Integritas KPU dan Bawaslu
Integritas Komisioner Penyelenggara Sukses Tidaknya Pemilu
Pemilihan umum merupakan peristiwa politik yang sangat penting dan trategis di negara demokrasi. Sebab, jadi penentu proses pergantian pejabat
Selama ini tim seleksi diambil dari masyarakat yang pada dasarnya diusulkan oleh kelompok masyarakat (LSM, ormas dan lain-lain) yang sudah mempunyai kepentingan politik.
Akibat dari proses ini, maka komisioner yang terpilih sudah ada keterikatan dengan pihak-pihak tertentu sehingga kadar tingkat kenetralannya sudah di bawah seratus persen, dan ini menjadi potensi atau bibit keterpihakan mudah berkembang.
Sebaiknya seleksi awal (memilih 10 besar) calon komisioner KPU kabupaten/kota dan provinsi diserahkan kepada perguruan tinggi (negeri) yang di setiap provinsi ada.
Untuk komisioner KPU RI sebaiknya diseleksi oleh konsorsium PTN yang terakreditasi unggul dan tidak perlu melibatkan DPR seperi selama ini untuk mencegah marwah kenetralan KPU RI. Lembaga yang dinilai netral hanya perguruan tinggi.
Kedua, hendaknya tim seleksi dalam memeriksa persyaratan yang berkaitan dengan kepribadian dan moralitas diri calon komisioner penyelenggara pemilu (integritas, kejujuran), dengan tidak sekedar melihat dokumen tertulis tetapi sudah seharusnya ditelusuri rekam jejak di lapangan sejak dari kecil dalam keluarga, pergaulan di masyarakat, waktu ketika sekolah/kuliah, di tempat kerja dan sebagainya.
Hal ini didasari oleh asumsi bahwa integritas dan kejujuran terbentuk melalui proses panjang sejak dari kecil. Benar apa yang dikatakan Bung Hatta bahwa ketidaktahuan bisa dibenahi dengan belajar, tetapi ketidakjujuran dan integritas tidak bisa dipelajari.
Ketiga, perlu ada mekanisme evaluasi kinerja baik secara pribadi maunpun institusi yang dilakukan oleh pihak yang independen sehingga setiap komisioner bisa mengetahui nilai atau prestasi yang dicapai.
Penilaian evaluasi bisa dimintakan secara diam-diam kepada masyarakat atau pihak-pihak yang mempunyai jalinan kerja dan kepentingan dengan komisioner penyelenggara pemilu sehingga diharapkan bisa memberi penilaian yang obyektif tanpa sepengetahuan komisioner.
Evaluasi ini sebagai bentuk kontrol yang terukur agar komisioner bisa mengetahui kinerja dan tingkat moralitasnya selama sedang menududki sebagai komisioner sehingga bisa menjaga perilakunya agar tetap bisa netral.
Dan keempat, kontrol masyarakat khususnya melalui media massa arus utama (koran, radio, televisi) dan media on line serta media sosial sangat dibutuhkan karena media-media tersebut lebih tajam dan kejam dalam menjatuhkan kredibilitas dan karakter seseorang dibanding melalui penilaian evaluasi diri.

Dengan kontrol yang kuat dan ketat dari media maka komisioner akan berfikir keras untuk melakukan pelanggaran, kecuali memang ingin "bunuh diri".
Akhirnya, tinggal sekitar lebih kurang dua minggu lagi pilkada serentak akan digelar.
Kendatipun hiruk pikuk pilkada kurang begitu terasa arena publik, namun suasana kompetisi tetap bergerak ketat sehingga godaan dan tantangan integritas komisioner penyelenggara pilkada semakin besar.
Masyarakat berharap banyak kepada KPU dan Banwaslu agar pilkada berjalan lancar dan damai, dan yang paling penting KPU dan Banwaslu beserta semua jajarannya bisa menjaga integritasnya dan kejujurannya sebagai lembaga yang mandiri dalam bertugas menjalankan demokrasi berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.