Opini
Mimbar Jumat: Tetap Konsisten Meski Ramadhan Telah Berlalu
Ramadhan memang penuh dengan keistimewaan, puasa yang dilakukan akan menjadikan pelakunya mendapatkan pengampunan dari Allah SWT
Oleh: Prof.Dr.Hj. Uswatun Hasanah, M.Ag
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
Dirda LPPK Sakinah Kota Palembang
SRIPOKU.COM - Sebagai pembuka kata mari kita bertanya pada diri masing-masing. Siapa saja di antara kita yang ibadahnya lebih rajin di bulan Ramadhan jika dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya? Jangan malu untuk menjawab ya, karena kebanyakan dari kita adalah pelakunya.
Hal ini bukanlah sebuah kesalahan, kondisi ini lebih baik jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki peningkatan dalam ibadah dari waktu ke waktu dan tidak termotivasi untuk melakukan peningkatan meskipun sedang berada dalam momen-momen istimewa.
Namun perlu menjadi perhatian bersama bahwa seharusnya kehadiran Ramadhan tidak membuat cemburu bulan-bulan selainnya, dikarenakan berbeda dalam memberikan perlakuan.
Ramadhan memang penuh dengan keistimewaan, puasa yang dilakukan akan menjadikan pelakunya mendapatkan pengampunan dari Allah SWT. Ditambah lagi dengan aneka kebaikan dan sikap yang mengintropeksi diri, maka dia diberi balasan yang tidak tanggung-tanggung oleh Allah SWT.
Serupa sabda Rasulullah SAW bahwa bagi siapa saja yang berpuasa Ramadhan dengan dasar iman dan menyalakan diri, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu (HR Bukhari, 38). Tidak hanya itu Allah SWT juga memberikan kemudahan dan motivasi khusus untuk melakukan rangkaian ibadah Ramadhan dengan sangat kuat.
Semua insan beriman dimanapun berada sedang berada pada frekuensi yang sama menjalankan puasa dan rangkaian ibadah Ramadhan.
Bahkan tidak hanya orang beriman, semesta alam pun ikut mendukung dan menyambut kemuliaan bulan suci Ramadhan.
Sabda Rasul: apabila datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga terbuka, pintu-pintu neraka tertutup, dan setan-setan dibelenggu (HR Bukhari No 3277, Muslim No 1079).
Tradisi meningkatkan amalan di bulan Ramadhan bukanlah satu hal yang mengada-ada, tetapi ia merupakan sunnah Rasul.
Sebuah amalan yang telah diperintahkan dan dicontohkan oleh Nabi secara langsung. Pada banyak hadis kita menemukan informasi bahwa Rasulullah SAW mengajak dan sekaligus meneladankan untuk memaksimalkan diri dalam beribadah di bulan suci Ramadhan terutama pada sepuluh malam terakhir.
Sabda Rasul yang diriwayatkan oleh ummul mukminin Aisyah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersungguh-sungguh dalam 10 hari di akhir bulan Ramadhan melebihi waktu-waktu lainnya (HR. Muslim, 1175).
Dalam riwayat lain juga disebutkan saat memasuki 10 akhir bulan Ramadhan, Rasulullah SAW mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupi malam harinya (dengan ibadah) dan membangunkan keluarganya (untuk ikut beribadah),” (HR. Al-Bukhari, 2024).
Imam al-Nawawi dalam karyanya bertajuk Syarah Shahih Muslim menjelaskan makna dari ungkapan mengencangkan ikat pinggang pada hadis adalah bahwa Rasulullah SAW meningkatkan kesungguhan dalam ibadah lebih dari biasanya pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Memanfaatkan momen istimewa untuk meraih keutamaan Lailatul Qadar, malam penuh berkah yang lebih mulia dari seribu bulan.
Memperbanyak ibadah dan amal kebaikan tidak kalah pentingnya menjaga diri dari hal-hal duniawi agar sepenuhnya fokus pada ibadah.
Kesungguhan dalam beribadah pada sepuluh malam terakhir Ramadhan juga dimaknai sebagai sebuah ikhtiar untuk menutup bulan suci Ramadhan dengan sebaik-baiknya.
Namun satu hal yang tidak boleh terlupa bahwa Allah SWT akan terus melihat dan mengawasi kita di luar bulan Ramadhan.
Pada al Qur'an surat al-Hjir ayat 99 Allah swt berfirman: dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu (kematian).
Ayat ini dengan jelas mengajarkan bahwa ibadah tidak hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, atau pada bulan Ramadhan saja tetapi harus dilakukan secara terus-menerus, konsisten hingga akhir hayat.
Pada ayat perintah pelaksanaan puasa Ramadhan pun telah ada kejelasan tentang konsistensi yang harus terus dijaga pasca Ramadhan.
Firman Allah: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS al-Baqarah, 185).
Tiga kata penting dalam ayat yang menunjuk pada arti kesungguhan, konsistensi dan kesinambungan, yaitu pertama dari nama Ramadhan, sebagaimana dalam kaidah tafsir keutamaan yang disebut pada satu waktu atau tempat diindikasikan tidak hanya ditujukan pada waktu atau tempat yang disebutkan, tetapi menegaskan akan aura kebaikan yang disebutkan pada keutamaan amaliah tetap terus dibawa meskipun tidak berada pada waktu dan tempat yang sama.
Maknanya puasa dengan tujuan untuk menjadi seorang yang bertaqwa tidak hanya menjadi ikhtiar di bulan Ramadhan saja.
Kedua kata la'alla menunjukkan sesuatu yang hanya bisa diperoleh dengan sungguh-sungguh. Ciri dari sebuah pekerjaan yang dilakukan dengan kesungguhan adalah konsistensi dan berkesinambungan. Tidak hanya dilakukan satu kali atau sesekali saja, namun berulang dan mengalami peningkatan.
Selanjutnya kata tattakun pada akhir ayat menyambung kata la'allakum tattaqun bermakna agar kamu menjadi taqwa, menggunakan fi'il mudhari' yang bermakna kesinambungan, tidak hanya sesaat, tetapi tetap selamanya.
Kebaikan yang telah kita latih keterampilan tenaga dengan penuh keikhlasan dan memotivasi diri di bulan Ramadhan akan sangat memberi makna apabila tetap dijaga sepanjang waktu ke depannya.
Rasulullah bersabda: amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus meskipun sedikit.” (HR. Muslim no. 782).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bahwa yang lebih penting dari banyaknya amal adalah konsistensinya.
Sungguh sangat mendalam ibarat baju yang sudah dicuci bersih namun ke depannya tidak dijaga lagi malah diceburkan kembali ke lumpur noda.
Belajar dari kisah Abdullah bin Amr bin Ash. Seorang sahabat Rasul yang lahir pada 7 H dan wafat pada 65 H. Merupakan salah seorang sahabat pertama yang menulis hadis, karena mendapat izin dari Rasulullah SAW karena dikenal pula sebagai seorang yang sangat rajin beribadah.
Saking semangatnya, beliau bertekad untuk berpuasa setiap hari dan menghabiskan malamnya hanya untuk shalat.
Ketika Rasulullah mendengar tentang hal tersebut, Rasul menasihati Abdullah dengan lembut: Janganlah kamu seperti si Fulan, dulu ia rajin shalat malam, tapi sekarang ia meninggalkannya.” (HR. Bukhari, 1152 & Muslim, 1159). Akhirnya, Abdullah pun mengikuti nasehat Nabi.
Beliau tetap menjalankan ibadah, namun dengan lebih seimbang, sehingga tetap istiqamah sepanjang hidupnya.
Upaya untuk menjaga konsistensi dalam kebaikan tersebut dalam firman Allah QS al-Mulk ayat 2. Ada dua upaya yang bisa dilakukan pertama zikrul maut (mengingat kematian) kedua muhasabah (mengingat kesalahan).
Dua perilaku ini akan berdampak pada rasa malu jika diwafatkan dalam keadaan belum baik dan memiliki banyak kesalahan yang menyebabkan ia bertaubat dan menjaga perilakunya.
Adapun kesalahan yang dilakukan oleh seseorang yang bertaubat hanya bisa ditutupi dengan keshalihan. Beberapa amal shalih sederhana namun penting untuk tetap dilakukan secara istiqamah sebagaimana yang biasa dilakukan dalam bulan Ramadhan adalah membaca menjaga shalat tepat waktu dan menambah jumlah shalat sunnah, berzikir dan berdoa.
Sama seperti diketahui bahwa di bulan Ramadhan terdapat shalat sunnah khusus yang dilaksanakan pada malam-malamnya yaitu shalat Tarawih.
Kemudian amalan yang harus dijaga konsistensinya adalah membaca al-Qur'an. Ramadhan merupakan bulan diturunkannya al-Qur'an dan bulan memaksimalkan diri berinteraksi bersama al-Qur'an (QS al-Baqarah, 185). Di antara keteladanan yang bisa diikuti dalam membaca dan mentadabbur al Qur'an di ataranya adalah Pertama: Imam Qatadah bin Da'imah seorang ulama tunanetra yang ahli dalam bidang tafsir dan hadis.
Lahir tahun 60 H wafat pada 118 H. Beliau biasanya mengkhatamkan al-Qur'an dalam tujuh hari. Namun jika datang bulan Ramadhan ia mengkhatamkannya setiap tiga hari. Ketika datang sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, ia mengkhatamkan setiap malamnya.
” Jadi sekitar 17 kali Imam al Qatadah khatam al-Qur'an di bulan Ramadhan (Siyar A'lam An-Nubala', 5: 276). Kedua: Imam Syafi'i, tidak banyak orang yang tidak mengenal namanya. Merupakan kerabat Nabi SAW satu keturunan dari al-Muthalib yang merupakan saudara Hasyim kakek Nabi. Dikenal sebagai ahli fiqh dan hadis. Hidup sekitar tahun 150 H sd. 204 H. Imam al-Syafi'i biasa mengkhatamkan al-Qur'an di bulan Ramadhan sehari dua kali. Artinya Imam Syafi'i mengkhatamkan al-Qur'an sebanyak 60 kali di bulan Ramadhan.”
Amalan lainnya adalah, bersedekah secara rutin dan juga tidak kalah pentingnya untuk menjaga akhlak yang baik.
Karena sejatinya, amalan yang dicintai Allah bukan sekedar ibadah ritual, tapi juga akhlak yang baik kepada sesama. Rasulullah SAW bersabda : tidak memberi salah seorang di antara kamu, sehingga mencintai saudaranya sama dengan ia mencintai dirinya sendiri.
Di dalam puasa Ramadhan dilatih untuk merasakan empati dengan apa yang dirasakan oleh para fakir dan miskin. Hidup penuh kekurangan sehingga tidak dapat mengonsumsi makanan lezat, halal dan bergizi meskipun makanan terhidang di depan mata.
Selanjutnya penutup ibadah Ramadhan adalah membayar zakat fitrah dan memperbanyak sedekah. Merupakan amalan terbaik yang harus tetap dijaga di luar Ramadhan.
Firman Allah QS Munafiqun ayat 10 menyatakan wahai Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menahan [kematian]ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah. Rasulullah SAW menjelaskan Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya, hingga terjadi perkara-perkara di antara manusia.” (HR. Ahmad).
Bersedekah tidak harus banyak yang terpenting adalah keikhlasan dan memiliki manfaat untuk orang lain.
Semoga kita tidak termasuk hamba Allah yang hanya rajin beribadah saat Ramadhan, lalu kembali lalai setelahnya.
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mampu menjaga amalan kita setelah Ramadhan berlalu, dan semoga kita dipertemukan lagi dengan Ramadhan tahun depan dalam keadaan yang lebih baik.
Musik Lokal Menjadi Nada Terkunci di Dunia Usaha: Perspektif Marketing dalam “Brand Legacy” Musik |
![]() |
---|
Merdeka Belajar, Merdeka Beriman: Refleksi Hari Kemerdekaan dalam Bingkai Pendidikan Islam |
![]() |
---|
Pengoplosan Beras Mengindikasikan Lemahnya Posisi Kosumen? |
![]() |
---|
Menelisik Tren Hunian Hotel di OKU: Antara Tantangan dan Optimisme |
![]() |
---|
NTP dan NTUP Sumsel Turun: Apa Artinya Bagi Ketahanan Petani? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.