Dokter di Sekayu Alami Kekerasan

REAKSI Dinkes Sumsel Usai Dugaan Kekerasan terhadap Dokter Syahpri di RSUD Sekayu Viral, Tetap Kawal

Sebagai langkah lanjutan, Dinkes Sumsel telah mengirimkan surat kepada Dinkes Muba untuk melakukan pendalaman kasus.

Penulis: Linda Trisnawati | Editor: pairat
IG/rsudsekayu
DOKTER DIANIAYA - Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD, FINASIM, dokter RSUD Sekayu, Sumatera Selatan diduga menjadi korban penganiayaan oleh keluarga pasien. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Berikut reaksi Dinkes Sumsel usai dugaan kekerasan terhadap Dokter Syahpri di RSUD Sekayu viral, tetap dikawal.

Bak tak tinggal diam terkait terjadinya dugaan kekerasan terhadap Dokter Syahpri Putra Wangsa di RSUD Sekayu, Musi Banyuasin (Muba), kini Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) sudah menindaklanjuti.

"Sudah kita tindaklanjuti dengan menyurati secara langsung ke Dinas Kesehatan Kabupaten Muba yang ditembuskan ke RSUD Sekayu," kata Kepala Dinkes Sumsel, dr. Trisnawarman saat dikonfirmasi, Kamis (13/8/2025).

Menurut Trisnawarman, pihaknya telah menerima informasi bahwa korban bersama pihak RSUD, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dinkes, dan tenaga profesi lainnya telah mendatangi Polres Muba untuk membuat laporan resmi.

KLARIFIKASI DOKTER SYAHPRI - Dokter Syahpri mengaku belum mendapat permintaan maaf dari keluarga pasien. Dokter Syahpri Sebut Belum Ada Permintaan Maaf dari Keluarga Pasien Meski Sudah Dilaporkan ke Polisi
KLARIFIKASI DOKTER SYAHPRI - Dokter Syahpri mengaku belum mendapat permintaan maaf dari keluarga pasien. Dokter Syahpri Sebut Belum Ada Permintaan Maaf dari Keluarga Pasien Meski Sudah Dilaporkan ke Polisi (Tiktok@Plgkehilangan)

Baca juga: PENGAKUAN Keluarga Pasien di Muba Paksa Buka Masker Dokter, Kecewa 4 Hari Tunggu Layanan VIP

Sebagai langkah lanjutan, Dinkes Sumsel telah mengirimkan surat kepada Dinkes Muba untuk melakukan pendalaman kasus. Surat tersebut memuat lima poin yang harus dilaporkan, yaitu identitas dokter yang terlibat, tempat praktik, kronologis singkat kejadian, kondisi terkini pasien dan tenaga medis, serta upaya penanganan yang dilakukan pihak rumah sakit dan Dinkes Kabupaten.

"Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Tidak boleh terjadi kekerasan di negara kita, apalagi terhadap dokter. Kami juga meminta proses hukum  tetap dikawal dari Dinkes Pemkab Muba," katanya

Berikut Laporan terkait Kronologi Kejadian

Pasien masuk di Ruang Leban pada tanggal 8 Agustus 2025 Pukul 21.05 WIB dari IGD dengan diagnose Hipoglikemia ec DM Type 2 + Hipertensi + AKI Stage 2 + SuspbCAP dd TB Paru dengan kesadaran Composmentis di terima oleh perawat Leban.

Kemudian dilakukan orientasi ruangan dan edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi ruangan yang ada di Ruangan Leban. Kemudian keluarga pasien  menandatangani lembar edukasi dan menerima di Rawat di Ruang Leban. Kemudian operan di IGD ada Tindakan Kurva BSS dan Cek TCM.

Pada Pukul 22.06 WIB dilakukan Tindakan cek BSS, didapatkan hasil 150mg/dL Pada pukul 04.28 WIB kemudian dr. Residen Visite.

Pada 9 Agustus 2025 pada Pukul 06.00 WIB, dilakukan tindakan cek BSS, didapatkan hasil 131 mg/dL dan tekanan darah 172/90 mmHg.

Hasil dahak belum ada, dikarenakan kondisi pasien secara objektif masih mengantuk dan tidak bisa diajak komunikasi.

Cek GCS Pukul 09.00 WIB didapatkan hasil E1 M2 V1 kemudian secara inisiatif Perawat di Leban melaporkan ke dokter jaga dan diinstruksin cek BSS serta Pasang NGT.

Tanggal 9 Agustus 2025, Pukul 14.00 WIB operan shift pagi ke sore pada shift sore dari pukul 14.00 WIB sampai jam 20.00 WIB dilaporkan bahwa tekanan darah pasien 150/90 mmHg di Pukul 16.00, kemudian pada Pukul 17.00 dilakukan Kurva BSS dengan hasil 107 mg/dL.

Kemudian untuk pengambil sampel dahak tidak bisa dilakukan karena pasien tidak bisa batuk.

Tanggal 10 Agustus 2025 Pasien di-visite oleh dokter jaga bangsal dan tidak ada terafi tambahan, lanjutkan terapi yang telah dilakukan.

Kemudian diedukasi mengenai sampel dahak, didapatlah dahak yang berupa air liur dan sedikit. Maka perawat melakukan edukasi untuk ditambah dahaknya karena dikhawatirkan sampel tidak akurat ketika di laboratorium. Kemudian pada pukul 22.00 WIB dilakukan edukasi ke keluarga pasien.

Tanggal 10 Agustus 2025 sampai dengan Tanggal 11 Agustus 2025 dilakukan Cek Kurva BSS dan Pemantauan Tekanan Darah.

Tanggal 11 Agustus 2025 Pada Pukul 06.00 di lakukan cek BSS Kembali didapatkan hasil 303 mg/dL Pada Pukul 06.05 dilakukan visite oleh Dokter Residen Penyakit Dalam.

Pada Pukul 08.30 WIB dr. Syahpri, Sp.PD KGH melakukan visite kepada pasien. Kemudian disampaikan bahwa dahak masih sedikit dan pasien tidak bisa batuk untuk mengeluarkan dahak.

Tanggal 12 Agustus 2025

Pada Pukul 06.30 WIB dilakukan visite oleh Dokter Residen Penyakit Dalam, Kemudian keluarga pasien bertanya “Kapan bisa pindah Ruangan?” Kemudian di jelaskan oleh dokter Residen Bahwa Menunggu sampel dahak pasien kemudian akan dilakukan pemeriksaan TCM

Pada Pukul 06.45 WIB dr. Syahpri, Sp.PD KGH melakukan visite kepada pasien. Keluarga pasien Kembali bertanya mengenai “Kapan Bisa Pindah ke Ruangan Petanang, Kemudian dijelaskan oleh dr. syahpri, Sp.PD bahwa menunggu sampel dahak pasien kemudian akan dilakukan pemeriksaan TCM.

Kemudian keluarga pasien menjawab, jika dahak tidak keluar maka pasien akan dibawa pulang karena menurut keluarga tidak ada kepastian.

Selanjutnya dijelaskan kembali oleh dr. Syahpri, Sp.PD jangan dulu dibawa pulang karena pasien masih belum stabil dengang menggunakan nada yang lembut.

Lalu keluarga pasien menanyakan Kembali, apakah ada cara lain selain dahak untuk menentukan pemeriksaan kepastian TBC, dr. syahpri Sp.PD menjelaskan ada cara lain yaitu dengan hasil pemeriksaan Radiologi Foto Thorax, sambil menunjukkan hasil Foto Thorax (Rontgen) kepada keluarga pasien bahwa hasilnya terdapat Infiltrat di Paru-paru kanan atas pasien, dan untuk lebih memastikan yaitu dengan pengecekan dahak / TCM.

Kemudian Respon keluarga pasien kembali bertanya selain itu apa lagi, dan berkelit-kelit pemeriksaan ini sambil nada tinggi dan marah.

“Apakah dokter ini abal-abal, kalu dokter abal-abal saya akan laporkan, dan saya akan cabut lisensi dokter.

Kemudian dr. Syahpri mengatakan “sabar pak”. Namun keluarga pasien bukannya sabar malah semakin emosi.

Kemudian keluarga pasien menarik lengan baju dokter syahpri sambil mengancam verbal, lalu keluarga pasien sambil merekam dengan handphone, dr. Syahpri mengatakan jangan merekam pak, namun Keluarga pasien bertambah emosi, hingga dr. Syahpri menginstruksikan kepada perawat untuk merekam juga. Ns. Siska mengambil handphone di nurse station kemudian melaporkan ke Kepala Ruangan untuk meminta bantuan Satpam.

Pasien bertambah emosi memaksa dr.syahpri untuk membuka masker sambil merekam dengan handphone, pasien sambil mengarahkan tangan ke leher dr. Syahpri, hingga masker dr. Syahpri terputus dari ikatannya akibat kontak fisik yang dilakukan oleh keluarga pasien.

Kemudian pasien terus marah-marah, sambil memvideokan. Yang dilakukan dr. Syahpri hanya diam mendengarkan keluarga pasien marah-marah.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved