Islam, Penataan Ekonomi Rumah Tangga di Masa Pandemi Covid-19

Islam adalah sebuah agama, yang merupakan panduan moralitas bagi para pemeluknya.

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Islam, Penataan Ekonomi Rumah Tangga di Masa Pandemi Covid-19
ist
Dr. Maftukhatusolikhah, M.Ag

Sehingga misalnya semata berhemat dan memperhatikan atau me­ngamankan konsumsi individu dan rumahtangganya sendiri tanpa memperhatikan orang-orang ataupun masyarakat di sekitarnya, dapat dikatakan belum sesuai dengan nilai ajaran Is­lam.

Sehingga selama ia mampu dan ada kelebihan untuk berbagi, ia harus tetap men­ta­sha­ru­f­kan bagian dari hartanya untuk orang lain.

Tasharuf itu bisa dilakukan melalui akad ta­ba­ru’ (a­kad kebajikan) seperti kewajiban berzakat atau melaksankan ibadah sosial yang si­fatnya sun­nah dalam  infak dan Sodaqoh.

Selain itu seyogyanya dilakukan juga  maupun akad tijari (ko­­mersial) misalnya dengan membeli produk-produk orang lain, tetangga, ataupun industry rumah tangga, karena sejatinya itu akan menghidupkan ruda perekonomian dan akan men­ja­dikan perkembangan ekonomi masyarakat akan tetap tumbuh.

Secara ringkas terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam menata ekonomi rumah tangga masa pandemic dalam perspektif ekonomi Islam sebagai berikut:

1)Berupaya ber­daulat atas pangan atau mengembangkan ketahanan Pangan misalnya dengan bercocok ta­nam kebutuhan sehari-hari memanfaatkan lahan yang ada;

2) bagi rumah tangga yang mem­punyai usaha berupaya berdaulat atas usaha dengan cara mengurangi ketergantungan dari produk luar dan memanfaatkan produk yang ada di sekitar untuk bahan baku usaha kita dan meningkatkan inovasi pro­duk sesuai kondisi pandemic;

3) Meningkatkan Daya Beli  dengan cara Mengusahakan penam­bahan Penghasilan;

4) Mengembangkan Perilaku Konsumen yang lebih Islami dengan cara Hemat, Bersikap Pertengahan dalam Pembelanjaan;

5) Mengatur Ulang Prioritas dalam pengertian berupaya Se­imbang Antara Pendapatan dan Pengeluaran yang Bermanfaat;

6) Bersinergi dalam menanggulangi permasalahan ekonomi dengan Memanfaatkan kelembagaan baik informal seperti komunitas ling­kungan, majlis taklim, arisan ataupun lembaga ekonomi formal seperti BMT, Pegadaian, dll.;

7) bagi yang mampu tetap melaksanakan ibadah social  baik yang sifatnya wajib seperti zakat, maupun ibadah sunnah seperti infak dan sodaqoh.

Pandemi Covid-19 yang berkontribusi besar terhadap perubahan di banyak aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi, sesungguhnya sangat mungkin diatasi dengan mengedepankan soli­da­ri­tas, konsolidasi dan kolaborasi yang berbasis dari ajaran Islam.

Dalam konteks rumah tangga yang dalam system ekonomi bisa berperan sebagai konsumen maupun produsen,prioritas kon­sumsi dan pembelanjaannya, harus dipahami terkait dengan prioritas hak-hak yaitu hak terhadap diri (keluarga), Allah (agama), orang lain.

 Oleh karena itu jika pembelanjaan kita telah sesuai dengan aturan-aturan Islam memajukan usaha kita serta melipatgandakan, maka sesuai janji-Nya, Allah akan pahala dan berkah-Nya.

Bahkan Allah akan memberikan kelebihan hasil usaha agar kita dapat menyimpan dan mena­bung­nya untuk menjaga datangnya hal-hal yang tidak terduga atau untuk menjaga kelangsungan hi­dup generasi yang akan datang.

Beberapa dalil yang mendukungnya antara lain: “Dan orang-o­­rang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) k­i­kir, dan adalah  pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqon :67)

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu ter­lalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isra:29) 

“dan ja­nganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pem­­bo­ros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabb­nya.” (QS. Al-Isra’: 26-27);

Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Allah akan mem­be­ri­kan rah­mat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan dengan per­te­ngahan dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga pada hari ia miskin dan mem­bu­tuh­kan­nya.­” ­(HR­. Ahmad).

“Tidak akan miskin orang yang bersikap pertengahan dalam penge­lu­ar­an.”­ (HR. Ah­mad).

Dengan kata lain, mengacu pada konsep perkembangan atau pembangunan ekonomi islami , menuntut struktur ekonomi yang saling menguatkan mulai dari level rumah tangga sebagai unit terkecil, masyarakat lokal, nasional hingga global.

Misalnya, gerakan lumbung pangan yg men­jadi salah satu tiang ketahanan ekonomi yang dikembangkan baik oleh masing-masing rumah tang­ga maupun oleh komunitas masyarakat merupakan contoh kearifan lokal yg sangat perlu terus dilestarikan.

Sekalipun tidak lagi dalam masa-masa krisis.

                                                                                             

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved