Opini

Refleksi Hari Statistik Nasional

Kegiatan statistik di Indonesia bermula dari kantor kecil di Bogor pada 1920, lalu pindah ke Batavia dengan nama Centraal Kantoor Voor de Statistiek.

Editor: tarso romli
handout
Moh. Wahyu, Kepala Statistik Provinsi Sumatera Selatan 

SETIAP tanggal 26 September, kita bukan sekadar merayakan Hari Statistik Nasional, tetapi juga menatap kembali angka-angka yang begitu dekat dengan kehidupan kita.

Tahun 2024, ekonomi Sumatera Selatan tumbuh 5,03 persen, setara dengan nasional, dengan nilai PDRB mencapai Rp663,96 triliun dan pendapatan per kapita Rp75,13 juta. Pada triwulan II 2025, pertumbuhan bahkan menembus 5,42 persen (y-on-y).Inflasi pun relatif terkendali, hanya 1,20 persen di akhir 2024, di bawah rata-rata nasional.

Di sisi lain, sawah-sawah kita menghasilkan surplus beras 1,63 juta ton, kopi robusta menyumbang seperempat produksi nasional, sementara karet menyumbang lebih dari 28 persen produksi nasional. Angka-angka ini tidak hanya menghiasi laporan resmi; ia adalah gambaran nyata tentang bagaimana Sumatera Selatan bekerja, tumbuh, dan bertahan.

Angka harga cabai dan beras di pasar yang mempengaruhi isi dompet rumah tangga, angka kendaraan yang kian padat di jalan-jalan kota Palembang, angka lulusan sekolah yang mencari peluang kerja, hingga luas kebun karet, sawit, dan kopi di desa-desa, semua itu adalah potongan cerita yang dirangkai oleh statistik.

Pertanyaannya sederhana: sejauh mana angka-angka itu benar-benar membantu kita memahami hidup, mengambil keputusan, dan menyiapkan masa depan bersama?

Hari Statistik Nasional (HSN) tahun ini mengusung tema “Statistik Berdampak untuk Indonesia Maju”. Tema yang terdengar sederhana, tetapi mengandung janji besar: bahwa data tidak berhenti di meja kerja, melainkan bergerak hingga ke rumah, ke ladang, ke sekolah, ke pasar.

Statistik seharusnya hadir tidak hanya dalam laporan, melainkan juga dalam pilihan-pilihan nyata: kapan petani menjual hasil panennya, bagaimana kota mengatur lalu lintasnya, atau bagaimana sekolah menyiapkan lulusan yang sesuai kebutuhan zaman.

Sejarah Statistik Indonesia

Kegiatan statistik di Indonesia bermula dari sebuah kantor kecil di Bogor pada 1920, lalu pindah ke Batavia dengan nama Centraal Kantoor Voor de Statistiek (CKS) pada 1924. 

Di sinilah Sensus Penduduk pertama digelar pada 1930, mencatat 60,7 juta jiwa di Hindia Belanda. Masa Jepang (1942–1945) membuat statistik dipakai untuk logistik perang, tetapi peristiwa itu justru menegaskan arti penting angka sebagai dasar keputusan.

Setelah proklamasi, lembaga ini dinasionalisasi menjadi KAPPURI dengan Abdul Karim Pringgodigdo sebagai pimpinan pertama, lalu berevolusi menjadi Kantor Pusat Statistik (1950) dan Biro Pusat Statistik (1957), menandai peran statistik sebagai fondasi awal republik muda.

Dekade 1960-an, statistik semakin erat dengan denyut pembangunan. Sensus Penduduk 1961 berhasil memastikan seluruh warga terhitung. Data itu mengungkap bahwa 65 persen penduduk terkonsentrasi di Jawa, jadi dasar kebijakan pemerataan.

Seiring waktu, organisasi pun berubah: dari KPS, Biro Pusat Statistik, hingga Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1997, yang diperkuat UU No.16/1997. Perubahan itu menandai pergeseran dari sekadar catatan administratif menuju navigasi pembangunan bangsa.

Survei makin beragam, teknologi komputer mulai dipakai, dan koordinasi antarinstansi diperkuat untuk menghasilkan data konsisten—kompas bagi arah kebijakan nasional.

Memasuki abad ke-21, BPS bertransformasi ke era digital. Sumber data baru dari citra satelit, transaksi digital, hingga sensor mobile dimanfaatkan, sejalan dengan inisiatif Satu Data Indonesia. Sensus Penduduk 2020 bahkan memadukan metode daring dan perangkat mobile, lompatan besar dari sensus kertas sebelumnya.

Kini, sistem statistik terhubung hingga daerah, data diolah lebih cepat, dan publik dapat mengakses lewat portal terbuka. Tantangan tetap ada, dari kualitas hingga keamanan data, namun inovasi terus dilakukan.

Baca juga: Kebakaran Lahan Dekat KM 48 Tol Indralaya-Prabumulih, Api Melalap Lahan yang Baru Dibuka  

Sejak awal hingga kini, arah statistik Indonesia tak berubah: menghadirkan gambaran jujur tentang negeri ini, agar kita melangkah bukan dalam gelap, melainkan berbekal peta yang akurat.

Integrasi Data Tunggal di Sumatera Selatan

Hampir seabad sejak berdirinya kantor statistik pertama, semangat menjadikan angka sebagai penunjuk jalan tetap menyala. Langkah terbaru di Sumatera Selatan menjadi contoh nyata. 

Pada September 2025, Pemerintah Provinsi bersama BPS RI menandatangani nota kesepakatan untuk mengintegrasikan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) ke dalam perencanaan pembangunan. 

Satu data resmi akan menjadi landasan semua program, menghindari tumpang-tindih dan perbedaan angka dari berbagai sumber. Amanat ini sejalan dengan pesan nasional bahwa data adalah navigasi pembangunan, terutama dalam mengentaskan kemiskinan, mengendalikan inflasi, dan menurunkan stunting.

DTSEN dibangun dengan konsep by name, by address sehingga setiap individu tercatat lengkap, sementara pemerintah daerah menyediakan data awal yang dikelola dan diperbarui BPS secara berkala. Inisiatif ini bukan sekadar dokumen formal, tetapi peta baru yang detail hingga ke tingkat desa.

Bayangkan sebuah desa terpencil yang sebelumnya jarang tersorot, kini muncul datanya dalam sistem tunggal. Dengan satu data, pertanyaan mendasar, berapa anak usia sekolah yang belum bersekolah, bagaimana kondisi pekerjaan penduduk, berapa rumah tangga yang tinggal di rumah tak layak huni, atau siapa saja yang memiliki usaha kecil, dapat dijawab cepat dan akurat.

Data kesehatan, termasuk disabilitas, juga tercatat, sehingga potret sosial-ekonomi masyarakat dapat terlihat utuh dan menyeluruh. DTSEN ibarat menyatukan kepingan informasi dari wilayah tepian sungai hingga perbukitan, dari kota besar hingga dusun kecil, menjadi gambaran utuh tentang kondisi Sumatera Selatan.

Langkah ini juga akan didukung dengan pembentukan pusat data provinsi untuk mempercepat pemutakhiran informasi.

Namun perjalanan data tidak berhenti saat angka terbit. Ia baru benar-benar bermakna ketika dipakai untuk kebijakan dan tindakan nyata, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Di sinilah literasi statistik penting: agar angka tidak sekadar menjadi laporan, tetapi dipahami dan dimanfaatkan.

Publik yang paham data bisa ikut mengawal arah kebijakan, sementara aparatur yang melek statistik lebih jeli mengambil keputusan berbasis bukti. Hari Statistik Nasional setiap 26 September mengingatkan kita akan hal itu.

Statistik berdampak bukan karena tabelnya tebal, melainkan karena mampu menghadirkan perubahan nyata: data harga dan produksi membantu petani menentukan waktu tepat menjual cabai, gabah, atau karet; data pendidikan memastikan pelajar dari desa terjangkau beasiswa; dan data kesehatan memungkinkan puskesmas menargetkan imunisasi lebih akurat.

Sejarah panjang BPS dari masa kolonial hingga era digital menunjukkan bahwa data selalu bergerak bersama bangsa. Dari pencatatan dengan kertas hingga analisis dengan algoritma, arahnya tetap sama: menghadirkan gambaran jujur dan terkini tentang negeri ini. Hari ini, janji itu diteguhkan kembali.

Melalui kolaborasi, inovasi, dan semangat para insan statistik, setiap angka tidak berhenti sebagai catatan, tetapi menjadi penunjuk jalan perubahan. Melalui MoU updating DTSEN di Sumsel, kita sedang melangkah menuju satu data yang lebih kokoh dan terpadu.

Ketika data dipakai sebagai pijakan kebijakan, pembangunan tidak lagi berjalan dengan tebakan, melainkan dengan kepastian. Statistik adalah bahasa fakta, apa adanya dan justru karena itulah ia berharga. Dari angka yang sederhana lahirlah keputusan besar: kapan pupuk disalurkan, di mana sekolah dibangun, siapa yang berhak mendapat layanan kesehatan.

Itulah makna sejati Statistik Berdampak untuk Indonesia Maju, bukan sekadar slogan, melainkan komitmen agar setiap angka membawa perubahan nyata bagi kehidupan rakyat. (*)

Simak berita menarik lainnya di sripoku.com dengan mengklik Google News.

Baca juga: 100 Pasang Sepatu untuk Murid SD, Bazma Kilang Pertamina Plaju Tebar Jejak Energi Kebaikan

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved