menghinakan, menistakan harkat manusia jika dia tidak memegangi 2 tali yang saling bersimbiosis mutualistik.

Yakni tali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan tali untuk menciptakan kebaikan kepada sesama manusia dalam kehidupan horizontalnya.

Kita sungguh sangat beruntung lantaran memperoleh tuntunan yang sangat hebat dalam Islam, betapa keterkaitan simbiosis mutualistik bahkan kausalistik terdapat faktor-faktor sebab akibat.

Jika saja kita beriman dengan sebenar-benar iman maka pastilah kita akan mampu menyayangi orang-orang yang ada di sekeliling kita.

Karena jika kita mampu berbuat untuk menyebar dan membudayakan cinta kasih terhadap sesama manusia, maka yang ada di langit pasti akan menyayangi kita.

Inilah bahasa simbolik bahwa begitu kita ramah secara horizontal, maka tidak akan ada yang sia-sia.

Karena Allah senantiasa menunggu kita semua untuk melimpahkan cinta dan kasih sayang Nya.

Bahkan dalam Islam lebih detail lagi, jangan sekali-kali engkau merasa hebat sedangkan keluargamu dalam keadaan porak poranda.

Baca juga: Khutbah Jumat Hari Ini :  Perdamaian dan Keadilan Sebuah Tuntutan Ajaran Tauhid

Baca juga: Khutbah Jumat Kita Mengambil Tema Fenomena Gunung Berapi, Gempa Bumi, Banjir, dan Tanah Longsor

Ini mengandung arti bahwa family (keluarga) adalah jangkauan terdekat secara horizontal, agar manusia bisa bahagia maka menjaga keluarga baik secara nurani, kualitas keberagamaan, maupun juga kualitas kehidupan adalah sesuatu yang niscaya.

Lebih jauh kita tidak boleh melupakan dan hanya berkonsentrasi pada keluarga semata.
Iman kita tidak dianggap sempurna manakala kita tidak mampu menghormati, dan memberdayakan tetangga sebagai faktor tak terpisahkan menciptakan kebahagiaan.

Sehingga menghormati, memulyakan, dan mendayagunakan tetangga, adalah bagian dari kewajiban kita.

Selanjutnya, sesama muslim di manapun kita berada tidak boleh saling menjatuhkan, melenyapkan, menghina dan menurunkan martabatnya, karena sesama muslim adalah saudara.

Setiap muslim yang diikat di dalam rangkaian sistem cinta kasih berdasarkan agama ini (kalbunyanil wahid atau bangunan yang satu) maka idealnya 'yasyuddu ba’dhuhum ba’dhan' (saling menguatkan satu dengan yang lain).

Antara muslim satu dengan yang lain sama sekali tidak dibenarkan untuk berolok-olok, menghina, menurunkan martabat akses bisnis dan usahanya.

Bahkan dalam konteks tertentu Rasul menginsyaratkan bahwa jangan sekali-kali engkau goda pinangan saudaramu kecuali dia sudah berhenti.

Ini semua menjadi kosa kata yang sangat penting dalam skala sosiomatrik bagaimana kita membangun kesalihan horizontal ini.

Lalu apa yang bisa kita berikan jaminan dari apa yang dituntunkan Rasul?

Yakni, 'Laa tadkhulul jannata khatta tahaabu' (Engkau akan sulit masuk ke dalam surga kecuali engkau mampu membudayakan cinta kasih antar sesama orang yang beriman).

Pada skala berikutnya kita mendapatkan tuntunan tentang dimensi-dimensi kemanusiaan secara makro bahwa ketika sudah berbicara 'ahlal ardh'.

Artinya tidak terbatas pada kisi-kisi agama tetapi pembatasan kemanusiaan di manapun.

Sejauh masih ada makhluk yang bernama manusia, maka Islam memberikan tuntunan.

Hormati mereka sepanjang tidak menimbulkan gangguan terhadap kehidupan kita, maka tidak alasan untuk melenyapkan mereka.

Ini menjadi tuntunan yang sangat praktis dan sekaligus waktu yang tepat untuk kita wujudkan dalam perilaku dunia nyata.

Sekaligus untuk memberikan jawaban terhadap ujian Allah bahwa ini cara kami menaati apa yang Engkau tuntunkan melalui Rasulullah Muhammad SAW.

Bahwa kami siap untuk menggalang cinta kasih, ta’awun (saling tolong menolong), tidak saling menjatuhkan dan tidak saling menimbulkan konflik antar sesama adalah wujud nyata seorang hamba yang sedang mendekat atau taqarrub ke hadirat-Nya.

Dan di sini pula menjadi tantangan pada masa-masa sulit seperti sekarang ini, bahwa seorang muslim bisa menjadi contoh nyata bahwa kita siap untuk mencintai, membantu pihak lain yang membutuhkan, memberikan peluang-peluang yang baik bagi mereka yang sedang jatuh untuk bangun kembali, menjaga harkat dan martabat bagi mereka yang sudah eksis.

Hingga pada saatnya membantu mereka yang sedang berjalan mencari kebenaran menuju Allah SWT dengan kita tumbuhkan semangat ta’awun di dalam ketakwaan dan kebaikan.

Kita berdoa kepada Allah, semoga kita mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, setidak-tidaknya dalam parameter yang sangat mikro.

Yakni dengan tetap menaati prosedur kesehatan karena hal ini bagian dari wujud ibadah dan kesalehan horizontal.

Bahwa kita sedang menyayangi sesama muslim, mukmin dan sesama manusia untuk bersama-sama berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dalam rangka memperoleh as sa’adah fiddunya hattal akhirah.

Aamiin yaa rabbal 'aalamiin.

Khutbah II

بارك الله لي ولكم فى القران العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلا وته إنه هو الغفور الرحيم

Demikian materi khotbah jumat singkat ini, semoga bermanfaat.

https://jateng.tribunnews.com/2021/02/19/khutbah-jumat-singkat-implementasi-kesalihan-horizontal-di-era-pandemi 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved