RAPB Sumsel 2020 Molor

Lewat 4 Desember RAPBD 2020 belum Diajukan, 16 Provinsi Ini Dianggap 'tak Normal', Sumsel Ada

Masih ada 16 provinsi yang belum menyerahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau RAPBD ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Editor: Refly Permana
sripoku.com/rahmaliyah
Rapat Banggar DPRD Provinsi Sumsel membahas APBD 2020 Sumsel yang tertunda Sabtu (30/11/2019). 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Masih ada 16 provinsi yang belum menyerahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau RAPBD ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Padahal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah rancangan tersebut harusnya diserahkan paling lambat 30 November 2019. Dan, salah satunya adalah provinsi Sumsel.

Pasal 312 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan, kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama RAPBD paling lambat satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun.

Selanjutnya, Ayat 2 menyatakan bahwa DPRD dan kepala daerah yang tidak menyetujui bersama rancangan Peraturan Daerah tentang APBD sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun sebagaimana dijelaskan ayat 1 dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama enam bulan.

Selain Sekda Absen, RAPBD Sumsel 2020 Molor Ada Kaitan dengan Pelantikan Pimpinan DPRD Sumsel

Daerah yang belum menyerahkan rancangan APBD itu di antaranya Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tengah.

“Sanksi belum diberikan karena Pasal 314 Ayat 1 UU 23/2014 juga mengatur bahwa penyerahan ke kementerian masih diberi waktu selama tiga hari kerja setelah persetujuan bersama antara kepala daerah dan DPRD.

Artinya masih ada waktu hingga Rabu, 4 Desember,” kata Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Kemendagri Arsan Latif, saat ditemui Kompas, akhir pekan lalu.

Jika tenggat 4 Desember itu lewat, katanya, pemerintah provinsi (pemprov) masih mendapat kelonggaran jika mengacu ke Pasal 91 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dia menyatakan pasal ini digunakan untuk situasi “tak normal”.

Respon Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati Pasca RAPBD Sumsel 2020 Molor

Situasi tak normal itu, lanjutnya, ketika kepala daerah tak mencapai kata sepakat dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) ke DPR, sehingga berdampak pada lamanya penyusunan Perda RAPBD.

Pasal 91 mengatur bahwa kepala daerah mendapat waktu enam minggu untuk menyampaikan Perda APBD ke DPR yang disusun kepala daerah berdasarkan KUA-PPAS.

“Jadi, pembahasan APBD itu tidak boleh terhenti, katanya. Dengan skema ini, pemprov mendapat toleransi beberapa hari setelah batas maksimal 4 Desember,” katanya.

Dalam situasi normal, pembahasan KUA-PPAS itu di minggu kedua bulan Juli, disepakati paling lambat Minggu II Agustus.

BREAKING NEWS: Deadline RAPBD 2020 Sumsel tanpa Dihadiri Sekda Sekaligus Ketua TPAD Nasrun Umar

Kemudian dilanjutkan dengan surat edaran dari kepala daerah terkait pedoman penyusunan Rencana Kerja Anggaran dan penyusunan Perda APBD.

Perda itu harus diserahkan pemprov ke DPRD paling lambat minggu II September. Kemudian proses persetujuan antara kedua pihak berlangsung selama 60 hari kerja atau satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran (30 November).

“Kita buka ruang kepala daerah untuk terlambat. Boleh, tetapi keterlambatan itu tetap harus dibatasi, “ katanya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved