Opini

Merubah Paradigma Statistik Sektoral dari Kewajiban Birokratis Menuju Kebutuhan Strategis

Pembangunan dengan menggunakan data itu mahal, namun pembangunan tanpa data merupakan suatu keniscayaan

Editor: Yandi Triansyah
Dokumen Pribadi
Rillando Maranansha Noor, S.E. Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten OKU Timur 

Penulis : Rillando Maranansha Noor, S.E.

Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten OKU Timur

SRIPOKU.COM - Pembangunan dengan menggunakan data itu mahal, namun pembangunan tanpa data merupakan suatu keniscayaan.

Program Satu Data Indonesia (SDI) dengan empat prinsipnya seharusnya mampu menjadi guidance pembangunan baik di level pusat maupun daerah.

Prinsip SDI digagas sebagai pilar dasar untuk menciptakan data yang akurat, mutakhir, terpadu dan mudah diakses. Adapun keempat pilar itu adalah standar data, metadata, interoperabilitas dan kode referensi.

Pentingnya statistik sektoral dan SDI sendiri telah lama digaungkan. Dasar hukum pelaksanaanya pun telah ada yaitu berupa Undang-undang No.16 Tahun 1997 tentang statistik yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No.39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Kedua payung hukum tersebut mengamanatkan pemerintah melalui K/L/D/I nya untuk mengumpulkan, mengelola dan membagipakaikan data yang mereka hasilkan.

Kata-kata “mengamanatkan” menjadi titik pangkal pelaksanaan statistik sektoral oleh K/L/D/I. Namun kata “mengamanatkan” tersebut seringkali diasumsikan sebagai kewajiban, dan kita ketahui bersama bahwa kewajiban seringkali dimaknai sebagai beban.

Kalau demikian yang terjadi, dimana penyelenggaraan statistik sektoral dilakukan sebatas pemenuhan kewajiban, maka sejatinya esensi dari pelaksanaan statistik sektoral tersebut telah gugur.

Secara tidak langsung, paradigma menggugurkan kewajiban sama saja menggugurkan esensi dari apa yang diamanahkan tersebut.

Paradigma ini suka tidak suka, mau tidak mau, harus diubah. Kita persempit pembahasan pada statistik sektoral yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Pergeseran paradigma ini menjadi hal krusial yang harus dilakukan. Statistik sektoral seharusnya mampu menjadi kompas pembangunan, bukan borgol atau belenggu pembangunan.

Statistik sektoral yang diselenggarakan dengan kaidah statistik yang berlaku akan mampu menghasilkan data yang akurat dan mutakhir yang membebaskan pemerintah daerah dari kebutaan dalam meniti jalan pembangunan.

Selama ini, statistik sektoral lebih sering dipandang sebagai beban administrasi dan birokrasi, yang hanya untuk pemenuhan permintaan data semata, tanpa melihat lebih dalam kebermanfaatan yang dihasilkan oleh statistik sektoral itu sendiri.

Parahnya lagi, beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkadang tidak menyadari bahwa apa yang selama ini mereka lakukan merupakan bagian dari statistik sektoral.

Mereka menganggapnya hanya sebagai bagian dari tugas yang akan dilaporkan pada atasan. Sangat disayangkan bila misalnya data jumlah ternak dari Dinas Peternakan dan Perikanan, data harga bahan pokok dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian atau data jumlah tempat wisata dari Dinas Pariwisata yang telah susah payah dikumpulkan namun tidak didiseminasikan atau disebarluaskan dengan optimal, hanya sebatas laporan ke pimpinan atau kepala daerah.

Mengapa statistik sektoral menjadi kebutuhan pemerintah daerah yang tak bisa dipandang sebelah mata? Pertama, karena data yang dihasilkan statistik sektoral menjadi basis perencanaan Pembangunan dan fondasi dari setiap kebijakan.

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tak bisa lagi berdasarkan perkiran semata, pemerintah butuh data yang akurat untuk menentukan target suatu kebijakan, misal untuk memberikan bantuan kepada UMKM tentu diperlukan data jumlah UMKM.

Berbagai intervensi yang akan dilakukan juga butuh data, misal tentang berapa banyak jumlah penderita stunting atau dimana saja keberadaannya, maka anggaran penanggulangan stunting dapat difokuskan ke daerah yang potensi stunting, tidak dibagi rata ke seluruh kecamatan atau desa.

Kedua, dengan data maka alokasi anggaran dapat berbasis bukti. Misal ketika mengajukan anggaran revitalisasi sekolah ke DPRD, maka diperlukan data sekolah yang bangunannya sudah tidak layak atau tidak sesuai dengan kapasitas siswa.

Dengan demikian, statistik sektoral dapat menjadi justifikasi yang jelas dan akurat dari setiap rupiah yang dibelanjakan daerah.

Ketiga, statistik sektoral menjadi sarana monitoring dan evaluasi yang akuntabel. Pemimpin daerah dapat mengetahui keberhasilan program unggulannya, misal pemberian bantuan bibit, pupuk dan obat-obatan untuk petani apakah tergambar dengan data produktivitas yang ada. Data seperti itu sangat dibutuhkan pemimpin daerah, karena tanpa hadirnya data, maka evaluasi hanyalah laporan normatif dengan narasi “program telah terlaksana 100 persen”.

Terakhir, data sektoral dapat mengidentifikasi potensi dan kebutuhan. Misal di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yang memiliki potensi besar di bidang pertanian, dan di saat bersamaan kita ketahui bersama bahwa masyarakat butuh sarana relaksasi di tengah hiruk pikuk kesibukan pekerjaan, tugas kuliah/sekolah dan sebagainya.

Hadirnya sebuah agrowisata atau tempat wisata berbasis pertanian mungkin bisa menjadi solusi dari kombinasi potensi besar di bidang pertanian dan kebutuhan masyarakat yang haus akan hiburan.

Di era digitalisasi sekarang ini, dimana semua serba cepat namun tetap menuntut ketepatan, data sektoral bukan lagi sebatas pelengkap, tetapi fondasi utama pembangunan.

Merubah paradigma dari kewajiban menjadi kebutuhan terkait data sektoral menjadi tantangan tersendiri yang tidak mudah.

Bicara statistik sektoral, tantangan utamanya tentu ego sektoral itu sendiri. Misal data tertentu yang dianggap milik  OPD tertentu saja, sehingga OPD lain sulit mengakses datanya.

Selain itu, masih banyak SDM yang dimiliki pemerintah daerah belum melek data. Formasi ASN fungsional statistisi maupun pranata komputer juga masih sangat terbatas.

Standar data pun belum diterapkan, masih mengacu pada masing-masing OPD, sehingga sulit untuk dibagipakaikan. Metadata yang ada pun tidak jelas dan juga diseminasi data yang masih sempit, sehingga akses data sangat terbatas.

Kehadiran walidata sangat penting dalam pengelolaan data sektoral di daerah. Setiap penyelenggaraan statistik sektoral harus dilaporkan ke walidata dan diverifikasi. Pengajuan rekomendasi statistik dan pengumpulan metadata tak hanya sebatas yang diminta BPS semata.

Pengumpulan dan diseminasi data sektoral pun bukan semata melalui publikasi Daerah Dalam Angka-nya BPS semata.

Pemerintah daerah, dikoordinir walidata harus juga memiliki sarana diseminasi statistik sektoral misalnya melalui Profil Statistik Sektoral, dimana dalam publikasi tersebut tersaji seluruh data sektoral yang dihasilkan OPD di lingkup pemerintah daerah atau minimal menyajikan data sektoral yang belum tercantum dalam format Daerah Dalam Angka-nya BPS.

Statistik Sektoral seharusnya mendapatkan perhatian lebih saat ini, selain karena memang sudah menjadi suatu kebutuhan tetapi juga karena kini telah ada penilaiannya yaitu melalui Evaluasi Penyelenggaraan Statistik Sektoral (EPSS), dimana dari tahap perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis hingga penyebarluasan datanya akan dinilai, baik proses yang dilakukan hingga dokumentasinya.

Output EPSS yang berupa Indeks Pembangunan Statistik (IPS) juga menjadi salah satu indikator dalam Indeks Reformasi Birokrasi (Indeks RB).

Indeks RB tak hanya menjadi nilai suatu pemerintah daerah tetapi juga berperan dalam banyak hal misalnya sebagai indikator dalam penentuan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

Data sektoral adalah fondasi dan Kompas Pembangunan, dimana pemerintah daerah dapat tau dimana harus berpijak dan melangkah. 

Pemerintah harus mampu membangun budaya data di kalangan ASN dan mematahkan ego sektoral yang ada.

Pemimpin daerah harus melihat data sebagai aset strategis daerah, bukan hanya tumpukan laporan yang harus disetor di waktu tertentu. Kini saatnya paradigma data sebagai kewajiban birokratis bergeser menjadi kebutuhan strategis. Salam Satu Data Indonesia.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved