Tari

Isu Memusnahkan Gending Sriwijaya

Saya "marah sekali" dalam suatu acara Ombudsman RI di Jakarta yang dihadiri oleh Wakil Presiden terkait dengan tari Gending Sriwijaya.

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Isu Memusnahkan Gending Sriwijaya
SRIPOKU.COM/AHMAD FAROZI
Prof Amzulian Rifai, Ketua Ombusdman Ri

Jika tidak lagi popular maka ia akan punah. Nah jangan heran jika muncul kata memusnahkan.

Selain itu menjadi sensitif apabila alasan penggantian tari Gending Sriwijaya atas nama ajaran agama tertentu yang berbeda dengan kondisi kota Palembang saat ini.

Padahal memang realitanya sejarah kerajaan Sriwijaya memang seperti itu.

Nenek moyang kitamemang begitu adanya, tak bisa diubah begitu saja asal-usul kita.

Sementara itu pemerintah kota juga memiliki alasan.
Walaupun alasan itu berpotensi mendapatkan perlawanan sengit dari publik.

Salah satu alasan itu untuk menselaraskan Palembang sebagai kota Darussalam.

Jika kota Darussalam maka artinya harus kental nuansa Islamnya sebagai agama utama dan dianut oleh mayoritas wong Palembang, bukan agama lain.

Persoalannya, apakah kata Darussalam mengharuskan kita "meninjau ulang" semua simbol warisan yang mungkin unIslamic dari sisi tampilan? Apakah warga Palembang seketika berubah menjadi Islamic setelah tariannya diubah?

Apakah kata Darussalam tidak juga bisa kita maknai sebagai agamis? Artinya, ada pengakuan atas keberagaman beragama yang memang sudah ada sejak lama.

Persoalan lainnya, cerita soal agama di era sekarang ini tergolong sensitif dan rentan memicu pro/kontra. Mestinya, jikapun tarian ini akan diganti tidak dengan mengedepankan alasan agama.

Gunakan argumentasi lain yang lebih dapat diterima.

Bagi saya, pro dan kontra di era sekarang ini hal biasa termasuk perdebatan terkait wacana memusnahkan tarian Gending Sriwijaya.

Saya tidak meragukan niat baik pemerintah kota Palembang walaupun dengan beberapa catatan penting pula.

Pertama, kaji benar plus minus mengganti (jika lebay menggunakan kata memusnahkan) Gending Sriwijaya. Apa urgensinya mengganti tari ini? Menjadi soal jika pergantian itu hanya ingin menunjukkan bahwa seorang pejabat bekerja dan memiliki karya agar tak terlupakan setelah eranya.

Kedua, apakah ada jaminan tarian pengganti akan lebih baik dari berbagai aspek? Apakah ada garansi bahwa tarian pengganti nantinya lebih "sakral" dan juga lebih menawan dibandingkan Gending Sriwijaya? Pertanyaan-pertanyaan ini mesti dikaji secara hati--hati sebelum berkeputusan, jangan serampangan.

Selain itu, tidak mudah merubah icon yang sudah ada secara turun temurun. Icon kota Palembang itu jembatan Ampera, empek-empek, celimpungan, mie celor, juga tari Gending Sriwijaya/tari tanggai.

Sepertinya berapapun jembatan dibuat, sulit menggantikan AMPERA sebagai icon Palembang.

Sama halnya tarian lain kedepan sulit menggantikan Gending Sriwijaya/tari tanggai sebagai icon yang melegenda.

Saya tidak yakin pejabat pemkot Palembang serius akan memusnahkan tarian Gending Sriwijaya, walaupun ungkapan itu sempat menghebohkan. Munculnya amarah sebagai bukti melegendanya pusaka budaya ini.

Tidak adakah ide kreatif lain selain berwacana memusnahkan tarian yang berakar ini? Soal pemusnahan tarian Gending Sriwijaya ini pasti kontroversi dan menjadi perdebatan publik.

Seandainya bung Amat tukang obat taman Nusa Indah dibawah Ampera yang popular di tahun 1980-an belum almarhum, sepertinya dia akan berucap secara jenaka dengan nyinyirnya yang khas, "awak jangan kuwalat mang."

Naskah ini Sudah Pernah dipublikasikan  di Sriwijaya Post Edisi Cetak

Sumber:
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved