Bayi Meninggal Dunia Diduga ISPA Dampak Kabut Asap Karhutla, Ini Jawaban Dinkes Sumsel dan Banyuasin
Bayi Meninggal Dunia Diduga ISPA Dampak Kabut Asap Karhutla, Ini Jawaban Dinkes Sumsel dan Banyuasin
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Welly Hadinata
Laporan wartawan Sripoku.com, Abdul Hafiz
Bayi Meninggal Dunia Diduga ISPA Dampak Kabut Asap Karhutla, Ini Jawaban Dinkes Sumsel dan Banyuasin
SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Meninggalnya bayi bernama Elsa Pitaloka di RS Ar-Rasyid Palembang, Minggu (15/9/2019) yang mengalami sesak napas sejak Sabtu (14/9) sempat viral disebut-sebut diperparah diduga terpapar kabut asap.
Karena kondisinya semakin memburuk, kedua orang tuanya yang merupakan warga RT8 Dusun II, Desa Talang Buluh, Kecamatan Talang Kepala, Kabupaten Banyuasin membawanya ke bidan desa.
Namun bidan desa menganjurkan membawa Elsa ke rumah sakit.
Menanggapi hal ini, baik Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin masih belum bisa menyimpulkan penyebabnya kabut asap.
"Dinas kesehatan Provinsi Sumatera Selatan menunggu laporan dari Kabupaten Banyuasin yang telah menurunkan Tim dari Kabupaten Banyuasin.
Saat ini keluarga korban tentunya sedang berduka sehingga tidak bisa lebih lanjut turun ke lapangan menanyai dan lain sebagainnya dan lebih tahu lagi rumah sakit tempatnya bayi tersebut dirawat.
Kita kan harus melihat keluhannya seperti apa, sakit sebelumnya, ini dilakukan oleh Tim Kesehatan Kabupaten Banyuasin," ungkap Kepala Dinkes Sumsel Dra Lesty Nurainy Apt MKes didampingi Kabid SKM MKes P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) Dinkes Sumsel Fery Yanuar, Kasi P2PM (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular) Dinkes Sumsel H Muyono MKes memberikan keterangan pers, Senin (16/9/2019).
• Sambangi Korban Kebakaran Di Aspol, Bhayangkari Polda Sumsel Berikan Bantuan Sembako dan Santunan
• Program BKPSDM Empati, Bupati Musirawas Serahkan Langsung SK Kenaikan Pangkat PNS
• Cut Meyriska Terbaring di Rumah Sakit Dikira Hamil, Ternyata Istri Roger Danuarta Idap Penyakit Ini
Ketika disinggung ada yang mengkaitkan dugaan penyebab kematian bayi lantaran dipicu kabut asap, ini jawaban Kadinkes Sumsel.
"Saya tidak bisa komen karena belum mendapatkan konfirmasi apapun. Dan ini memerlukan berbagai macam koordinasi dan data," ujar Lesty.
Menurut Lesty, kalaupun nanti ternyata setelah didapat data benar bayi yang dimaksud terpapar dipicu kabut asap, pihaknya akan melapor ke Gubernur Sumsel selaku pimpinan tertinggi.
"Tentu kita setelah mengetahui penyebabnya, kita akan koordinasikan semuanya dan jadi tindak lanjut kedepannya seperti apa. Tentu ini tidak selesai dengan Dinas Kesehatan.
Kita akan melaporkan hal ini kepada Gubernur tentunya sebagai pimpinan daerah kita yang tertinggi. Tidak hanya cukup di kita dan ini kan Tim Satgasnya, ada Dinsos yang terkait," kata Lesty.
• Moniega Bagus Suwardi tak Dapat Membela, Sriwijaya FC Pincang Lawan PSPS Riau
• Inilah 8 Manfaat Tidur Siang, Meningkatkan Memori hingga Suasana Hati Membaik
• Udara Palembang dan Sekitarnya, BMKG Nyatakan Kategori STS (SANGAT TIDAK SEHAT)
Termasuk lingkungannya, penyakit yang diderita sebelumnya seperti apa. Selama kabut asap ini imbauan kita kurang kegiatan di luar rumah jika kabut asap sedang tebal.
Jika terpaksa harus keluar, gunakan masker. Bagaimana menggunakan masker yang benar harus dipahami juga oleh masyarakat.
Oleh karena itu kita melakukan edukasi dan sosialisasi sambil bagi-bagi masker. Hanya untuk menginisiasi, tidak untuk mencukupi kebutuhan untuk masyarakat.
Terkait kebutuhan rumah singgah untuk warga terdampak kabut asap hingga kini menurut Lesty belum sampai ke situ.
"Sampai dengan sekarang belum ada. Kalau Kondisi yang dipantau sekarang data ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara) yang didapat dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel, dari tanggal 1 sampai dengan 15 September 2019 ini fluktuatif antara baik dan sedang.
Baik itu kalau nilainya 1-50. Kalau sedang nilainya di atas 50 sampai dengan 100. Untuk dua kriteria ini masih belum berdampak terhadap kesehatan," ujar Lesty.
• Inilah 15 Tempat Wisata di Malang dan Kota Batu, Pas buat Keluarga
• Selain Baim Wong, Diam-diam 5 Artis Ini Juga Menikahi Model, Ada Menantu Mantan Presiden!
• Muba United Rekrut Mantan Penjaga Gawang Timnas U-19 Hadapi Putaran Kedua Liga 3
Terkecuali pada yang memiliki risiko tinggi yang disebabkan faktor lain. ISPA itu bisa disebabkan berbagai macam hal. Tetapi penyebab utama ISPA itu adalah virus dan bakteri. Menurutnya akan dilihat oleh tim kesehatan kabupaten/kota.
"Kalau sudah perlu dievaluasi, maka kita evakuasi. Bukan berarti evakuasi semua masyarakat, tetapi hanya person per person yang sudah memang perlu. Yang tahu itu tim kabupaten/kota terdekat. Rumah singgah ini untuk yang dekat terdampak misalnya diperlukan tentu ada keputusan secara tim, dibuat rumah singgah jika terjadi sesuatu untuk masyarakat mengungsi sebentar.
Tapi bukan seperti bedol desa. Rumah singgah itu yang bebas dari asap, ventilasinya tertutup, pakai AC, purifier, exhaust fan. Ada kesiapan obat-obatan untuk penanganan penyakit yang disebabkan oleh asap tadi menjadi parah. Contohnya harus tersedia oksigen, masker.
Rumah itu disiapkan di satu tempat yang kapan saja masyarakat di tengah perjalanan tahu-tahu asapnya tebal dia sesak bisa ke sana. Dan di situ juga disiapkan tim medisnya. Ini merupakan kerjasama dengan sektor yang lain. Tidak hanya Dinkes, ada Dinsos, dan tim karhutla.
Dinkes Sumsel sendiri pada musim kabut asap 2019 ini telah menginisiasi membagikan sebanyak 30 ribu masker yang dibagi langsung ke pengguna jalan dan sekolah-sekolah. K
emudian membantu ke Kabupaten/Kota 60 ribu. Daerah yang membutuhkan. Mereka sendiri ada stok. Kita sifatnya buffer stok.
"Stok cukuplah. Kita ajukan minta ke 100 ribu ke Kemenkes.Termasuk ngajukan bantuan oksigen. Mereka masih mengutamakan Riau dan Kalteng . Karena ISPU masih dianggap aman. Masih terpantau Kemenkes.
Hal senada juga ketika Sripoku.com mengkonfirmasi Kadinkes Banyuasin Dr H Masagus Hakim MKes.
"Kalau penyebab kematian bayi pasti, sampai sekarang rumah sakit belum mengeluarkan. Tapi kita sudah ada perkiraan dari hasil wawancara petugas yang menangani. Gangguan pernapasan akibat ISPA," tegas Masagus Hakim.
Menurutnya, belum bisa kematian bayi ini dikaitkan dengan kabut asap. Pasalnya dari data BLH beberapa hari lalu mengeluarkan informasi kondisi udara di Kabupaten Banyuasin belum mengkhawatirkan.
"Itu kan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel dalam kategori sedang. Begitu juga untuk kondisi rumah korban, kalau laporan staf kami tadi rumahnya permanen.
Untuk kemungkinan dari lingkunga juga belum ada. Hanya saja Balita itu kan rentan. Nah kalau dikatakan keluarga tersebut pakai racun nyamuk bakar, bisa saja. Hendaknya ini dikurangai supaya diganti kelambu," kata Masagus Hakim.
Dinkes Banyuasin sendiri sudah berupaya membagikan masker kepada masyarakat. Untuk obat-obatan penanganan ISPA juga masih cukup.
"Penanganannya harus ada oksigen yang masuk. Harus ditangani dokter spesialis anak. Untuk itu kita akan pantau bayi di Banyuasin. Ibu ibu juga harus jaga lingkungan untuk anaknya.Tidak membawa keluar rumah jika tidak perlu. Minum minuman hangat dan makanan bergizi," pungkasnya.
Perangkat Desa BPD Desa Talang Buluh, Agus Darwanto mengatakan, dirinya kemudian mendampingi orang tua Elsa, Ngadirun (34) dan Ita Septiana (27) ke RSUD Pratama Sukajadi Banyuasin. Petugas medis RSUD Pratama Sukajadi pun tak sangguh merawat Elsa karena tidak memiliki peralatan pembantu pernapasan sehingga dirujuk ke RS Ar-Rasyid Palembang.
“Sekitar 11.30 hari Minggu Elsa dibawa ke Ar-Rasyid, dilarikan ke IGD, dikasih bantuan sementara. Di IGD dicek dokter katanya kemungkinan kena ISPA,” ujar Agus.
Usai diperiksa, dokter kembali merujuk Elsa ke RSUP Dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang karena RS Ar-Rasyid tidak memiliki alat pompa pernapasan. Namun setelah mengontak RSMH, kata dia, kamar rawat inap sedang penuh sehingga Elsa disuruh untuk menunggu.
“Selagi menunggu itu Elsa dirawat dulu di IGD Ar-Rasyid sambil dikasih perawatan alat oksigen. Saat malam, keluarga dapat kabar kalau Elsa sudah bisa dirujuk ke RSMH, akhirnya keluarga persiapan, urus administrasi. Namun sedang bersiap, Elsa nge-drop, kata dokter gagal pernapasan sampai meninggal sebelum dirujuk ke RSMH,” katanya.
Ia menuturkan, pihak keluarga tidak mengetahui penyebab pasti meninggalnya Elsa karena belum ada alat yang memeriksa Elsa. Namun sesak napas yang dialami bayi 4 bulan tersebut tidak kunjung membaik hingga Elsa mengembuskan napas terakhir.
“Dokter bilang kemungkinan ISPA, bisa bakteri, tapi tidak tahu pasti karena belum ada pemeriksaan medis pakai alat. Elsa lahir dalam keadaan normal dan sehat, tidak ada kelainan apa-apa sampai sesak napas itu benar-benar tiba-tiba,” kata dia.
Agus menuturkan, Desa Talang Buluh tempat tinggal Elsa memang dilanda kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan semenjak memasuki musim kemarau tersebut. Dirinya berujar, terdapat sekitar 800 kepala keluarga yang tinggal di desa tersebut dan seluruhnya terpapar kabut asap.
“Kita enggak tahu akibat asap atau bukan, hanya memang terasa asapnya. Musim kemarau memang selalu seperti ini, sekarang juga masih terasa. Warga lain di sini kita belum tahu ada yang sakit pernapasan juga atau tidak,” ujar dia.
Elsa rencananya akan dikebumikan di pemakaman umum terdekat pada Senin (16/9) pagi. Sementara itu, Kepala Dinkes Banyuasin, Hakim mengatakan, mendengar adanya korban diduga ISPA pihaknya pun langsung mengecek ke RS Ar Rasyid Palembang.
"Dari hasil kunjungan tim kesehatan Banyuasin, memang benar ada pasien bayi umur 4 bulan berobat ke UGD dengan diagnosa Pneumonia, dan meninggal. Pasirn sudah di bawa pulang ke rumah," katanya.
Hakim mengatakan sebelumnya kondisi darurat kabur asap yang tebal pihaknya telah memghimbau melakukan sosialisasi akan bahaya kabur asap dan pembagian masker secara gratis kepada masyarkat baik melalui puskesmas serta membagikan masker secara langsung kepada warga.
"Keadaan asap tebal ini jangan keluar rumah kalau tidak penting, dan sebaiknya memakai masker. Pihak kita Dinas Kesehatan dan perangkat siap 24 Jam untuk layani masyarakat," tandasnya.