Harta Yani Dilelang Jika tak Mampu Bayar Uang Pengganti Rp 2,1 M

Atas perbuatannya, mantan anggota DPRD Sumsel tersebut divonis hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Editor: Soegeng Haryadi
SRIPOKU.COM/BAYAZIR Al RAYHAN
Sidang Vonis Bupati Muara Enim Nonaktif, Ahmad Yani yang digelar secara teleconference di oleh pengadilan tipikor Palembang, Selasa (5/5/2020) 

PALEMBANG, SRIPO -- Bupati Muara Enim non aktif Ahmad Yani divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (5/5/2020). Ia terbukti bersalah melanggar ketentuan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 12 a UU tipikor jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Atas perbuatannya, mantan anggota DPRD Sumsel tersebut divonis hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp.200 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Selain itu menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp.2,1 miliar yang apabila tidak dibayar selama 1 bulan, maka harta benda terdakwa akan dilelang. Dan apabila tidak mencukupi, maka digantikan dengan 8 bulan penjara," ujar ketua majelis hakim Erma Suharti.

Klaim Jadi Korban Pembunuhan Karakter, Ahmad Yani Berharap Dibebaskan dari Dakwaan

Bacakan Pembelaan, Ahmad Yani Kekeh Nyatakan tidak Bersalah, Sampai Ucapkan DEMI ALLAH!

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yang pada sidang beberapa waktu lalu menuntut Ahmad Yani agar mendapat hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp.300 juta subsider 6 bulan kurungan.

JPU KPK juga menuntut agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp.3,1 miliar subsider 1 tahun penjara.

Selain itu dalam pertimbangannya, majelis hakim juga menolak tuntutan JPU KPK yang menuntut agar hak politik Ahmad Yani dicabut.

Sebagaimana pada sidang beberapa waktu lalu, JPU KPK menuntut agar hak politik Ahmad Yani dicabut selama 5 tahun terhitung sejak ia dibebaskan dari penjara.

"Hal-hal memberatkan yakni bahwa terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi serta sebagai seorang bupati seharusnya menjaga kepercayaan warganya. Sedangkan hal yang meringankan yakni terdakwa sebagai kepala keluarga yang mempunyai tanggungan keluarga," ujar hakim.

Menanggapi putusan hakim, kuasa hukum Ahmad Yani, Maqdir Ismail mengatakan pihaknya masih pikir-pikir atas putusan tersebut.

Namun dalam kesempatan itu, Maqdir juga menyampaikan beberapa poin dalam putusan yang dinilainya mengecewakan. Diantaranya terkait mobil Lexus yang dalam catatan Pemda kabupaten Muara Enim merupakan pinjaman. Namun dari putusan majelis hakim tidak ada catatannya.

"Sebenarnya kami juga tidak ingin memperpanjang, termasuk soal 35 ribu USD. Karena memang tidak pernah ada. Dan seharusnya pihak penyidik dan penuntut juga memanggil Erlan dan ajudan kapolda. Tapi hingga detik ini, hal itu tidak pernah dilakukan," ujarnya.

Maqdir juga menilai bahwa selama persidangan seolah semua kebenaran berada di pihak A. Elfin MZ Muchtar yang merupakan PPK proyek yang juga ditetapkan sebagai terdakwa dalam perkara ini.

"Menurut kami tidak adil. Karena itu nanti akan kami bicarakan bagaimana sikap kami dalam menyikapi putusan ini," ujarnya.

Ahmad Yani ditangkap KPK atas dugaan kasus suap di Dinas PUPR Muara Enim pada 2 September 2019 lalu.

Tepatnya pada proyek Dana Aspirasi DPRD Kabupaten Muara Enim pada proyek APBD Murni TA 2019 di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim senilai Rp.130 miliar.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved