Menggagas Hadirnya Agile Goverment Di Daerah
Dewasa ini Indonesia sedang mengalami kegagapan dalam menghadapi beberapa perubahan besar dan mendadak seperti bencana pandemi Covid-19
Di tengah dahsyatnya perubahan, birokrasi tetap mempertahankan prosedur yang hierarkis dan rigid ini, serta terus berupaya melakukan standardisasi dan formalisasi agar tercipta lingkungan yang stabil.
Celakanya, kekakuan dalam memedomani berbagai prinsip tersebut telah menafikan realitas bahwa ketika masyarakat berubah, birokrasi pun harus beradaptasi demi merespons perubahan tersebut.
Birokrasi publik kita kehilangan ruang untuk berinovasi dan mengembangkan kreativitas juga karena kultur yang terbentuk dalam birokrasi adalah kultur yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang menghargai keajegan, rutinitas, dan kepastian (Dwiyanto dalam Purwanto, EA, 2019).
Fenomena tersebut kemudian memunculkan gagasan mengenai Agile Government, pemerintahan yang lincah, inovatif dan responsif serta sensitif terhadap perubahan.
Konsep Agile Government perlu didukung oleh kehadiran Agile Leadersip yang dianggap menjadi stimulus dan berperan penting dalam mendorong Agile Government (Morrison et al, 2019).
Pada akhirnya, Agile Government perlu direspon dengan formula Agile Bureaucracy agar pemerintah dapat secara cepat berubah menjadi lebih lincah, inovatif dan responsif sesuai tantangan dan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.
Memahami Agile Government
Agile Government diartikan sebagai kemampuan organisasi untuk merespon secara cepat perubahan yang tak terduga dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin berubah (Bradley et al., 2012).
Agile Government juga diartikan sebagai kemampuan organisasi untuk dapat melakukan efisiensi biaya, serta meningkatkan kecepatan dan ketepatan dalam mengeksploitasi peluang untuk menjadikan tindakan-tindakan inovatif dan kompetitif (Queiroz et al., 2018).
Di daerah, organisasi sektor publik yang gesit juga mendapat manfaat dari tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kepuasan karyawan yang lebih besar, dan umpan balik yang lebih baik dari warga.
Sebuah studi AT Kearney menemukan bahwa agensi sektor publik yang gesit melihat peningkatan 53 persen dalam produktivitas, peningkatan 38 persen dalam kepuasan karyawan dan peningkatan 31 persen dalam kepuasan pelanggan (Kearney, 2003).
Pada praktiknya, pemerintah yang lincah, gesit, dan responsive (Agile Government) menampilkan empat karakteristik, yaitu responsivitas, adaptasi strategis, berfokus pada hasil, dan memiliki manajemen antisipasi permasalahan masa depan.
Meskipun pada awalnya terminologi agile ini dipakai oleh pengembang software untuk merujuk pada metode dan praktik di bidang teknologi dan pelayanan digital yang lebih tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
Namun dalam perkembangannya logika agile juga diterapkan untuk meningkatkan struktur, proses, perilaku, dan budaya birokrasi publik (Cooke, 2012).
Mengapa dalam dua dekade terakhir ini banyak pemerintah di dunia mengadopsi paradigma agile ini?