Kritik KPU Menguat Usai Sembunyikan Data Cawapres, Desakan Tinjau Ulang Masa Jabatan Anggota Mencuat

Desakan agar pemerintah dan DPR menata ulang masa jabatan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) menguat.

Editor: adi kurniawan
https://www.google.co.id/
Logo KPU. 

SRIPOKU.COM -- Desakan agar pemerintah dan DPR menata ulang masa jabatan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) menguat. Hal ini muncul setelah banyaknya kritik atas Putusan Nomor 731 Tahun 2025 yang membatasi data calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) sebagai informasi yang dirahasiakan.

Pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai saat ini adalah momentum yang tepat untuk menata ulang masa jabatan anggota KPU periode 2022-2027. Menurut Titi, jika Presiden dan DPR merekomendasikan pemberhentian anggota KPU kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), langkah tersebut harus dibarengi dengan moratorium keanggotaan KPU hingga ada mekanisme rekrutmen yang baru dan lebih baik.

"Itu sejatinya sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 120/PUU-XX/2022," ujar Titi dalam jumpa pers daring, Minggu (21/9/2025).

Jumpa pers ini merupakan pernyataan sikap dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pemilu, mendesak adanya penataan ulang kelembagaan penyelenggara pemilu.

Putusan MK Nomor 120 menekankan tiga poin penting. Pertama, proses rekrutmen penyelenggara pemilu harus selesai sebelum tahapan pemilu dimulai. Kedua, desain rekrutmen wajib menghasilkan penyelenggara pemilu yang berkompetensi, berintegritas, dan independen. Ketiga, penyelenggara harus dibekali pelatihan dan bimbingan teknis untuk melaksanakan tugas secara efektif.

Titi menegaskan, penataan masa jabatan KPU harus segera dilakukan agar persiapan pemilu berikutnya lebih matang. "Kalau kita ingin mewujudkan tiga hal yang diperintahkan MK tadi, maka penataan akhir masa jabatan harus dilakukan sekarang," katanya.

"Sehingga kalau tahapan pemilu misal dimulai pada 2028, 2027 kita sudah bisa melakukan pelatihan penguatan kapasitas kepemiluan. Dan di 2026 mestinya proses seleksi itu sudah bisa dituntaskan sehingga berjenjang sampai kabupaten, kota itu bisa kita wujudkan penyelenggara pemilu yang baru," pungkasnya.

Sebelumnya, KPU menjadi sorotan publik setelah menerbitkan Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 pada 21 Agustus 2025. Aturan tersebut menetapkan 16 dokumen persyaratan capres-cawapres, termasuk ijazah, SKCK, rekam medis, dan LHKPN, sebagai informasi yang dikecualikan. Aturan ini memicu kritik keras dari masyarakat sipil dan pemantau pemilu.

Menanggapi kritik tersebut, KPU akhirnya membatalkan keputusan kontroversial tersebut pada 16 September 2025. Ketua KPU Afifuddin menyatakan pembatalan dilakukan demi transparansi dan keterbukaan informasi publik. "Kami secara kelembagaan memutuskan untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025," kata Afifuddin dalam jumpa pers. Setelah pembatalan, KPU akan kembali berpedoman pada aturan yang sudah ada dalam memperlakukan informasi dan data para calon.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved