RAPBD Sumsel 2020 Molor
Selain Sekda Absen, RAPBD Sumsel 2020 Molor Ada Kaitan dengan Pelantikan Pimpinan DPRD Sumsel
"Sebenarnya, ini karena masalah waktu saja. Sebab pimpinan DPRD Sumsel dan AKD yangbada baru dilantik pada pertengahan Oktober..."
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Draf rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Selatan tahun 2020 terancam molor untuk diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri. Pasalnya hingga hari ini, Sabtu (30/11/2019) yang harusnya menjadi batas akhir pembahasan dan sudah harus dilakukan pengesahan APBD tahun 2020.
Namun sayangnya, Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Selatan yang juga Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Sumsel, Nasrun Umar, absen dikarenakan sakit.
Dikutip dari harian umum Sriwijaya Post edisi 28 November 2019, DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mengaku, penetapan KUA/PPS anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Sumsel tahun 2020, molor dari waktu yang ditetapkan. Meskipun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah memberi tenggat waktu penyusunan APBD tahun 2020 hingga 30 November.
Sejumlah anggota banggar DPRD Sumsel sendiri mengaku, molornya jadwal pemgesahan APBD tersebut lebih dikarenakan waktu pembahasan yang mepet, meskipun begitu mereka tak menampik jika rekan-rekannya selaku wakil rakyat mengusulkan tunjangan yang ada untuk dinaikkan.
• Respon Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati Pasca RAPBD Sumsel 2020 Molor
"Sebenarnya, ini karena masalah waktu saja. Sebab pimpinan DPRD Sumsel dan AKD yangbada baru dilantik pada pertengahan Oktober, sehingga waktu pembahasannya sangat sedikit," kata salah satu pimpinan Banggar DPRD Sumsel yang namanya enggan disebutkan.
Dijelaskannya, sejumlah anggota dewan Sumsel memang mengusulkan pokok pikiran dan juga kenaikan tunjangan yang ada, karena tunjangan yang ada dirasa perlu dinaikan. Seperti tunjangan perumahan, transportasi dan sebagainya.
"Tapi saya rasa, usulan itu masih standarlah, dan tidak sampai naik dua kali lipat. Mengingat besaran tunjangan yang ada berdasarkan aturan lima tahunan, sehingga perlu direvisi," ucapnya.
Selain itu, dengan sejumlah anggota banggar yang merupakan baru, jadi pembahasannya sedikit panjang, berbeda jika para anggota banggar anggota lama yang sudah tahu pos- pos untuk anggaran nanti.
"Kalau pembahasan APBD 2018 dan 2019 saya rasa, hanya mengalir saja dan meneruskan yang ada, sehingga tidak berlarut- larut," ucapnya.
Hal senada diungkapkan anggota Banggar DPRD Sumsel yang merupakan partai pendukung Herman Deru- Mawardi Yahya pada Pilgub Sumsel 2018 lalu, jika memang sempat ada tarik menarik soal alokasi anggaran pada APBD 2020.
• Rapat RAPBD Sumsel 2020 Terancam Molor Lantaran Sekda Sumsel Sakit, Sengaja Menunda?
"Saya rasa lebih karena waktu proses pembahasannya saja yang mepet, dan tetap dibahas bersama. Jika dikatakan molor, dipastikan tidak tepat waktu dari batas yang ditentukan (30 November). Namun, semua masih dicari fomatur dan solusinya, agar tidak ada masalah kedepan," tuturnya.
Dilanjutkan pria yang baru pertama kali duduk di DPRD Sumsel ini, jika beberapa tunjangan memang sempat diusulkan dalam pembahasan itu untuk dinaikkan, dan hal itu wajar. Termasuk rencana pemotongan SPJ (uang saku) dan biaya reses yang perlu penyesuain saat ini.
"Memang pihak eksekutif hendak memotong uang saku perjalan dinas para anggota dewan, yang disamakan dengan ASN eselon 2 (dari Rp 4 juta per hari menjadi Rp 1,5 Juta) tetapi itu batal, dan tetap Rp 4 juta," terangnya.
Sedangkan untuk rencana menaikkan pendapatan atau tambahan dan kenaikan tunjangan anggota dan pimpinan DPRD Sumsel, ia mencatat kisarannya tidak terlalu besar, jika total keseluruhan sekitar Rp 9 jutaan.
"Semua tunjangan yang ada kita usulkan ada kenaikan, termasuk dua usulan tunjangan baru, tapi jika ditotal tidak besar juga, dan tidak ada upaya legislatif maupun eksekutif melakukan penghambatan pembahasan APBD, sebab rakyat yang akan dirugikan," tandasnya, hal ini termasuk kenaikan dana reses yang direncanakan mengalami kenaikan hingga Rp 15 juta.