Berita Palembang

Kisah 22 Tahun Pengabdian Tri Wahyanto, Kapos Damkarmat Palembang Berjibaku dengan Api hingga Tikus 

Di tengah hiruk pikuk kota Palembang, ada sosok-sosok pemberani yang tak hanya berhadapan dengan amukan si jago merah

Penulis: Arief Basuki | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM / Arief Basuki
TUNJUKAN PERALATAN - Kapos Damkarmat Kemuning Tri Wahyanto menunjukan perlengkapan kepada Pimpinan Redaksi Sriwijaya Post dan Tribun Sumsel Yudie Thirzano, Rabu (23/7/2025) 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG – Di tengah hiruk pikuk kota Palembang, ada sosok-sosok pemberani yang tak hanya berhadapan dengan amukan si jago merah, tetapi juga menjadi tumpuan harapan warga untuk urusan yang terkadang dianggap ‘remeh’.

Tri Wahyanto (49), Kepala Pos (Kapos) Damkarmat Kecamatan Kemuning, adalah salah satunya.

Selama 22 tahun mengabdi, ia telah melalui berbagai episode menegangkan, tragis, hingga menggelitik, yang membentuknya menjadi seorang abdi negara yang serba bisa.

Kisah pengabdian Tri dimulai pada tahun 2003. Berbekal ijazah SMA, ia melangkahkan kaki menjadi Petugas Harian Lepas (PHL) di Dinas Pemadam Kebakaran Kota Palembang.

Semangatnya untuk mengabdi tak pernah padam, begitu pula semangatnya untuk belajar.

Sembari berjibaku dengan api, ia menempuh pendidikan hingga berhasil menyandang gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (S.IP).

Dedikasinya berbuah manis saat ia diangkat menjadi PNS pada 2008 dan kini dipercaya memimpin Pos Damkarmat Kemuning.

Bagi Tri, menjadi petugas pemadam kebakaran adalah panggilan jiwa yang menuntut keberanian tanpa batas.

Salah satu kenangan paling tragis yang terukir dalam benaknya adalah kebakaran hebat yang melanda Pusat Perbelanjaan Pulau Mas dan Hotel King di Jalan Kolonel Atmo pada tahun 2005.

"Saat itu saya piket, laporan masuk sekitar pukul 21.00 WIB," kenang Tri dengan sorot mata yang masih menyimpan kengerian. 

"Pemadaman berlangsung hingga dua hari dua malam," lanjutnya. 

Kondisi saat itu jauh dari ideal. Jumlah armada yang minim memaksa timnya berpikir kreatif, salah satunya dengan memanfaatkan air dari air mancur terdekat yang tak pernah kering.

Di tengah kobaran api itulah, sebuah mobil pemadam bertangga bantuan dari pemerintah provinsi datang dan langsung menjadi penyelamat.

"Ada unit baru, langsung action. Itu pertama kalinya kami menggunakannya untuk mengevakuasi korban meninggal. Masih merinding kalau teringat," ucapnya lirih.

Pengalaman berhadapan dengan maut tak berhenti di situ. Sekitar tahun 2012, saat memadamkan api di sebuah rumah panggung di atas rawa di kawasan Kampus Palembang, Tri mengalami kejadian yang membuatnya trauma berhari-hari.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved