Oleh: Prof. Dr. Hj. Uswatun Hasanah, M.Ag
Guru Besar Ilmu Hadis UIN Raden Fatah Palembang
SATU waktu tepatnya satu tahun yang lalu ragam media informasi mengabarkan bahwa seorang siswi telah menjadi korban bullying saat pelaksanaan kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau MPLS di Cianjur. Siswi dengan inisial AD (12) sampai harus dibawa ke rumah sakit setelah mengalami perundungan.
Dikisahkan bahwa beberapa waktu sebelumnya korban tengah mengikuti kegiatan fashion show yang merupakan rangkaian dari kegiatan MPLS di SMPN 1 Sindangbarang. Namun beberapa waktu setelah selesai memperagakan busana kebanggaannya, korban tiba-tiba dihampiri oleh siswi lainnya dan melakukan aksi kekerasan fisik terhadapnya (23/7/2024).
Informasi ini merupakan salah satu dari cukup banyak fakta yang terjadi akibat pelaksanaan MPLS dalam rangka menyambut kedatangan siswa baru.
Dipahami bersama bahwa tahun ajaran baru terutama saat hari pertama masuk sekolah merupakan momentum penting dalam kehidupan seorang calon peserta didik. Peralatan yang serba baru terlebih seragam baru yang menunjukkan kenaikan jenjang pendidikan, merupakan energi tersendiri bagi seorang siswa. Kesan pertama yang timbul saat tiba di sekolah akan sangat membantu dalam memberi semangat dan motivasi belajar pada tahap selanjutnya, selama ia terdaftar sebagai siswa sekolah tersebut. MPLS secara umum dari masa ke masa merupakan kegiatan terprogram secara nasional memiliki tujuan dan peran penting dalam membantu siswa mengenal berbagai aspek kehidupan sekolah, seperti memahami tata tertib, melakukan adabtasi dan membangun karakter. MPLS yang dicanangkan sebagai program utama bagi calon peserta didik seharusnya menekankan pada pendekatan yang ramah anak dan edukatif, menghindari praktik perpeloncoan, perundungan, dan kegiatan yang tidak mendidik. Fokus pelaksanaan MPLS terpusat pada penumbuhan karakter positif seperti disiplin, tanggung jawab, kerjasama, dan kemandirian, serta menggali potensi dan keberanian siswa serta rasa memiliki terhadap sekolah. Mengenalkan kegiatan akademis dan ekstrakurikuler yang menarik untuk meningkatkan dan mendukung semangat belajar siswa
Namun sayangnya, meskipun MPLS memiliki tujuan yang baik beragam masalah kerap terjadi saat penyelenggaraannya. Kegiatan MPLS masih saja menerapkan pendekatan yang sangat kaku, fokus pada aturan dan pemberian tugas yang tidak masuk akal, tidak relevan, atau merendahkan martabat siswa. Aktivitas yang mengarah pada perpeloncoan. Penggunaan atribut yang tidak edukatif dan tidak relevan. Bahkan tidak sedikit yang mempertahankan budaya feodalistik dan senioritas. Perundungan terjadi dapat berupa kekerasan verbal misalnya berupa teriakan, ejekan, hujatan dan cacian. Kekerasan fisik terjadi dapat berupa pukulan, tendangan dan hukuman yang tidak masuk akal. Adapun kekerasan sosial dapat berbentuk perlakuan diskriminatif, dijadikan bahan gosip dan bahkan cyberbullying. Kakak kelas yang biasa menjadi bagian dari panitia pelaksana kegiatan yang paling sering menjadi pelaku dalam penerapan feodalistik dan senioritas.
Pemicunya tidak harus keliru dalam memahami aturan, salah dalam menyapa dan bersikap, saat berpapasan dan melintasi senior maka para siswa baru akan langsung menerima kekerasan verbal atau hukuman fisik. Pada sisi ini sangat diharapkan kakak kelas bersikap santun dan ramah. Tidak perlu ada teriakan, ejekan, memberi panggilan yang tidak baik kepada adik barunya apalagi memberikan hukuman. Rasa hormat dan ikatan persaudaraan justru akan lebih mudah terjalin dalam sikap yang baik, ramah, santun dan penuh kasih sayang. Hukuman boleh saja diberikan pada pelanggaran tata tertib dan aturan kedisiplinan sekolah, bukan ajang pembuktian senioritas atau kekerasan, dan harus fokus pada prinsip utama yaitu pengenalan terhadap lingkungan sekolah, budaya, dan nilai-nilai positif.
Sekolah yang secara fakta merupakan rumah kedua bagi para siswa seharusnya dapat memberikan rasa nyaman dan aman. Saat akan berangkat ke sekolah barunya tidak sedikit dari siswa terutama yang berkarakter intropert telah mengalami problem berat untuk melangkah dan beradabtasi dengan lingkungan barunya. Disapa secara ramah dan santun saja belum tentu mereka bisa langsung merasa nyaman, apalagi jika mendapatkan perilaku yang tidak ramah. Perundungan dalam MPLS dapat menyebabkan kesulitan membangun hubungan interpersonal, susah berkonsentrasi, takut ke sekolah, gangguan kesehatan fisik (sakit kepala, flu, sakit dada), dan dampak psikologis yang ekstrem seperti cemas berlebihan, depresi, bahkan keinginan bunuh diri. Jika tidak disikapi dengan bijak akan berlanjut pada dendam yang berujung pada kasus pembakaran sekolah dengan bom molotov sebagaimana yang dilakukan oleh seorang siswa di Temanggung. Kasus kematian seorang anak usia SD yang stres akibat perundungan oleh tiga siswa SMP atau pengaduan dan tuntutan dari keluarga korban hingga ke meja hijau dan berakhir di jeruji besi. Berdasarkan data dari OECD pada Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 lebih dari 41 persen siswa di Indonesia mengalami kekerasan. Angka yang sangat fantastik karena hampir menyentuh 50 ?ri jumlah siswa secara keseluruhan dan merupakan jumlah dua kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan negara lain di dunia.
Perundungan atau bullying dalam MPLS yang merupakan praktik kekerasan yang tidak boleh terjadi dan harus segera dihilangkan sampai ke akar-akarnya. MPLS seharusnya menjadi ajang adaptasi positif bagi siswa baru, ramah tidak ada kekerasan sedikitpun. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal dalam Diskusi Pendidikan Bertema MPLS menyenangkan, yang digelar secara daring, pada Rabu, 12 Juli 2023. Interaksi langsung yang terjadi selama menjalankan MPLS seharusnya membuat para siswa menemukan dirinya sehingga memberi dampak positif untuk menjalani sekolah dengan menyenangkan. Orang tua perlu segera melaporkan jika terjadi perundungan. Pihak sekolah seharusnya bertanggung jawab penuh untuk menciptakan lingkungan MPLS yang aman dan bebas dari perundungan. Jika ada laporan terjadi perundungan maka pihak sekolah diharapkan segera menindaklanjuti, tentu saja tanpa upaya penyumbatan informasi apalagi upaya untuk membungkam pelaporan.
Secara khusus jika dilihat dari kunci keberhasilan seorang pemimpin besar dunia bahwa kesuksesan hanya bisa dikembangkan dengan nilai-nilai santun dan penuh etika (Q.S. al-Anbiya, 107). Islam dengan manusia yang meyakininya seharusnya dapat membawa kedamaian, kasih sayang dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta. Bukan hanya bagi kalangan tertentu, di momen tertentu atau faktor tertentu saja. Penerapan konsep rahmatan lil alamin seharusnya ada pada setiap detik di kehidupan sehari-hari mencakup aspek toleransi, saling menghormati, menjaga lingkungan dan menjauhi segala kekerasan dan kerusakan. Perilaku ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang berilmu dan terpelajar. Sehingga dapat dibayangkan betapa kecewanya semesta jika sekolah sebagai tempat berkumpulnya kaum intelektual dengan aktivitas pendidikan dan pembelajaran melakukan pelanggaran keras dengan melakukan kekerasan di awal pengenalan, menyambut para peserta didik yang sedang membangun cita-cita dan membawa harapan besar saat memasuki lingkungan barunya.
Kesalahan yang dihitung sebagai dosa kepada manusia di antaranya perbuatan melanggar hak atau menyakiti orang lain. Baik hal tersebut dilakukan secara langsung mupun tidak langsung. Ini mencakup beragam bentuk, bisa berupa tindakan, cacian atau fitnah dan ngomong di belakang. Kesalahan seperti ini memerlukan permintaan maaf dan perbaikan hubungan dengan pihak yang sudah disakiti, tidak hanya personal namun bisa merambat pada satu keluarga, suku atau organisasi tertentu. Jangan dikira melakukan kekerasan kepada seorang adik kelas, hanya melukai seorang individu saja, belum tentu, karena terkait dalam hubungan dengannya adalah kedua orang tuanya, saudaranya bahkan masyarakat dan organisasi tertentu yang ikut merasakan kepedihan saat terjadi kekerasan verbal maupun nonverbal terhadapnya.
Selain itu diperlukan pula pertaubatan di hadapan Allah. Berbeda dalam konteks dosa meninggalkan sholat, puasa ataupun zina maka dosa akibat menyakiti orang lain, selamanya Allah tidak akan memberi ampun jika orang yang dizalimi belum memberikan maaf. Meskipun kesalahan dilakukan dalam konsep permainan atau sesuatu yang dianggap sepele. Jika orang yang diperlakukan tidak ridho maka begitu juga sikap Allah dan Rasulullah kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa mengejek, meremehkan dan melakukan kekersan verbal kepada orang lain apalagi kekerasan fisik maka bisa termasuk ke dalam dosa besar jika dilakukan dengan sengaja dan berulang-ulang. Allah berfirman dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka tentang apa yang mereka lakukan itu, tentu mereka akan menjawab sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja. Katakanlah apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? (Q.S. al-Taubah, 65).
Rasulullah SAW senantiasa menganjurkan kebaikan dalam segala aspek kehidupan, menekankan pentingnya akhlak mulia, amal shalek dan bermanfaat bagi sesama serta menjaga lisan dari perkataan yang tidak baik. Sabda Rasul Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya (H.R. al-Bukhariy, 6035). Bukan fisiknya, prestasinya apalagi nilai raportnya. Berlomba-lomba dalam perilaku yang baik dan tidak meremehkannya bahkan untuk sekedar menaampakkan wajah yang berseri dinilai pahala di sisi Tuhan (H.R. Muslim, 2626). 23 tahun masa kenabian membawa satu misi untuk menyempurnakan akhlak manusia (H.R. al-Bukhariy, 273). Akhlak mulia yang dimaksud adalah perilaku terpuji terkait adab dan norma. Bukan menciptakan akhlak baru tetapi mengelola potensi kebaikan yang ada dalam diri sesuai dengan syariat agama. Rasulullah merupakan teladan terbaik sepanjang zaman dalam perilaku untuk diikuti (Q.S. al-Ahzab, 21)
Pada tahun ajaran 2025/2026, Kemendikbudristek mengusung tema "MPLS Ramah" yang bertujuan menciptakan suasana belajar yang aman, mendukung perkembangan karakter peserta didik, dan memperkuat budaya positif di sekolah. MPLS Ramah merupakan konsep berlandaskan pada penghormatan terhadap hak-hak anak, penguatan nilai-nilai karakter, serta penerapan prinsip pendidikan inklusif dan menyenangkan. Setiap kegiatan dirancang mendukung tumbuh kembang peserta didik secara positif, tanpa tekanan, kekerasan, apalagi perlakuan merendahkan. Menempatkan Pancasila sebagai dasar seperti berakhlak mulia, mandiri, gotong royong, dan bernalar kritis. Selain itu, MPLS Ramah juga mengedepankan pengalaman belajar yang aman, bebas dari diskriminasi, serta menjunjung tinggi martabat setiap murid. Semua bentuk perpeloncoan, kekerasan fisik maupun verbal, atau tugas yang tidak mendidik, dilarang keras dalam pelaksanaannya. Melalui pendekatan ini, MPLS tidak hanya menjadi masa pengenalan lingkungan sekolah, melainkan juga awal yang positif untuk membentuk budaya sekolah yang sehat, suportif, dan penuh semangat kebersamaan.
Harapan besar bagi pelaksanaan MPLS yang sesuai dengan apa yang direncanakan oleh pemerintah, pihak sekolah dan masyarakat. Jangan sampai ada kelalaian oleh oknum tertentu dalam pengaplikasiannya. Saat mendaftar, memilih dan masuk dalam sekolah tertentu, calon siswa memiliki konsep keinginan beragam yang berkaitan dengan masa depannya. Seperti mendapatkan pendidikan berkulalitas, fasilitas lengkap, guru yang baik, teman-teman yang mendukung, peluang masuk perguruan tinggi favorit, pengembangan minat dan bakat serta lingkungan belajar yang positif dan suportif. Karenanya mari didukung cita-cita mulia ini. Mulai dari saat ini dan mulai dari diri sendiri. Mari segenap unsur dukung pelaksanaan MPLS ramah dan edukatif.