Opini

Jejak Rupiah di Tumpukan Sampah: Mengurai Benang Merah Antara Limbah, Laba, dan Derita 

Tahukah Anda bahwa di Indonesia, setiap orang menghasilkan rata-rata 0,7 kg sampah per hari?

Istimewa
Andiwijaya, Founder Bank Sampah Amanah Palembang. 

Jadi sampah yang selama ini kita buang langsung baik ke TPS atau TPA itu sama saja dengan kita membuang uang, karena sampah-sampah itu bernilai jual mengandung nilai ekonomi, terutama bisa menjadi pendapatan keluarga. 

Bagi keluarga menengah kebawa ini tentu sangat berharga karena jadi tambahan pemasukan. Dengan mengumpulkan sampah yang bernilai jual baik di tabung ke bank sampah atau di jual ke pengepul, tentu ini menjadi solusi untuk membantu atau jikalau memungkinkan bisa menjadi solusi dalam mengurangi angka kemiskian. Kenapa karena sesungguhnya antara sampah dan kemiskinan itu memiliki keterkaitan dan keterikatan. 

Keterikatan Sampah dan Kemiskinan

Keterikatan dalam konteks ini merujuk pada hubungan yang lebih langsung, saling mempengaruhi, dan seringkali bersifat sebab-akibat antara sampah dan kemiskinan. Hubungan ini bisa berjalan dua arah:
Kemiskinan menyebabkan timbunan sampah:

Kurangnya akses ke fasilitas pengolahan sampah: Masyarakat miskin seringkali tidak memiliki akses ke tempat pembuangan sampah yang memadai, sehingga mereka membuang sampah sembarangan.

Kurangnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah: Pendidikan yang terbatas membuat masyarakat miskin kurang memahami dampak buruk dari pembuangan sampah sembarangan.

Pemanfaatan sampah sebagai sumber penghasilan: Masyarakat miskin mungkin terpaksa mencari nafkah dengan mengorek-ngorek sampah untuk dijual kembali.


Timbunan sampah memperparah kemiskinan

Penyakit: Lingkungan yang kotor akibat timbunan sampah dapat menyebabkan berbagai penyakit, meningkatkan biaya kesehatan, dan mengurangi produktivitas masyarakat miskin.

Penurunan nilai properti: Keberadaan tempat pembuangan sampah ilegal dapat menurunkan nilai properti di sekitarnya, mengurangi pendapatan masyarakat.

Hambatan ekonomi: Lingkungan yang tercemar sampah dapat menghambat pengembangan ekonomi lokal, mengurangi peluang kerja, dan memperparah kemiskinan.

Contoh Keterikatan

Perkampungan kumuh: Di perkampungan kumuh, seringkali ditemukan tumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik. Kondisi ini menyebabkan munculnya berbagai penyakit, seperti diare dan penyakit kulit, yang semakin memperburuk kondisi kesehatan masyarakat miskin.

Pekerja informal: Banyak pekerja informal di negara berkembang mencari nafkah dengan mengolah sampah. Meskipun kegiatan ini memberikan penghasilan tambahan, namun juga berisiko bagi kesehatan dan keselamatan mereka.

Keterkaitan Sampah dan Kemiskinan

Keterkaitan menunjukkan adanya hubungan yang lebih luas dan kompleks antara sampah dan kemiskinan. Hubungan ini tidak selalu bersifat langsung, tetapi saling mempengaruhi melalui berbagai faktor.

Siklus kemiskinan: Kemiskinan dapat menyebabkan masyarakat terjebak dalam siklus produksi sampah yang terus-menerus. Misalnya, masyarakat miskin mungkin lebih cenderung membeli produk murah yang memiliki kemasan berlebihan dan sulit didaur ulang.

Perubahan iklim: Timbunan sampah berkontribusi pada perubahan iklim, yang pada gilirannya dapat memperburuk kondisi kemiskinan, terutama bagi masyarakat yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti petani dan nelayan.

Ketidaksetaraan sosial: Ketidaksetaraan dalam akses terhadap fasilitas pengolahan sampah dan pendidikan lingkungan dapat memperparah masalah sampah di komunitas miskin.

Contoh Keterkaitan

Di banyak negara berkembang, kemiskinan dan masalah sampah saling terkait erat. Pertumbuhan penduduk yang cepat, urbanisasi yang masif, dan industrialisasi yang tidak terkendali menyebabkan produksi sampah meningkat drastis, sementara infrastruktur pengelolaan sampah yang ada belum memadai.

Bencana alam seperti banjir dan longsor seringkali memperparah masalah sampah, terutama di daerah kumuh. Timbunan sampah yang tidak terkelola dengan baik dapat menghalangi aliran air dan memperparah dampak bencana.

Pada akhirnya, “Jejak Rupiah di Tumpukan Sampah” bukan sekedar metafora. Ia adalah panggilan untuk membuka mata dan bertindak.

Setiap sampah yang kita buang sejatinya adalah rupiah yang terbuang , peluang ekonomi yang hilang, dan ironisnya, bisa jadi benang merah yang mengikat kemiskinan.

Sudah saatnya kita mengubah narasi dari sekedar membuang, menjadi memilah, dari merugi menjadi menuai laba.

Dengan pengelolaan sampah yang bijak, kita tidak hanya menyelamatkan lingkungan, tetapi juga menyebarkan asa baru bagi mereka yang selama ini terpinggirkan oleh tumpukan sampah yang tak berujung.

Mari kita jadikan sampah bukan lagi sumber derita, melainkan lumbung potensi yang mengalirkan kesejahteraan bagi semua. (*)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved