Kedaulatan Rakyat

Kedaulatan Rakyat dan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 (Pembajakan Terhadap Primus Inter Pares)

Pada saat baru satu hari Indonesia merdekaan sebagai negara 18 Agustus 1945 secara aklamasi telah menghadirkan Soekarno Hatta

Editor: Salman Rasyidin
ist
Dr. Muhamad Erwin, SH, MHum 

Kedaulatan Rakyat dan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945
(Pembajakan Terhadap Primus Inter Pares)
Dr. Muhamad Erwin, SH, MHum
Dosen Politeknik Negeri Sriwijaya, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, dan STIHPADA
Pada saat baru satu hari bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya sebagai negara, kemudian (18 Agustus 1945 di antara pukul 15.15-16.12 WIB) secara aklamasi telah mampu menghadirkan Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai sosok Presiden dan Wakil Presiden yang begitu luar biasa.

Jika diibaratkan, mereka berdua menjadi pemimpin bangsa ini adalah memang melalui proses buah
yang telah matang di pohon.

Padahal, perguruan tinggi pada saat itu masih dapat dihitung dengan jari-jari --hanya cukup dihitung dengan satu telapak tangan saja, seperti Geneeskundige Hoogeshool te Batavia (Sekolah Tinggi Kedokteran), Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum), dan Technische Hoogeschool te Bandoeng (Sekolah Tinggi Teknik), tapi dapat menampilkan tokoh-tokoh nasional selain Soekarno-Hatta sekaliber Dr. Mr. Soepomo, dr. KRT Radjiman Wediodiningrat, Tan Malaka, Dr. Leimena, Dr. Juanda, Mr. Latuharhary, H. Agus Salim, Prof. K.H. Abdoel Kahar Moezakir, Mr. Mohammad Natsir, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Setelah menyelenggarakan pemerintahan, Indonesia sebagai negara muda cukup menjadi perhatian dunia dengan perjuangan tokoh-tokoh bangsanya yang hebat pada masa itu sehingga membuat UN (PBB) memerintahkan untuk diadakannya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda (23 Agustus 1949-2 November 1949) --merupakan langkah awal Indonesia mendapatkan pengakuan dari Belanda, kemudian sukses dalam menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (18 April-24 April 1955).

Hal itu  sebagai refleksi perlawanan negara peserta konferensi terhadap pengaruh kekuatan Barat dan Perang Dingin, digelarnya Operasi Trikora untuk menggabungkan wilayah Irian Jaya ke pangkuan ibu pertiwi dari tangan Belanda (19 Desember 1961-15 Agustus 1962).

Selain itu, terselenggaranya Operasi Dwikora (Perintah Presiden Soekarno untuk mengganyang Malaysia, 1962-1965), sampai dengan keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB pada 7 Januari 1965 sebagai respon terhadap aksi Inggris yang membentuk Negara Malaysia.
Pembajakan Primus Inter Pares
Kini perguruan tinggi banyak, tiap tahun menyelenggarakan wisuda, namun mengapa sudah beberapa kali Pilpres, rakyat disuguhi hidangan yang kurang beragam pada pilihan primus inter pares (yang terbaik dari yang baik) di negeri ini.

Menurut hemat saya, salah satu penyebabnya adalah karena telah dikunci oleh Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang membatasi bahwa "Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum" (Hasil Amandemen Ketiga) dan selanjutnya diteruskan oleh Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur bahwa "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen).

Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno Hatta
Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno Hatta (IST)

Dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Jadi, kalaupun bagaimana luar biasanya kompetensi seseorang untuk menjadi Presiden ataupun Wakil Presiden, akan tetapi jika tidak didukung oleh partai politik ataupun gabungan partai politik, tentunya tidak akan dapat tampil ikut dalam Pilpres.

Jika begini jadinya, dapat saja dipandang bahwa negara ini telah dibajak oleh partai politik.

Adapun penafsiran historis dari Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 ini rechtsidee-nya (ide hukumnya) adalah dalam rangka agar dapat diselenggarakannya sistem pemerintahan presidensial yang memang ditopang dengan kekuatan pemegang kekuasaan legislatif secara kuntitatif dengan harapan dapat terjadinya stabilitas politik pada satu masa pemerintahan tersebut.

Berdasarkan hipotesa tersebut, mari kita kaji apa itu sistem pemerintahan presidensial dan bagaimana hubungannya dengan kehendak ontologi (hakikat) Sila Keempat Pancasila?

Sistem Pemerintahan Presidensial dan Ontologi Sila Keempat Pancasila

Jamak dipahami sebagaimana pertama kali ditampilkan oleh C.F. Strong, bahwa suatu negara dipandang berada pada roh sistem pemerintahan presidensial jika di dalam konstitusi/undang-undang dasar-nya memuat prinsip-prinsip sebagai Berikut:

1. Disamping mempunyai kekuasaan "nominal" sebagai kepala negara, Presiden juga berkedudukan sebagai kepala pemerintahan (yang belakang ini lebih
dominan?;

Halaman
1234
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved