Opini

Prasangka yang Dibolehkan

Editor: Yandi Triansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr. Hj. Uswatun Hasanah, M.Ag Sekretaris Program Dokror dan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Raden Fatah Palembang.

Selanjutnya seorang muslim memiliki kewajiban untuk membantu orang lain dalam menumbuhkan prasangka baiknya.

Menjelaskan tentang sifat baik Tuhan atau tentang akhlak dari seorang yang memilik agama.

Tidak ada satu agama pun di dunia yang menginginkan manusia melahirkan sikap buruk.

Dari penampilan, tingkah laku dan perkataan saat berinteraksi jangan sampai memancing pemikiran yang tidak baik dari orang lain sehingga menimbulkan kecurigaan.

Sebagaimana yang terjadi di dalam kisah Nabi Ayub, meskipun di luar kendali nabi, kondisinya sempat melahirkan prasangka buruk bagi orang lain yang melihatnya.

Dengan penuh pertimbangan, sikap bijak mampu dilakukan nabi saat mengetahui adanya pra¬sangka buruk yang tengah terjadi. Sehingga kemudiaan melakukan klarifikasi secara cepat.

Hal ini perlu menjadi teladan bagi manusia, pentingnya menyelamatkan orang lain agar tidak terjebak dalam prasangka buruknya dan menjadi pendosa akibat perilaku yang dihadirkan.

Sebagai catatan penting adalah memelihara prasangka baik pada sifat Tuhan dan ajaran agama. Nabi Ayub tidak perduli saat orang lain menjauhi dirinya karena penyakit. Namun ketika prasangka buruk disandarkan kepada Tuhan dengan cara membatasi pengetahuan-Nya, menyempitkan rahmat dan kasih sayang-Nya.

Seakan-akan Tuhan mudah marah, pendendam pa¬dahal sesungguhnya adalah tidak.

Begitu juga seharusnya dilakukan oleh setiap insan. Men-jaga muruah agama yang dianutnya adalah sebuah keniscayaan. Jangan sampai perilaku yang dihadirkan seseorang menjadi sumber prasangka dan maksiat bagi orang lain.

Prasangka bu¬ruk kepada Tuhan dan kepada sesama manusia.

Selain menjaga perilaku diri, membangun prasangka baik juga dapat dilakukan dengan memasuki lingkungan yang baik yang dapat memberi pengaruh positif terhadap pemikiran, perasaan dan perilaku.

Bukan dengan cara memmutuskan silaturahmi. Memilih dan menjauhi teman atau komunitas tertentu. Tetapi dengan cara membatasi intensitas.

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga diri sendiri dan juga orang lain dari sikap berburuk sangka yang lahir akibat keberadaan dalam satu komunitas.

Terakhir menghindarkan prasangka buruk dan melahirkan prasangka baik bagi diri dan orang lain dapat dilakukan juga dengan cara menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas yang membangun kredibilitas diri dan bermanfaat bagi orang lain.

Meskipun akan tetap ada respon negatif dari orang lain namun ini merupakan bagian dari sunnatullah. Di dalam aturan yang dibuat oleh Allah dan berlaku di bumi adalah kehidupan yang berpasang-pasangan (Q.S. 30, 21).

Maka ketika telah melakukan hal yang benar menurut agama, tetap istiqamah merupakan ja¬lan satu-satunya tanpa ada pilihan. Meskipun terdapat banyak macam respon yang ditimbulkan.

Sebuah kesimpulan yang dapat diambil adalah, bahwa prasangka tidak selamanya menjadi hal yang buruk. Prasangka buruk dapat menjadi sesuatu yang baik ketika dikemas dalam bentuk kewaspadaan.

Misalnya pada orang yang baru saja dijumpai. Tidak mudah percaya dengan tetap memberi batasan pada rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh agama. Tetapi prasangka tidak boleh dibiarkan terus-menerus tanpa ada pembuktian kebenaran.

Termasuk prasangka baik. Karena hal tersebut dapat menimbulkan kelalaian. Ketika terlihat ada hal-hal yang mencurigakan dari seorang yang dipercayai maka tetap mengedepankan logika. Bahwa manusia adalah tempat salah dan khilaf.

Sesegera mungkin untuk mengingatkan dan memberi klarifikasi.

Hanya prasangka baik terhadap Allah yang tidak boleh hilang dari pemikiran manusia.

Seperti apa yang dilakukan Nabi Ayub, lamanya waktu dan beraneka ragam jenis cobaan sedikitpun tidak melahirkan prasangka buruk kepada Tuhan-nya.

Tags:

Berita Terkini