Islam, Penataan Ekonomi Rumah Tangga di Masa Pandemi Covid-19
Islam adalah sebuah agama, yang merupakan panduan moralitas bagi para pemeluknya.
Oleh: Dr. Maftukhatusolikhah, M.Ag
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Fatah Palembang
Islam adalah sebuah agama, yang merupakan panduan moralitas bagi para pemeluknya.
Dalam konsep ekonomi Islam, Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia.
Perilaku yang ditetapkan dalam Hukum Allah (Syari’ah) harus diawasi oleh masyarakat secara keseluruhan, dalam pengertian perangkat perintah dan aturan sosial, politik, agama, moral dan hukum yang mengikat masyarakat harus berdasarkan aturan Islam..
Lembaga-lembaga sosial disusun sedemikian rupa untuk mengarahkan individu-individu sehingga mereka secara baik melaksanakan aturan-aturan ini dan mengontrol serta mengawasinya.
Berlakunya aturan-aturan ini membentuk lingkungan di mana para individu melakukan kegiatan ekonomik mereka.
Aturan-aturan itu sendiri bersumber pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan), kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia.
Dengan demikian, sebagai seorang Muslim, dalam mengambil keputusan ekonomi di tingkat individu, tidak dapat terlepas dari aturan moral atau etika yang didasarkan pada Al-Qur’an dan al-Hadis yang merupakan sumber utama ajaran Islam.
Dalam konteks sekarang, menyikapi Wabah Covid-19 yang hadir di era disrupsi ini, seorang muslim dituntut untuk memiliki kemampuan dan kecerdasan untuk tetap menjaga akal sehat dan ketahanan dalam kerangka ajaran Islam.
Walaupun Kita dihadapkan dengan banyaknya kontradiksi dan ketidakpastian, adanya mobilisasi informasi yang sangat tinggi, standar gaya hidup baru yang cepat berganti sesuai dengan rekayasa pasar, dan jutaan pekerjaan yang digantikan oleh mesin teknologi serta dibekukan oleh penerapan social distancing, namun kembali kepada pandangan-pandangan Islam merupakan suatu keniscayaan.
Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Pembangunan Ekonomi
Akibat Pandemi pembangunan dan Gerak roda ekonomi yang sehari-hari dijalankan seolah macet, sehingga Semua lapisan terdampak meski dengan tingkat berbeda.
Tak pelak, rumah tangga, perempuan & anak , kalangan menengah ke bawah merupakan beberapa pihak yang terdampak lebih dalam.
Kesadaran akan perlunya kebijakan pembangunan yang berkelanjutan sebenarnya telah digagas para pemimpin dunia dalam United nations Sustainable development Summit di New York pada 25-27 September 2015.
Kesepakatan ini mencakup peletakan 17 pilar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dalam rangka mengakhiri kemiskinan dan ketidakadilan, dan menangani perubahan iklim pada tahun 2030.
Namun awal 2020 sekarang, pembangunan telah mengalami perlambatan bahkan seolah-olah berhenti.
Beberapa negara memberlakukan Lock Down yang berarti menghentikan secara total aktivitas penduduknya, menyetop perpindahan, menghentikan pabrik-pabrik, menutup kantor, menutup sekolah dan perguruan tinggi untuk mencegah penyebaran virus yang dikenal sebagai Corona Virus Diseas 19 (Covid 19) yang menjadi pandemi sejak kasus pertamanya terungkap di Wuhan China akhir 2019 lalu dan terus menyebar ke berbagai negara.
Salah satu fase kelam dalam sejarah manusia seolah terulang kembali.
Ketika pembangunan terhambat, tentu saja menyebabkan penacapaian tujuan pembangunan juga akan terhambat.
Kenyataannya, selain berdampak pada kesehatan, pandemic Covid 19 memberikan dampak serius pada bidang kehidupan lainnya, baik ekonomi, social, maupun keagamaan.
Dampak pandemi COVID-19 pada kegiatan ekonomi diperkirakan berlangsung cukup lama.
Dana Moneter Internasional (IMF) telah memprediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020 akan turun.
Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dengan kata lain krisis kesehatan Pandemi COVID-19 dan krisis ekonomi yang terkait menimbulkan tantangan besar.
Kedua krisis itu bersifat global, tetapi dampaknya sangat lokal dan perlu penanganan dengan menggali banyak perspektif untuk melakukannya, sehingga pembangunan dan perkembangan ekonomi masyarakat dapat tetap berlangsung dalam kondisi yang ada.
Rumah Tangga dan Perkembangan Ekonomi Masyarakat dalam Islam
Tidak dapat dipungkiri bahwa Kesejahteraan (ekonomi) merupakan satu dari sekian indicator kehidupan yang baik di dunia, yang hakikatnya (dunia) merupakan perantara atau tempat mempersiapkan kehidupan di akhirat kelak.
Oleh karena itu, dalam konteks Islam, perkembangan dan pembangunan ekonomi masyarakat selalu mencakup dua dimensi ini yaitu duniawi dan ukhrowi.
Dalam sejarahnya, perkembangan ekonomi masyarakat diklasifikasikan ke dalam berbagai tahapan.
Diawali dari tahapan ekonomi sederhana yaitu ekonomi subsisten ketika manusia memenuhi kebutuhan ekonominya secara sederhana dan mandiri.
Dalam perkembangan masyarakat selanjutnya, menunjukkan bahwa ada perbedaan kapasitas umat manusia, sehingga menuntut adanya kerjasama dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Kerjasama tersebut dimulai antara anggota keluarga (di dalam rumah tangga),antara tetangga dan masyarakat di sekitar lingkungannya, misalnya untuk mengatasi musibah atau memberikan sumbangan terhadap fakir miskin di antara mereka.
Manusia mempunyai persoalan yang sama, yaitu mereka memerlukan bantuan dalam menghadapi dan menyelesaikan tuntutan kehidupannya, sehingga mereka perlu membangun rasa persahabatan di antara mereka dan melestarikannya.
Oleh karena itu sikap saling membantu dan menolong orang yang membutuhkan akan menjadi kebiasaan.
Dalam konteks ini , dikenal tahapan ekonomi yang sudah mengenal pembagian kerja, tahapan ekonomi masyarakat kota yang relative maju, hingga terus berkembang menjadi perokonomian global saat ini.
Dari gambaran perkembangan masyarakat di atas, dapat dikatakan bahwa Rumah tangga/keluarga merupakan tonggak dari berkembangnya peradaban.
Oleh karena itu Mengikuti tahapan-tahapan perkembangan masyarakat, pada dasarnya Kita dapat membangun kembali peradaban yang luhur, dimulai dari perbaikan melalui kerjasama pada unit yang lebih kecil (Keluarga/rumah tangga), antar anggota masyarakat, terus meningkat sampai ke tatanan yang lebih luas.
Karena dalam konteks Pasar, rumah tangga bisa berperan sebagai produsen mapun konsumen, maka memperbaiki ekonomi rumah tangga sebenarnya merupakan upaya penguatan Ekonomi Mikro sekaligus akan mengarah ke penguatan ekonomi Makro.
Penataan Ekonomi Rumah Tangga Islami Pasca Pandemi
Saat ini setiap kita mengemban tugas penting untuk mempersiaokan melanjutkan peradaban dan membangun generasi yang kuat pasca Pandemi.
Namun akibat pandemic sektor ekonomi rumah tangga banyak yang megalami kemerosotan cukup drastis.
Dimana semua perkiraan-perkiraan yang telah di rencanakan pupus begitu saja karena adanya pandemi Covid-19 ini. Banyak kegiatan-kegiatan yang gagal diselesaikan.
Dalam mengambil keputusan ekonomi di tingkat individu maupun rumah tangga, manusia tidak boleh terlepas dari aturan moral atau etika yang didasarkan pada system yang dikembangkan dari ajaran Al-Qur’an dan al-Hadis.
Dalam konteks ini harus memperhatikan berbagai bentuk kemaslahatan, baik kemaslahatan duniawi dan kemaslahatan ukhrowi, ataupun kemaslahatan individu maupun kemaslahatan social.
Sehingga misalnya semata berhemat dan memperhatikan atau mengamankan konsumsi individu dan rumahtangganya sendiri tanpa memperhatikan orang-orang ataupun masyarakat di sekitarnya, dapat dikatakan belum sesuai dengan nilai ajaran Islam.
Sehingga selama ia mampu dan ada kelebihan untuk berbagi, ia harus tetap mentasharufkan bagian dari hartanya untuk orang lain.
Tasharuf itu bisa dilakukan melalui akad tabaru’ (akad kebajikan) seperti kewajiban berzakat atau melaksankan ibadah sosial yang sifatnya sunnah dalam infak dan Sodaqoh.
Selain itu seyogyanya dilakukan juga maupun akad tijari (komersial) misalnya dengan membeli produk-produk orang lain, tetangga, ataupun industry rumah tangga, karena sejatinya itu akan menghidupkan ruda perekonomian dan akan menjadikan perkembangan ekonomi masyarakat akan tetap tumbuh.
Secara ringkas terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam menata ekonomi rumah tangga masa pandemic dalam perspektif ekonomi Islam sebagai berikut:
1)Berupaya berdaulat atas pangan atau mengembangkan ketahanan Pangan misalnya dengan bercocok tanam kebutuhan sehari-hari memanfaatkan lahan yang ada;
2) bagi rumah tangga yang mempunyai usaha berupaya berdaulat atas usaha dengan cara mengurangi ketergantungan dari produk luar dan memanfaatkan produk yang ada di sekitar untuk bahan baku usaha kita dan meningkatkan inovasi produk sesuai kondisi pandemic;
3) Meningkatkan Daya Beli dengan cara Mengusahakan penambahan Penghasilan;
4) Mengembangkan Perilaku Konsumen yang lebih Islami dengan cara Hemat, Bersikap Pertengahan dalam Pembelanjaan;
5) Mengatur Ulang Prioritas dalam pengertian berupaya Seimbang Antara Pendapatan dan Pengeluaran yang Bermanfaat;
6) Bersinergi dalam menanggulangi permasalahan ekonomi dengan Memanfaatkan kelembagaan baik informal seperti komunitas lingkungan, majlis taklim, arisan ataupun lembaga ekonomi formal seperti BMT, Pegadaian, dll.;
7) bagi yang mampu tetap melaksanakan ibadah social baik yang sifatnya wajib seperti zakat, maupun ibadah sunnah seperti infak dan sodaqoh.
Pandemi Covid-19 yang berkontribusi besar terhadap perubahan di banyak aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi, sesungguhnya sangat mungkin diatasi dengan mengedepankan solidaritas, konsolidasi dan kolaborasi yang berbasis dari ajaran Islam.
Dalam konteks rumah tangga yang dalam system ekonomi bisa berperan sebagai konsumen maupun produsen,prioritas konsumsi dan pembelanjaannya, harus dipahami terkait dengan prioritas hak-hak yaitu hak terhadap diri (keluarga), Allah (agama), orang lain.
Oleh karena itu jika pembelanjaan kita telah sesuai dengan aturan-aturan Islam memajukan usaha kita serta melipatgandakan, maka sesuai janji-Nya, Allah akan pahala dan berkah-Nya.
Bahkan Allah akan memberikan kelebihan hasil usaha agar kita dapat menyimpan dan menabungnya untuk menjaga datangnya hal-hal yang tidak terduga atau untuk menjaga kelangsungan hidup generasi yang akan datang.
Beberapa dalil yang mendukungnya antara lain: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqon :67)
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isra:29)
“dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (QS. Al-Isra’: 26-27);
Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan dengan pertengahan dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga pada hari ia miskin dan membutuhkannya.” (HR. Ahmad).
“Tidak akan miskin orang yang bersikap pertengahan dalam pengeluaran.” (HR. Ahmad).
Dengan kata lain, mengacu pada konsep perkembangan atau pembangunan ekonomi islami , menuntut struktur ekonomi yang saling menguatkan mulai dari level rumah tangga sebagai unit terkecil, masyarakat lokal, nasional hingga global.
Misalnya, gerakan lumbung pangan yg menjadi salah satu tiang ketahanan ekonomi yang dikembangkan baik oleh masing-masing rumah tangga maupun oleh komunitas masyarakat merupakan contoh kearifan lokal yg sangat perlu terus dilestarikan.
Sekalipun tidak lagi dalam masa-masa krisis.