Opini

Prasangka yang Dibolehkan

Editor: Yandi Triansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr. Hj. Uswatun Hasanah, M.Ag Sekretaris Program Dokror dan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Raden Fatah Palembang.

Oleh: Dr. Hj. Uswatun Hasanah, M.Ag
Sekretaris Program Dokror dan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Raden Fatah Palembang

Manusia adalah makhluk yang tidak selamanya benar. Meskipun telah melakukan hal yang baik sekalipun masih saja ada tanggapan keliru tentang apa yang dia lakukan.

Sebagaimana Rasulullah yang telah dipuji akhlaknya oleh penduduk langit dan bumi, namun masih saja ada respon dan penilaian buruk terhadap sikap dan perilakunya.

Di antara banyaknya kekeliruan yang dilakukan oleh manusia adalah akibat adanya prasangka buruk. Semua orang tanpa ter-kecuali memiliki kemampuan dan kesempatan untuk membentuk dan melahirkan prasangka dengan mudah.

Dalam tiap sisi kehidupan manusia, prasangka merupakan sesuatu yang sering terjadi. Pandangan umum masyarakat terhadap prasangka dibatasi kepada satu sikap negatif yang tidak dapat dibenarkan.

Prasangka didefinisikan sebagai anggapan atau pendapat yang kurang baik tentang sesuatu yang dimunculkan dalam benak seseorang sebelum mengetahui atau menyelidiki sebuah persoalan lebih lanjut.

Hal ini disebabkan karena prasangka dinilai sebagai se-suatu yang bersifat emosional sehingga dapat dengan mudah diprovokasi.

Terdapat tiga macam prasangka yang bisa membelenggu jiwa seseorang yaitu pertama prasangka yang bersifat kognitif yaitu merujuk pada apa yang dianggap benar, kedua prasangka afektif merujuk kepada apa yang disenangi ataupun tidak dan ketiga prasangka konatif merujuk pada bagai-mana kecendrungan seseorang ketika hendak melakukan tindakan. Prasangka dapat terus bertahan dalam diri seseorang pada waktu yang lama sehingga mempengaruri perilakunya, membatasi perkembangan dan menghambat peningkatan potensi individual.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Pada lingkup sosial prasangka dapat menjadikan seorang individu tidak mau berinteraksi dengan yang lain memicu terjadinya konflik melahirkan perpecahan dan pada akhirnya menimbulkan penyesalan.

Perlu dipahami bahwa prasangka bukan fitrah atau sifat bawaan seseorang. Tidak ada seorang bayi pun terlahir ke dunia dengan membawa prasangka terhadap orang atau benda tertentu.

Meskipun ibu kandungnya sendiri telah membuangnya ke dalam bak sampah atau bapak biologisnya tidak menginginkan kelahirannya.

Anak-anak tidak pernah memperdulikan apa warna kulitnya atau siapa kedua orang tuanya, sehingga pada suatu ketika lingkungan di se-kitarnya mengajarkannya untuk memunculkan penilaian tentang hal tersebut.

Prasangka merupakan sikap yang dipelajari sebagai hasil melihat dan mengapresiasikan berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan peradaban tidak lantas menjadikan penurunan sikap prasangka.

Mudahnya penyebaran informasi saat ini, justru meningkatkan penyebaran berbagai bentuk prasangka buruk seperti fitnah dan hoaks. Karenanya perlu strategi yang tepat untuk mengelola prasangka sehingga tidak menjadi sesuatu yang menjerumuskan.

Halaman
1234
Tags:

Berita Terkini