Era Disrupsi
Era Disrupsi, Berubah Atau Punah, Inovasi Atau Mati
Disrupsi menjadi salah satu istilah yang makin populer di era digitalisasi sekarang ini.
Orang pun kini tak lagi perlu capek‑capek ke mal atau pasar untuk belanja, tapi dapat melalui marketplace atau toko online yang semakin menjamur.
Bidang transportasi pun kini mengalami pergeseran dari jasa transportasi konvensional ke jasa transportasi online.
Semua hal tersebut dapat kita peroleh melalui aplikasi yang ada di ponsel yang kita genggam. Perubahan‑perubahan tersebut lah yang disebut disrupsi.
Perubahan tentunya membutuhkan upaya untuk menghadapinya.
Keberlangsungan usaha tentu menjadi prioritas pelaku usaha, dimana inovasi dan adaptasi menjadi cara bertahan hidup.
Jumlah usaha yang tercatat di Indonesia sejumlah 26,7 juta usaha berdasarkan hasi Sensus Ekonomi 2016 yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS).
Perubahan membutuhkan keberanian pelaku usaha untuk keluar dari zona nyamannya.
Era disrupsi tidak akan mungkin kita hindari tapi hatus dihadapi.
Perubahan tidak hanya disikapi dengan inovasi, tetapi dapat pula melalui cara adaptasi.
Adaptasi disini adalah dengan menyesuaikan dengan hal‑hal yang sedang hits atau sedang berkembang pesat.
Kemunculan android membuat pabrikan ponsel beramai‑ramai merubah operation system (OS) nya dengan android.
Samsung mampu mengadaptasi perubahan tren perubahan tersebut, begitu pula beberapa merk lain.
Namun ada juga pabrikan yang tidak mau beradaptasi dengan fenomena tersebut seperti Nokia yang teguh dengan pendiriannya untuk mempertahankan OS yang digunakannya yaitu symbian.
Nokia enggan keluar dari zona nyamannya sebagai raja di dunia industri ponsel saat itu. Akhirnya symbian menjadi cangkul yang menggali kuburan bagi nokia sendiri.
Nokia mencoba bangkit dengan menggunakan android sebagai OS‑nya.