Hamba Allah yang Ikhlas

Upaya Menjadi Hamba Allah yang Ikhlas

Sebagai hamba Allah SWT yang menyadari bahwa kehidupan di dunia ini untuk melaksanakan perintahNya, dengan ikhlas semata karena Allah.

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Upaya Menjadi  Hamba Allah yang Ikhlas
ist
Drs. H. Syarifuddin Ya'cub MHI

Kemudian Allah SWT.  memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka.

Kedua, seseorang yang belajar dan mengajar serta suka membaca AlQuran dimana ia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta iapun mengakuinya, lantas ditanya: "Dipergunakan untuk apa nikmat itu?. Ia  menjawab "Saya pergunakan untuk belajar dan mengajar Al Quran, serta saya suka membaca Al Quran untukMu".

Allah berfirman: "Kamu bohong. Kamu belajar Al Quran agar dikatakan sebagai orang yang pandai, dan kamu suka membaca Al Quran agar dikatakan sebagai qari'; dan hal itu sudah diakui". Kemudian Allah SWT. memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka.

Ketiga, seseorang yang dilapang- kan rizkinya dan dikaruniai berbagai macam kekayaan dimana ia di- hadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterima-nya serta ia pun mengakuinya, lantas ditanya: "Dipergunakan untuk apa nikmat itu?".

Ia menjawab: "Semua jalan (usaha) yang Engkau sukai agar dibantu maka saya pasti membantunya karena Engkau". Allah berfirman: "Kamu bohong. Kamu berbuat seperti itu agar dikatakan sebagai orang yang pemurah; dan hal itu sudah diakui".

Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka". (HR. Muslim) Ternyata ria (ingin dipuji orang) merusak amal ibadah yang dilakukan oleh seseorang, pada pandangan manusia dia mendapat pujian, akan tetapi disisi Allah SWT. sangat tercela.

Banyak manusia yang terjerat pujian yang membuat mereka lupa diri, bahwa apapun yang mereka miliki; keahlian, kekayaan, ketampanan, kepiawaian, semuanya itu amanat Allah SWT. untuk dimanfaatkan buat kesejahteraan dan kenyamanan dalam kerangka kebersamaan.

Melakukan ibadah mahdloh (khusus) seperti sholat, puasa dll. dalam rangka; Ubudliyah (penghambaan-penyembahan-pengabdian), Rububiyah (pengakuan bahwa Allah SWT yang menciptakan, memiliki, mengatur dan memelihara) dan Uluhiyah (meng-Esakan) Allah SWT

seperti pernyataan hamba Allah dalam do'a iftitah ketika shalat; "INNA SHOLATI WANUSUKI WAMAHYAYA WAMAMATI LILLAHI ROBBIL 'AALAMIN. LAA SYARIKALAHU WABIZAALIKA UMIRTU WA ANA MINAL MUSLIMIN" (Sesungguhnya; sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanya untuk Allah SWT. Tuhan (yang mencipta, memiliki, mengatur

dan memelihara) alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan begitu aku diperintahkan, dan aku adalah orang muslim (yang menyerah patuh kepadaNya)." Sholat yang dilakukan hendaknya sholat yang; khusyu', khudlur dan tadabbur fi jami'i qira'atina; Khusyu', ialah shalat yang rukun-rukunnya dilakukan dengan benar, tertib dan tuma'ninah.

Menurut istilah ahli hakikat;

1. "Khusyu' adalah patuh pada kebenaran. Ada yang mengatakan bahwa khusyu' adalah rasa takut yang terus menerus ada dalam hati."(Kitab al-Ta'rifat, 98)

Menurut Imam Ghazali: "Tiang sembahyang itu yaitu khusyuk yakni tetap anggota dan hadir hati kepada Allah taala serta membaca al-Quran dan zikir dengan faham maknanya" (Ihya Ulumuddin)

2. Khudhur. Khudlur, ialah keberadaan jiwa seseorang yang sedang sholat dalam kondisi "ikhsan" yaitu; Ketika engkau mengabdi/menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Allah, dan apabila engkau tidak bisa melihat Allah, ketahuilah bahwa Allah SWT melihat engkau.

Begitu pesan Rasulullah SAW yang artinya: "Sholatlah seperti shalat orang yang ingin pamitan, seakan-akan engkau melihat DIA (Allah) bila engkau tidak dapat melihat DIA (ALLAH), maka DIA ALLah melihatmu."(HR.At-Tabrani) Bahkan kata beliau; "Ketika shalat pandanganmu ke tempat sujud, jangan menoleh karena Allah SWT sedang memperhatikanmu") yang artinya: "Maka bilamana kamu sedang sholat, maka janganlah kamu menoleh, karena sesungguhnya Allah menghadapkan wajahNya (memper- hatikan) wajah hambaNya di dalam sholatnya selama ia tidak menolehkan wajahnya (kesana-kemari)."(HR.At-Tirmidzi dan Al-Hakim) Untuk mengurangi gangguan konsentrasi (khudhur), maka hindarkan sesuatu yang menggangu seperti gambar-gambar yang ada di hadapan ketika shalat, sebagaimana Rasulullah SAW menyatakan ketika melihat sulaman di baju beliau; "Berikan pakaian ini kepada Abu Jahm, tukarlah dengan baju yang tidak ada gambar-gambarnya, milik Abu Jahm, karena gambar-gambar itu telah melalaikan aku dari shalatku tadi."

Halaman
1234
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved