Tari

Isu Memusnahkan Gending Sriwijaya

Saya "marah sekali" dalam suatu acara Ombudsman RI di Jakarta yang dihadiri oleh Wakil Presiden terkait dengan tari Gending Sriwijaya.

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Isu Memusnahkan Gending Sriwijaya
SRIPOKU.COM/AHMAD FAROZI
Prof Amzulian Rifai, Ketua Ombusdman Ri

Isu Memusnahkan Gending Sriwijaya

Prof. Amzulian Rifai, Ph.D

Ketua Ombudsman RI

Saya "marah sekali" dalam suatu acara Ombudsman RI di Jakarta yang dihadiri oleh Wakil Presiden terkait dengan tari Gending Sriwijaya.

Pasalnya, dalam acara itu ditampilkan tarian yang luar biasa anehnya.

Aneh karena hasil dari kreasi modern, katanya, menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Dalam tarian kreasi Gending Sriwijaya itu, sudahlah para penarinya kurang menarik untuk diperhatian, ditambah pemandangan dua pria penari latar dengan tombak berpakaian mesir kuno bertutup kepala khas.

Runyamnya, musik yang ditampilkan juga terdengar aneh seperti kita berada di areal padang pasir Timur Tengah. Terdengar dan penampilan yang sungguh asing yang katanya tari Sriwijaya.

Awalnya sebagai wong Palembang, kepengen nian memamerkan hebatnya tari Gending Sriwijaya.

Secara kebetulan Ketua Ombudsman orang Palembang wajar saja jika ingin membanggakan tarian legenda tersebut.

Parahnya semua di luar harapan.

Saya panggil Event Organizer yang bertanggung jawab dengan acara itu. Panjang lebar dia memberikan penjelasan sebagai pembenaran.

Namun panjang lebar juga saya menolak penjelasannya yang sulit didapatkan pembenarannya.

Sebagai orang Sriwijaya yang "seumur-umur" disajikan tari Gending Sriwijaya tentu hafal benar dengan nuansa tari itu yang ada juga unsur khusuknya. Bahkan bagi sebagian ada unsur sakral, fikiran melayang ke era Sriwijaya dengan berbagai kejayaannya yang idealnya bertahan hingga sekarang.

Berita Membelalak Mata

Di tengah kebanggaan akan tari Gending Sriwijaya yang fenomenal itu ada berita yang luar biasa, pemerintah kota Palembang berencana memusnahkan tari Gending Sriwijaya.

Jelas-jelas ditulis di media itu, saya hanya mengutip saja: "Dinas Kebudayaan Palembang tengah merencanakan memusnahkan tarian Sriwijaya dan akan diganti dengan tarian sambut Palembang Darussalam" ebih lanjut saya kutip. lagi: "selama ini kalau ada tamu atau penyambutan pakai tari Gending Sriwijaya, atau tari tanggai.

Padahal tarian itu bukan adat-istiadat kita, mulai dari gerakan, pakaian penari dan musik dalam tari Gending Sriwijaya identik dengan ajaran Hindu-Budha," jelas Kepala Dinas Kebudayaan Palembang.

Judul tulisan ini yang mengutip berita di media massa tergolong membelalakkan mata banyak orang.

Betapa tidak, pastilah soal ini akan menjadi soal besar terlepas dari benar tidaknya isu itu.

Jangankan para pecinta fanatik dan faham sejarah, saya yang sesungguhnya tidak mengerti apa-apa soal tari ini saja berkerut kening sekaligus meragukan kebenaran rumor itu.

Saya tidak tahu pasti apakah 100% demikian pernyataan yang dibuat oleh pejabat pemerintah kota Palembang. Jika berita yang cukup menyebar ini benar adanya maka gawat juga.

Walaupun tidak menutup kemungkinan pernyataan yang dikeluarkan belum tentu sama persis seperti ini.
Saya saja baru beberapa hari agak terganggu dengan berita kehilangan sandal di saat shalat Jum'at di masjid raya Bengkulu.

Berita menjadi bertambah heboh karena ditulis saya pernah pula kehilangan sepatu mahal buatan Perancis di kantor Ombudsman, Jakarta. Padahal kehilangan sepatu itu terjadinya di mushala Fakultas Hukum UNSRI.

Agak repot saya mengklarifikasi berita itu. Padahal "tidak mungkin" terjadi di Ombudsman RI karena shalatnya di tempat tertutup lantai 6 gedung tersebut yang biasanya tidak bersepatu karena turun satu lantai saja dari ruang kerja saya.

Tapi begitulah, di era media sekarang ini sekali berita diluncurkan hanya dalam hitungan klik menyebar kemana-mana. Sama juga soal berita sepatu saya tadi, berita tentang memusnahkan gending Sriwijaya juga dengan cepat menyebar kenana-mana. Di beberapa medsos tentu saja pembuat pernyataan dibully juga.

Gending Legendaris

Dalam sejarah Indonesia pernah ada kerajaan Sriwijaya yang sangat kuat dan disegani secara internasional.

Tidak banyak jejak yang mampu ditinggalkan oleh kerajaan besar ini, musnah bersamaan berlalunya waktu.

Namun peninggalan bersifat non-fisik ternyata masih ada, termasuk tarian gending Sriwijaya ini.

Ceritanya tari Gending Sriwijaya di masa silam adalah tarian yang biasa dipentaskan untuk menyambut kedatangan tamu-tamu penting, tamu-tamu khusus yang datag ke Kerajaan Sriwijaya.

Berbagai aspek tarian itu belum tentu cocok dengan semboyan Palembang Darussalam jika agama Islam saja dikedepankan. Namun setelah hitungan abad berlalu, baru di tahun 2017 ini ada wacana untuk menghapuskan tarian legendaris ini.
Jangan Dimusnahkan

Ada banyak alasan mengapa tarian Gending Sriwijaya jangan dimusnahkan, walaupun mungkin maksudnya bukanlah sungguh-sungguh dimusnahkan.

Mungkin dengan "tidak lagi" menggunakan tari ini dalam menyambut tamu penting, diganti dengan tarian kreasi baru yang entah bagaimana wujudnya nanti.

Alasan pertama mengapa tarian Gending Sriwijaya jangan dimusnakan karena tarian ini bukan hanya legenda tetapi juga menyatu dengan Palembang. Karena ia bagian dari sejarah Sriwijaya tentu kental dengan nuansa pada masa itu yang boleh jadi ada saja aspek yang out of date jika kini yang menjadi tolok ukurnya.

Gending Sriwijaya adalah bagian dari aktivitas keseharian wong Palembang. Entah berapa puluh kali dalam sehari tarian ini dipertontonkan di berbagai tempat.

Tentu saja intensitas tampilannya meningkat di setiap akhir pekan Sabtu dan Minggu karena ada banyak acara penyambutan.

Pastilah ada yang kurang jika acara resepsi pernikahan, bahkan wisuda di Perguruan Tinggi, tidak menampilkan tarian ini.
Itu sebabnya sulit membayangkan jika ada upaya menghapus tarian ini.

Pastilah reaksi luar biasa akan muncul karena sama saja mencabut akar budaya suatu masyarakat yang sudah berurat-berakar, mendarah daging.

Pro-Kontra Biasa Saja

Awalnya saya ragu jika kata "memusnahkan itu" benar-benar keluar dari salah seorang pejabat di kota Palembang. Mungkin beliau memiliki maksud yang lain, tidak separah itu.

Namun persoalannya pernyataa itu terlanjur menyebar dan beredar liar. Kebetulan berita yang saya baca juga menggunakan kata pemusnahan tersebut.

Dalam penjelasan berikutnya sebagai klarifikasi, ternyata pemerintah kota Palembang bermaksud menggantikan tarian Gending Sriwijaya itu dalam penyambutan tamu-tamu pentingya.

Jika bermaksud menggantikan tarian Gending Sriwijaya (tari tanggai) tentu memunculkan berbagai tafsir.

Jika menggantikan dengan yang baru tentu itu berarti "melupakan" yang lama atau tarian lama tidak digunakan lagi.

Jika tidak digunakan lagi maka lambat laun tarian itu tidak lagi popular.

Jika tidak lagi popular maka ia akan punah. Nah jangan heran jika muncul kata memusnahkan.

Selain itu menjadi sensitif apabila alasan penggantian tari Gending Sriwijaya atas nama ajaran agama tertentu yang berbeda dengan kondisi kota Palembang saat ini.

Padahal memang realitanya sejarah kerajaan Sriwijaya memang seperti itu.

Nenek moyang kitamemang begitu adanya, tak bisa diubah begitu saja asal-usul kita.

Sementara itu pemerintah kota juga memiliki alasan.
Walaupun alasan itu berpotensi mendapatkan perlawanan sengit dari publik.

Salah satu alasan itu untuk menselaraskan Palembang sebagai kota Darussalam.

Jika kota Darussalam maka artinya harus kental nuansa Islamnya sebagai agama utama dan dianut oleh mayoritas wong Palembang, bukan agama lain.

Persoalannya, apakah kata Darussalam mengharuskan kita "meninjau ulang" semua simbol warisan yang mungkin unIslamic dari sisi tampilan? Apakah warga Palembang seketika berubah menjadi Islamic setelah tariannya diubah?

Apakah kata Darussalam tidak juga bisa kita maknai sebagai agamis? Artinya, ada pengakuan atas keberagaman beragama yang memang sudah ada sejak lama.

Persoalan lainnya, cerita soal agama di era sekarang ini tergolong sensitif dan rentan memicu pro/kontra. Mestinya, jikapun tarian ini akan diganti tidak dengan mengedepankan alasan agama.

Gunakan argumentasi lain yang lebih dapat diterima.

Bagi saya, pro dan kontra di era sekarang ini hal biasa termasuk perdebatan terkait wacana memusnahkan tarian Gending Sriwijaya.

Saya tidak meragukan niat baik pemerintah kota Palembang walaupun dengan beberapa catatan penting pula.

Pertama, kaji benar plus minus mengganti (jika lebay menggunakan kata memusnahkan) Gending Sriwijaya. Apa urgensinya mengganti tari ini? Menjadi soal jika pergantian itu hanya ingin menunjukkan bahwa seorang pejabat bekerja dan memiliki karya agar tak terlupakan setelah eranya.

Kedua, apakah ada jaminan tarian pengganti akan lebih baik dari berbagai aspek? Apakah ada garansi bahwa tarian pengganti nantinya lebih "sakral" dan juga lebih menawan dibandingkan Gending Sriwijaya? Pertanyaan-pertanyaan ini mesti dikaji secara hati--hati sebelum berkeputusan, jangan serampangan.

Selain itu, tidak mudah merubah icon yang sudah ada secara turun temurun. Icon kota Palembang itu jembatan Ampera, empek-empek, celimpungan, mie celor, juga tari Gending Sriwijaya/tari tanggai.

Sepertinya berapapun jembatan dibuat, sulit menggantikan AMPERA sebagai icon Palembang.

Sama halnya tarian lain kedepan sulit menggantikan Gending Sriwijaya/tari tanggai sebagai icon yang melegenda.

Saya tidak yakin pejabat pemkot Palembang serius akan memusnahkan tarian Gending Sriwijaya, walaupun ungkapan itu sempat menghebohkan. Munculnya amarah sebagai bukti melegendanya pusaka budaya ini.

Tidak adakah ide kreatif lain selain berwacana memusnahkan tarian yang berakar ini? Soal pemusnahan tarian Gending Sriwijaya ini pasti kontroversi dan menjadi perdebatan publik.

Seandainya bung Amat tukang obat taman Nusa Indah dibawah Ampera yang popular di tahun 1980-an belum almarhum, sepertinya dia akan berucap secara jenaka dengan nyinyirnya yang khas, "awak jangan kuwalat mang."

Naskah ini Sudah Pernah dipublikasikan  di Sriwijaya Post Edisi Cetak

Sumber:
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved