Konsekwensi Perundang Undangan
Konsekwensi Perundang-undangan Terhadap Watak Bangsa
Hasil survey Darmendra Kumar Tiagi Indonesia menyebutkan dari responden 663 remaja, 69,6 % mengaku pernah berhubungan seks pra nikah
Akar masalahnya adalah minimnya pendidikan agama yang disosialisasikan kepada anak sejak dini.
Seharusnya Pendidikan agama mulai disosialisasikan pertama kali di rumah oleh orangtuanya, sampai usia masuk sekolah formal, maka ketika sudah memasuki sekolah formal terjalin kerja sama antara orangtua murid dengan pihak sekolah dan actualisasinya ketika anak tersebut membaur dengan komunitasnya; tetangga, keluarga dan masyarakat lainnya.
Pertama keluarga, tentu modal dasarnya adalah ibu dan ayahnya yang soleh serta dalam ilmu agamanya. Kedua, sekolah formal yang alokasi curriculum pendidikan agamanya kondusif, jika hanya 30 % apalagi hanya dua jam dalam satu minggu, tentu kurang kondusif.
Ketiga lingkungan masyarakat sekitar domisili, tentu akan kondusif jika di lingkungannya ada masjid yang menyediakan fasilitas belajar membaca Al-Quran, melatih shalat berjamaah.
Solusi atas masalah tersebut di atas, mengharuskan Negara dalam hal ini pemerintah turun tangan, membenahi struktur kurikulum di sekolah-sekolah, melakukan transformasi hukum Pidana pasal 284 ayat 1, 2 dan 3 disesuaikan dengan norma agama (semua agama melarang Zina dan menganjurkan pernikahan) serta menggalakkan shalat berjama'ah di kantor-kantor Pemerintahan serta di lingkungan masyarakat.
Kenapa perlu shalat berjama'ah? Karena shalat berjama'ah adalah suatu terapi pengobatan terhadap penyakit masyarakat yang dimotivasi oleh syathon.
Dari asfek hukum, Mazhab Syafi'iyah berpendapat bahwa shalat berjama'ah hukumnya Fardhu kifayah bagi laki-laki yang mukimin, dan untuk syi'ar agama di dalam melaksanakan shalat-shalat fardhu.
(Wahbah Zuhaili,Vol.II.hlm.1168). Alasan syafi'iyah adalah hadits Nabi Muhammad SAW: "Tiap-tiap tiga orang dalam suatu desa atau pelosok desa yang tidak didirikan shalat jama'ah di dalamnya, mereka itu pasti dikuasai syaithan, oleh karena itu berjama'ahlah kamu sekalian, sebab srigala itu akan memangsa kambing yang jauh dari kawan-kawannya." (HR. Abu Daud dan An-Nasaa'I, di shahihkan Ibnu Hibban dan Al-Hakim) .
Mazhab Hambali berpendapat bahwa hukum shalat berjama'ah adalah fardhu 'ain, yang menjadi alasannya adalah surah An-Nisaa ayat 102 di atas dan dikuatkan pula dengan surah Al-Baqarah ayat 4: "Dan rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk."
Alasan lain adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa: "Shalat yang berat (berjama'ah) bagi orang munafik adalah shalat Isya' dan Sholat Fajar…" dan dari Abu Hurairah ra.
Rasulullah SAW bersabda: "Demi jiwaku yang berada pada kekuasaanNYa, Aku bermaksud untuk memerintahkan shalat supaya di-iqamahkan, lalu aku memerintahkan seseorang untuk mengimami para muslimin, kemudian aku
bersama beberapa orang yang membawa longgokan kayu bakar akan membakar rumah rumah mereka dengan api, apabila aku temui mereka yang tidak ikut sholat berjama'ah." (HR.Bukhari dan Muslim).
Sebagaimana Rasulullah Saw. menyatakan yang artinya: "Siapa saja yang melakukan sholat selama empat puluh hari secara berjama'ah dan mendapatkan takbiratul ihram, maka akan dicatat untuknya dua jaminan keselamatan; keselamatan dari api nerakan dan jaminan dari kemunafikan."(HR.at-Tirmidzi)
Penyakit masyarakat yang paling berbahaya adalah sifat munafiq, apabila seseorang mengidap penyakit munafiq, maka walaupun pengakuannya sebagai seorang muslim, namun masih suka melakukan maksiat seperti berzina, berbohong, manipulasi, korupsi dan tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain, bahkan merugikan
Negara.
Dengan membiasakan shalat berjama'ah di masjid-masjid dan di kantor-kantor, maka penyakit munafiq dapat tereleminir sehingga masyarakatnya menjadi masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Jika masyarakat sehat, maka negara menjadi kuat.
Semoga Negara Kesatuan Republik Indonesia esok akan lebih baik dari hari ini. Aamiin.