Perilaku Konsumen
Pandemi, Perilaku Konsumen, dan Konsep Halalan thayyiban
Pandemi Covid19 telah berlangsung lebih dari satu tahun. Mewabahnya Virus tersebut diduga kuat berkembang dari pola konsumsi manusia yang "salah"
Atau menyebabkan hilangnya kewarasan akal manusia, termasuk dalam kategori makanan dan minuman yang tidak halal (haram) untuk dikonsumsi.
Makanan yang termasuk dalam kategori haram lainnya adalah makanan yang memiliki kriteria bertaring dan berkuku tajam, atau disebut hewan buas.
Hewan yang tidak termasuk jenis hewan yang haram dimakan dagingnya seperti disebutkan di atas, adalah halal selama kematiannya dilakukan dengan cara disembelih, dan penyembelihannya dilakukan dengan menyebut nama Allah.
Selain haram karena zatnya atau secara materi diharamkan menurut syariat seperti jenis-jenis yang disebutkan di atas, maka sesuatu makanan ataupun barang konsumsi lainnya bisa jadi diharamkan karena cara memperoleh, mengolah, ataupun cara memanfaatkannya yang kurang efisien atau tabdzir.
Manusia dapat meneruskan kelangsungan hidup dengan makanan dalam batasan yang ditentukan Allah SWT.
Makanan halal adalah makanan terbaik untuk manusia.
Benang merah dari bahasan mengenai perilaku konsumen dan konsep halalan thayyiban adalah bahwa konsep maslahah yang bertumpu pada kriteria pemenuhan kebutuhan (need fullfillment) lebih obyektif ketimbang konsep kepuasan (utility) yang menjadi pijakan kalangan konvensional.
Maslahah lebih obyktif karena didasarkan pada pertimbangan obyektifitas (kriteria tentang halal dan baik).
Sehingga, suatu benda ekonomi dapat diputuskan apakah memiliki kemaslahatan atau tidak secara konklusif dan mudah.
Sedangkan utilitas yang dianut pemikiran konvensional mendasarkan pada kriteria yang lebih subyektif, sehingga dapat berbeda antara satu konsumen dengan konsumen lain.
Maslahah individu relatif konsisten dengan maslahah sosial, tetapi utilitas individu sering kali bertolakbelakang dengan utilitas sosial.
Hal itu disebabkan karena dasar penentuannya yang lebih obyektif ketimbang yang kedua, sehingga mudah diperbandingkan, dianalisis dan disesuaikan antara individu dan sosial.
Misalnya, minuman keras memiliki utilitas bagi yang menyukainya secara individual, tetapi tidak memiliki utilitas secara komunal atau sosial.
Maslahah juga mendorong terpenuhinya kesejahteraan konsumen dan produsen.
Jika maslahah menjadi tujuan dari seluruh pelaku ekonomi (konsumen, produsen dan distributor), maka semua aktifitas ekonomi masyarakat baik konsumsi, produksi dan distribusi akan mencapati tujuan yang sama.