Human Interest Story

Dianogsis Dokter Anak RS Ar Rasyid, Elsa Terkena Radang Selaput Otak

Pemicunya itu bisa dari batuk pilek, faktor lingkungan, faktor orang terdekat dan juga dari infeksi saluran pernafasan.

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Soegeng Haryadi
TRIBUN SUMSEL/ARDIANSYAH
Keluarga dari bayi Elsa Fitaloka yang awalnya diduga meninggal karena terpapar kabut asap. Namun diagnosa dokter menyebutkan karena radang selaput otak. 

Pihak keluarga yang sudah berusaha, akhirnya hanya bisa pasrah dan memutuskan membawa jenazah Elsa ke rumah duka untuk disemayamkan.

Menurut Ngadirun, dari penjelasan dokter jaga di IGD ketika masuk kemungkinan awal karena ISPA. Namun, dari keterangan dokter spesialis anak yang memeriksa Elsa, bila ada masalah di paru Elsa atau ada bakteri. Meski sudah diberikan infus dan oksigen, tetap saja nyawa Elsa tidak dapat di tolong lagi.

Rencananya, jenazah Elsa Fitaloka akan dimakamkan di TPU Desa Talang Buluh Kecamatan Talang Kelapa Banyuasin hari ini.

Desa Talang Buluh RT 08 Kecamatan Talang Kelapa Banyuasin tempat rumah duka Bayi Elsa Fitaloka (4 bulan) yang meninggal diduga karena terkena ISPA terbilang masih sedikit terpapar polusi udara.

Meski berada tidak jauh dari jalan akses baik ke Sumuntul ataupun tembus ke Gandus Palembang, tetapi tempat tinggal Bayi Elsa masih banyak pepohonan.

Di sekitar rumah orangtua Bayi Elsa, masih banyak tertanam pepohonan hijau. Sedangkan, dipinggir jalan yang menjadi akses menuju ke rumah tersebut juga banyak terdapat tanaman pohon karet di samping kiri dan kanan.

Namun, sejak terjadi karhutla kondisi udara di sana kian hari kian tidak bagus. Beberapa hari terakhir, kondisi asap juga kian menebal. Hal ini, juga dapat dirasakan Tribunsumsel saat mendatangi rumah duka. Asap putih pekat, menyelimuti semua lingkungan. Kian malam, asap kian pekat dan juga membuat mata semakin perih.

Tribunsumsel yang mendatangi rumah duka, terlihat bagian jendela yang belum memiliki daun jendela. Kusen jendela, hanya ditutupi papan. Semua jendela sama, hanya ditutupi papan. Sedangkan, lubang-lubang angin yang ada di daun pintu maupun jendela terlihat begitu besar dan memungkinkan bila asap dari karhutla bisa masuk ke dalam rumah.

Rumah Ngadirun yang dibangun dengan batako, belum semuanya selesai. Rumah permanen ini belum di plester sehingga susunan batako bisa terlihat baik di luar maupun di dalam. Lantai yang ada di dalam rumah pun hanya di blur semen.

Terdapat, satu foto bayi di ruang depan rumah Ngadirun. Foto itu, ternyata merupakan anak pertama dari Ngadirun dan Ita Septiana. Muhammad Jaru Ardiansyah (4.5) namanya. Ia meninggal 3 tahun lalu, karena penyakit kulit.

"Kalau pagi atau sore, biasanya hanya keluar di depan rumah tidak pernah jauh-jauh. Saat banyak asap seperti ini, biasanya hanya di rumah saja," ujar buruh tani ini kepada Tribunsumsel.

Anak kedua Ngadirun dan Ita, akhirnya meninggal karena diduga terkena ISPA. Kemungkinan, asap bisa masuk ke dalam rumah melalui pentilasi udara yang ada di kusen pintu dan jendela. Lantaran, pentilasi kusen pintu dan jendela terlihat sangat besar dan tidak ditutupi.

Saat masuk ke dalam rumah, bau asap bekas bakaran juga sempat tercium. Asap juga, terlihat berada di ruang depan dan di ruang tengah tempat jenazah Elsa disemayamkan.

Sedangkan Kadus III Talang Buluh Kecamatan Talang Kelapa Banyuasin Suyatno yang ditemui di rumah duka mengatakan, bila memang beberapa hari terakhir ini asap bekas Karhutla di lingkungan terasa lebih pekat. Menjelang sore hingga pagi hari, asap begitu sangat terasa.

"Anak saya umur delapan bulan batuk-batuk. Kemarin sudah dibawa ke bidan, katanya karena asap ini," ujarnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved