Antisipasi Banjir
Antisipasi Banjir Palembang yang Berpotensi Mirip Jakarta
Sebagaimana diberitakan secara meluas oleh media massa termasuk harian ini, banjir di Jabodetabek 1 Januari 2020 lalu sangat ekstrim.
Diperkirakan sepertiga wilayah kota Palembang yang berpenduduk hampir 2 juta jiwa mengalami dampak negatif akibat genangan tersebut.
Dengan genangan yang lama dan luas tersebut korban kerusakan harta benda berupa perabot rumah dan lantai rumah terjadi kerusakan yang parah.
Kerusakan lantai rumah, kerusakan jalan dan rusaknya imej perumahan menyebabkan turunnya harga properti di suatu kawasan perumahan yang mengalami banjir terparah.
Lebih celaka lagi akibat sering kebanjiran banyak rumah yang ditinggal kosong oleh pemiliknya.
Perbedaan antara Palembang dan Jakarta
Meskipun terdapat banyak persamaan antara Palembang dan Jakarta tetapi ada perbedaan yang bisa menyebabkan berbedanya magnitude dan sifat banjir yang terjadi pada kedua kota tersebut.
Pertama, sungai-sungai di Jakarta mempunyai luas DAS lebih kecil dibanding DAS sungai-sungai di Palembang.
Kedua, Palembang jaraknya relatif jauh ke pantai dibanding Jakarta.
Palembang berjarak 90 km dari selat Bangka, sementara Jakarta tanpa ada jarak dengan laut Jawa.
Ketiga, hulu sungai sungai Jakarta sudah mempunyai peresapan yang sangat rendah dibanding hulu sungai sungai di Palembang.
Meskipun ada perbedaan antara Palembang dan Jakarta namun karena berita banjir Jakarta terpublikasi dengan rinci di media massa dan media sosial maka ketakutan akan terjadinya banjir yang sama di Jakarta mau tidak mau akan menghantui masyarakat Palembang.
Penulis sering menyimak pembicaraan antara anggota masyarakat di banyak tempat tentang banjir Jakarta.
Yang terbaru adalah pada waktu penulis menjadi Khotib di sebuah mesjid di kota Palembang dan di kerumunan warga sewaktu kumpul di rumah-rumah makan.
Pembicaraan mereka terfokus kepada kejadian banjir di Jakarta yang sangat ekstrim itu. Menurut mereka penyebab banjir yang ekstrim itu tidak lain adalah karena banyaknya beroperasi pusat kemaksiatan berupa cafe karaoke, pijat urut, warung remang-remang dan lain sebagainya.
Secara khusus Rahim (2020) di blog Kompasiana pada tulisan yang berjudul "Tidak Aneh Jika Jakarta Selalu Banjir" mengungkapkan bahwa banjir itu juga disebabkan oleh faktor yang non ilmiah.
