Era Disrupsi
Era Disrupsi, Berubah Atau Punah, Inovasi Atau Mati
Disrupsi menjadi salah satu istilah yang makin populer di era digitalisasi sekarang ini.
Namun adaptasi tersebut sudah terlambat, Nokia tak mampu kembali ke masa keemasannya sebagai ponsel sejuta umat.
Inovasi adalah langkah tepat untuk meng‑counter perubahan, bahkan dapat dikatakan sebagai keharusan.
Gojek adalah salah satu contoh keberhasilan sebuah inovasi di era disrupsi ini.
Nadiem Makarim terus berinovasi membawa Gojek menjadi salah satu start up terbesar di Indonesia dan telah mebarkan sayapnya ke mancanegara.
Diawali dengan peran sebagai penghubung antara konsumen dan ojek konvensional melalui telepon, hingga menggunakan aplikasi dimana konsumen cukup memesan via smartphone kemudian tinggal menunggu driver datang.
Tidak cukup disitu saja, Gojek juga menangkap peluang lain seperti jasa antar barang (go‑send) serta jasa beli dan antar makanan (go‑food).
Konsumen yang ingin pelayanan transportasi yang mudah, nyaman dan terjangkau dapat menggunakan go‑ride atau go‑car, konsumen yang mager alias malas gerak pun tidak perlu capek‑capek mengantar barang atau ke restoran untuk menikmati makanan yang diinginkan, Gojek menyediakan layanan go‑send dan go‑food untuk kedua aktivitas tersebut.
Namun tidak semua inovasi mengalami keberhasilan.
Blackberry adalah salah satu contohnya, ketika memutuskan berinovasi dengan melepas keeksklusifan Blackberry Messangers (BBM) yang awalnya hanya bisa digunakan di perangkat Blackberry saja, kemudian menjadi aplikasi yang juga bisa dinikmati di ponsel android guna menghadapi penantang baru seperti whatsapp dan wechat.
Akhirnya BBM pun harus rela mengucapkan sayonara pada dunia.
Disrupsi sudah terpapar ke seluruh aspek kehidupan.
Dunia politik pun mulai mengalami pergeseran, seperti cara kampanye melalui sosial media. perang tweet (tweet war) dan perang tanda pagar (tagar) menjadi keriuhan tersendiri, terutama di tahun politik dan masa kampanye.
Keriuhan yang terjadi di media sosial tidak kalah seru dengan kampanye akbar di lapangan.
Dunia pendidikan pun mengalami disrupsi akibat digitalisasi, dimana para pengajar dapat menyampaikan materinya secara online melalui email atau WAG (Whatsapp Group).
Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) pun menyikapi era disrupsi ini dengan melakukan inovasi seperti menerapkan pengumpulan data dengan menggunakan Computer‑Assisted Personal Interviewing (CAPI), dimana selama ini menggunakan metode konvensional menggunakan kuesioner dan pensil yang disebut PAPI (Paper And Pencil Interviewing).