Islam, Penataan Ekonomi Rumah Tangga di Masa Pandemi Covid-19
Islam adalah sebuah agama, yang merupakan panduan moralitas bagi para pemeluknya.
Sehingga misalnya semata berhemat dan memperhatikan atau mengamankan konsumsi individu dan rumahtangganya sendiri tanpa memperhatikan orang-orang ataupun masyarakat di sekitarnya, dapat dikatakan belum sesuai dengan nilai ajaran Islam.
Sehingga selama ia mampu dan ada kelebihan untuk berbagi, ia harus tetap mentasharufkan bagian dari hartanya untuk orang lain.
Tasharuf itu bisa dilakukan melalui akad tabaru’ (akad kebajikan) seperti kewajiban berzakat atau melaksankan ibadah sosial yang sifatnya sunnah dalam infak dan Sodaqoh.
Selain itu seyogyanya dilakukan juga maupun akad tijari (komersial) misalnya dengan membeli produk-produk orang lain, tetangga, ataupun industry rumah tangga, karena sejatinya itu akan menghidupkan ruda perekonomian dan akan menjadikan perkembangan ekonomi masyarakat akan tetap tumbuh.
Secara ringkas terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam menata ekonomi rumah tangga masa pandemic dalam perspektif ekonomi Islam sebagai berikut:
1)Berupaya berdaulat atas pangan atau mengembangkan ketahanan Pangan misalnya dengan bercocok tanam kebutuhan sehari-hari memanfaatkan lahan yang ada;
2) bagi rumah tangga yang mempunyai usaha berupaya berdaulat atas usaha dengan cara mengurangi ketergantungan dari produk luar dan memanfaatkan produk yang ada di sekitar untuk bahan baku usaha kita dan meningkatkan inovasi produk sesuai kondisi pandemic;
3) Meningkatkan Daya Beli dengan cara Mengusahakan penambahan Penghasilan;
4) Mengembangkan Perilaku Konsumen yang lebih Islami dengan cara Hemat, Bersikap Pertengahan dalam Pembelanjaan;
5) Mengatur Ulang Prioritas dalam pengertian berupaya Seimbang Antara Pendapatan dan Pengeluaran yang Bermanfaat;
6) Bersinergi dalam menanggulangi permasalahan ekonomi dengan Memanfaatkan kelembagaan baik informal seperti komunitas lingkungan, majlis taklim, arisan ataupun lembaga ekonomi formal seperti BMT, Pegadaian, dll.;
7) bagi yang mampu tetap melaksanakan ibadah social baik yang sifatnya wajib seperti zakat, maupun ibadah sunnah seperti infak dan sodaqoh.
Pandemi Covid-19 yang berkontribusi besar terhadap perubahan di banyak aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi, sesungguhnya sangat mungkin diatasi dengan mengedepankan solidaritas, konsolidasi dan kolaborasi yang berbasis dari ajaran Islam.
Dalam konteks rumah tangga yang dalam system ekonomi bisa berperan sebagai konsumen maupun produsen,prioritas konsumsi dan pembelanjaannya, harus dipahami terkait dengan prioritas hak-hak yaitu hak terhadap diri (keluarga), Allah (agama), orang lain.
Oleh karena itu jika pembelanjaan kita telah sesuai dengan aturan-aturan Islam memajukan usaha kita serta melipatgandakan, maka sesuai janji-Nya, Allah akan pahala dan berkah-Nya.
Bahkan Allah akan memberikan kelebihan hasil usaha agar kita dapat menyimpan dan menabungnya untuk menjaga datangnya hal-hal yang tidak terduga atau untuk menjaga kelangsungan hidup generasi yang akan datang.
Beberapa dalil yang mendukungnya antara lain: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqon :67)
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isra:29)
“dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (QS. Al-Isra’: 26-27);
Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan dengan pertengahan dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga pada hari ia miskin dan membutuhkannya.” (HR. Ahmad).
“Tidak akan miskin orang yang bersikap pertengahan dalam pengeluaran.” (HR. Ahmad).
Dengan kata lain, mengacu pada konsep perkembangan atau pembangunan ekonomi islami , menuntut struktur ekonomi yang saling menguatkan mulai dari level rumah tangga sebagai unit terkecil, masyarakat lokal, nasional hingga global.
Misalnya, gerakan lumbung pangan yg menjadi salah satu tiang ketahanan ekonomi yang dikembangkan baik oleh masing-masing rumah tangga maupun oleh komunitas masyarakat merupakan contoh kearifan lokal yg sangat perlu terus dilestarikan.
Sekalipun tidak lagi dalam masa-masa krisis.