Keracunan MBG
Guru-guru di Kota Ini Pikir-pikir Jika Wajib Cicipi MBG, Padahal Program Andalan Presiden Prabowo
Wacana guru sebagai pencicip makanan bergizi gratis (MBG) mendapat sorotan dari PGRI Semarang, mereka menolak jadi kelinci percobaan.
SRIPOKU.COM - Wacana guru sebagai pencicip makanan bergizi gratis (MBG), yang merupakan salah satu program andalan Presiden RI Prabowo Subianto, mendapat sorotan dari PGRI Semarang.
Alih-alih bikin kebijakan itu, sejumlah guru di Semarang punya opsi lain demi mencegah terjadi keracunan MBG di tingkat pelajar.
“Namanya manusia, nyawa kan tidak bisa coba-coba. Kalau ternyata makanannya tidak sehat, itu bisa membahayakan bapak-ibu guru,” ujar Ketua PGRI Semarang, Prof. Nur Khoiri saat dihubungi Tribunjateng, Kamis (2/10/2025).
Ia menyayangkan jika tanggung jawab pengawasan makanan akhirnya ditumpukan kepada guru.
Baca juga: Insentif Rp 100 Ribu Per Hari untuk Guru Distribusi MBG Banyuasin, Dibayar 10 Hari Sekali
Menurutnya, profesi guru sudah cukup terbebani dengan tugas mendidik, mengajar, hingga membimbing siswa.
“Guru itu kasihan. Mereka harus turut serta menyukseskan program, tapi kalau ada permasalahan, misalnya kasus keracunan, masyarakat tahunya ke sekolah. Guru yang akan ditarik-tarik tanggung jawabnya,” kata Khoiri.
Ketimbang guru mencicipi langsung makanan MBG, Khoiri mengusulkan adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) sederhana untuk memastikan kualitas hidangan sebelum didistribusikan.
“Makanan bisa diperiksa tanpa harus dimakan. Bisa dilihat, dicermati, bahkan diraba. Kalau ada lendir, bau, atau tekstur yang aneh, itu sudah jadi tanda,” jelasnya.
Baginya, langkah-langkah sederhana semacam itu jauh lebih masuk akal ketimbang menjadikan guru sebagai “kelinci percobaan”.
Baca juga: 98 SPPG Beroperasi di 18 Kecamatan, Pemkot Palembang Diminta Pengawasan Ketat Dapur MBG
Apalagi, dalam kasus keracunan yang pernah terjadi di beberapa daerah, faktor utamanya bukan soal rasa, melainkan proses pengolahan dan distribusi yang terburu-buru.
“Jangan sampai karena dikejar waktu, masakan yang harusnya 30 menit matang, baru 20 menit sudah dibagikan. Itu kan berbahaya,” tegas Khoiri.
Khoiri menyarankan, pengawasan MBG melibatkan unsur komite sekolah.
Dengan begitu, kontrol tidak berhenti di dapur penyedia (SPPG) saja, melainkan terus berlapis hingga ke sekolah.
“Pelibatan komite penting agar ada kontrol dari masyarakat. Jangan semua dibebankan ke guru. Guru biar fokus mengajar,” ucapnya.
Baca juga: Rahasia Dapur MBG Polda Sumsel, Didinginkan Tempat Khusus hingga Air Diperiksa di Laboratorium
Ia mencontohkan, beberapa sekolah swasta di Semarang bahkan menolak program MBG karena orangtua siswa lebih percaya pada makanan yang disiapkan kantin sekolah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.