Di Desa Tunggul Tue Lahat, Sekedar untuk Menelepon Saja Susah, Pelajar: Apa Itu Internet, Kak?

Kebijakan sekolah online atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) tampak dirasa sangat tidak adil bagi siswa siswi yang ada di Desa Tunggul Bute

Penulis: Ehdi Amin | Editor: Refly Permana
sripoku.com/ehdi
Siswa SD 11 Tunggul Bute Kota Agung saat mengikuti proses belajar. 

"Gak bisa dipaksakan juga pendidikan hatus PJJ. Nah, kami selaku orangtua bersyukur tanpa adanya jaringan internet para guru siswa bersedia jemput bola dengan mendatangi siswa dan menerapkan pola pembelajaran terbatas di sekolah dengan mengedepankan protokol kesehatan," ucapnya.

Penjual Tanaman Hias di Palembang Ketiban Rejeki di Tengah Pandemi Corona, Anggrek Paling Diminati

Bukan hanya siswa dan para orangtua, guru guru di SD 11 Desa Tunggul Bute dibuat 'Pusing tujuh keliling' dengan adanya penerapan PPJ ini lantaran tidak adanya jaringan internet.

"Desa Tunggul Bute ini berada di atas bukit dan dulu pernah disebut desa diatas awan.

Desa ini masih dikelingi hutan dan perkebunan. Jangankan internet, kita sebagai guru saja kesulitan jika ingin berkomunikasi lewat HP," ungkap Andi Irawan, SPd selaku kepala Sekolah SD 11 Tunggul Bute, Kota Agung, Lahat.

Sejak adanya kebijakan belajar PJJ internet lantaran pandemi Covid-19, dilanjutkan Andi, awalnya ia bersama guru-guru kebingungan bagaimana menyikapi hal tersebut.

Terlebih, para siswa terancam tidak bisa sekolah dan belajar sama sekali selama Covid-19 masih ada.

Akhirnya, bersam guru dibuatla sistem PJJ manual dimana guru yang datang ke rumah siswa atau dengan sistem jemput bola sehingga tidak terjadi kerumunan.

Mantan Foto dengan Wanita Lain, Ayu Ting Ting Komentari Shaheer Sheikh, Tingkah Ibu Bilqis Disorot

Namun, disayangkan Andi, siswa siswinya yang berjumlah 90 orang ditambah jarak rumah siswa yang saling berjauhan membuat tidak efektif sehingga sistem tersebut tidak bisa dilakukan oleh sekolah.

"Awalnya demi anak didik belajar dan dapat pengarahan dari guru, guru mendatangi siswa.

Namun, disini banyak siswa yang tinggal diperkebunan atau saling berjauhan jadi tak maksimal,"tuturnya.

Saat ini, kata dia agar siswa tetap belajar diterapkan sistem datang ke sekolah. Namun, dalam satu kelas dibagi dua.

Misalnya dalam satu kelas ada 20 siswa perhari hanya 10 siswa.

Dalam satu minggu, siswa hanya dibebankan datang ke sekolah selama dua hari secara bergantian. Kedatangan siswa juga, jelas Andi, hanya untuk menjemput tugas dan mendengar penjelasan daru para guru.

Selebihnya, tugas sekolah di kerjakan di rumah masing masing.

"Kalau sial PPJ masalahnya ada di jaringan. Jadi selama jaringan tidak ada maka tidak akan pernah bisa siswa kami bisa mengikuti PPJ. Harapan kita ya pemerintah bisa memasukkan jaringan ke desa ini, " harapnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved