Opini
Membedah NU dan Muhammadiyah di Balik Kunjungan Khofifah ke Masjid Al-Kufah, Irak
Irak menjadi pusat peradaban manusia yang tinggi, tempat berdiamnya sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali ra dan anaknya, juga tempat tinggal Nabi Ayub as.
Oleh: Dasman Djamaluddin SH MHum
Mantan Wartawan Sriwijaya Post, Penulis Biografi dan Sejarawan
NAHDLATUL Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah organisasi terbesar Islam yang ada di Indonesia. NU atau Nahdlatul Ulama dikenal sebagai organisasi Islam yang toleransi terhadap adat dan istiadat Indonesia, sementara Muhammadiyah dikenal dengan perjuangannya di bidang pendidikan.
NU lahir pada 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur. Tanggal tersebut bertepatan dengan 16 Rajab 1344 Hijriah.
NU didirikan oleh Hadratussyekh K.H. Hasyim Asy'ari dan para ulama lain. Organisasi ini bergerak di bidang keagamaan dan kemasyarakatan.
K.H. Abdul Wahab Chasbullah menggagas pendirian Jam'iyyah sekitar tahun 1924. K.H. Abdul Wahab Chasbullah menyampaikan gagasan tersebut kepada Kiai Hasyim Asy'ari untuk meminta persetujuan.
Kiai Hasyim tidak langsung menyetujui, melainkan melakukan sholat istikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT.
Sementara, organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH. Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurutnya banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Sekarang tidak perlu heran ada istilah ada Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani
Dikutip dari "Antara": Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani. (L “Kristen Muhammadiyah: Mengelola Muhammadiyah atau NU, tapi Kristen? Begitu pertanyaan berbasis logika yang mungkin muncul ketika mendengar atau membaca frasa Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani.
Istilah unik dari dua organisasi Islam besar di Indonesia itu lebih bernada "promotif" dari suatu fakta sosiologis menyejukkan mengenai relasi antaragama di negeri kita.
Kedua istilah itu juga merupakan ekspresi kegembiraan dari hubungan antara umat Islam dengan pemeluk agama lain--direpresentasikan oleh Kristen--, yang sangat cair alias jauh dari ketegangan.
Sebelumnya sempat heboh ketika NU lewat tokoh-tokohnya "mendeklarasikan" adanya NU Cabang gereja atau NU Cabang Kristen.
Bahkan, kehebohan terhadap istilah itu menjurus pada penghakiman terhadap NU, organisasi yang didirikan oleh ulama besar Hadratusyech KH Hasyim Asy'ari itu.
Istilah NU Cabang Kristen sebetulnya ingin membuka kenyataan bahwa orang-orang Kristen, bahkan agama lainnya, merasa nyaman dengan NU, baik dari organisasi maupun perorangan. Mereka kemudian menjadi dekat dengan tokoh dan warga NU. Kaum non-Muslim mencintai NU atau di lingkungan santri dikenal sebagai "muhibbin" alias pecinta NU.
Beberapa praktik pengayoman yang dilakukan NU dapat disaksikan ketika anggota Banser ikut menjaga gereja saat umat Kristen merayakan Natal dan hari besar lainnya.
Bahkan, salah satu anggota organisasi badan otonom di NU itu sampai mengorbankan nyawanya ketika perayaan Natal di gereja di Mojokerto, Jawa Timur, diwarnai aksi peledakan bom.
Riyanto, anggota Banser itu, menjadi korban dan diyakini mati syahid karena terkena bom yang diledakkan oleh teroris di gereja, 24 Desember 2020, itu.
Pada malam Natal itu, Riyanto berjaga di gereja. Banser dan polisi mendapat informasi adanya benda mencurigakan di depan gereja.
Riyanto yang memegang bungkusan berisi bahan peledak berusaha menjauh dari gereja, dengan harapan tidak ada warga Kristen yang menjadi korban. Bungkusan itu meledak dan Riyanto menjadi korban.
Dengan pengorbanannya membela kedamaian beragama di Indonesia itu, Riyanto menjadi tokoh legendaris dan menjadi simbol bahwa warga NU memiliki jiwa pejuang abadi, warisan dari para leluhur mereka dalam merebut kemerdekaan dari penjajah.
Pada awal-awal anggota Banser menjaga gereja, banyak mendapat cibiran dari mereka yang tidak menginginkan persatuan antarumat beragama. Bahkan, saat itu sempat dipertanyakan bagaimana hukum secara fikih seorang Muslim menjaga gereja.
K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Ketua Umum PBNU kala itu, menegaskan bahwa jika ada Banser yang berjaga di gereja, niatkan saja untuk mengamankan Indonesia. Karena itu, di internal NU sendiri tidak ada persoalan ketika anggota organisasi itu ikut mengamankan gereja saat umat Kristen merayakan Natal.
Bukan hanya di gereja, anggota Banser juga sudah terbiasa berbaur dengan umat Hindu di Bali. Sudah menjadi pemandangan lama jika anggota Banser bersama dengan pecalang atau kumpulan pengamanan secara adat di Pulau Dewata, bersama-sama mengamankan jalannya perayaan agama Hindu di Bali.
Secara organisasi, di Bali juga ada perkumpulan, umumnya merupakan warga NU, yang bersahabat karib dan bersaudara dengan warga Hindu. Namanya Persaudaraan Hindu-Muslim Bali (PHMB) yang dimotori seorang pengagum Gus Dur dan tokoh di Denpasar Anak Agung Ngurah Agung.
Saking terbukanya NU dengan non-Muslim, di Kota Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, ada pondok pesantren yang pengurusnya beragama Hindu.
Pesantren Assiddiqiyah, Kabupaten Jembrana, memiliki pengurus beragama Hindu yang merupakan warga asli Bali. Pengurus pondok pesantren dan warga Hindu yang bersedia menjadi pengurus pesantren itu sama-sama memiliki motif untuk betul-betul mewujudkan rasa bersaudara dan hidup rukun, meskipun mereka berbeda iman.
Mengenai istilah Kristen Muhammadiyah atau Krismuha, kembali mengemuka saat acara bedah buku "Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan" yang digelar di Jakarta, Senin (22/5/2023).
Istilah Krismuha sebenarnya sudah cukup lama muncul. Namun kembali menggema bersamaan dengan penerbitan buku berjudul sama tapi lebih diperkaya data. Mahasiswa-mahasiswi pemeluk Kristen yang kuliah di perguruan tinggi Muhammadiyah, zaman dulu, juga kerap dijuluki Krismuha.
Buku itu merupakan rangkuman dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Abdul Mu’ti yang juga guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Fajar Riza Ulhaq.
Buku ini bukan menggambarkan fenomena sinkretisme atau pencampuran agama antara Kristen dengan Islam, melainkan hanya mengungkap fenomena sosial mengenai toleransi di daerah-daerah terpencil di Indonesia, yang menjadi basis penelitian, terutama di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T).
Gambaran mengenai kedekatan umat Kristen yang kemudian bersimpati pada praktik-praktik amaliah sosial Muhammadiyah itu, seperti di Ende Nusa Tenggara Timur (NTT), Serui (Papua), dan di Kalimantan Barat.
Istilah Krismuha itu menunjukkan adanya interaksi akrab antara siswa-siswa Muslim dan Kristen dalam lingkungan pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Fakta itu juga menunjukkan bahwa wajah bersaudara Muhammadiyah pada warga Kristen itu tidak bermuatan selubung dakwah untuk pada akhirnya mengajak mereka menjadi beragama Islam. Para siswa Kristen itu, tidak pernah menghilangkan identitas atau iman mereka, yakni tetap sebagai penganut Kristen taat.
Lewat buku ini Muhammadiyah yang didirikan oleh ulama besar KH Ahmad Dahlan itu ingin terus membangun generasi Indonesia yang lebih toleran, inklusif, dan terbiasa hidup bersama dalam perbedaan.
Bagi Abdul Mu'ti, istilah Kristen Muhammadiyah itu merupakan varian sosiologis yang merupakan lukisan alam sosial negeri kita bahwa Umat Kristen atau Katolik itu bisa hidup damai, layaknya saudara. Karena itu, umat Kristen atau Katoklik yang bersimpati pada Muhammadiyah bukan menjadi anggota dari organisasi tersebut.
Kalau dalam konteks lain ada istilah fenomena gunung es, fakta mengenai Kristen Muhammadiyah dan NU
Cabang Nasrani ini menunjukkan gejala demikian. Di banyak tempat, tentu banyak pula agama selain Islam, baik dalam organisasi maupun perorangan, yang juga menjadikan Umat Islam sebagai saudaranya. Umat Islam ikut mengenyam pendidikan di lembaga yang dikelola Kristen/Katolik, Hindu, dan lainnya dengan tetap menjadi pemeluk Islam yang taat. Indahnya Indonesia.
Bagaimana Sikap Kita Mendengar NU ke Masjid Al-Kufah, Irak?
Setelah membaca perkembangan terakhir antara Muhammadiyah dan NU, adalah hal wajar ketika membaca bahwa Khofifah Indar Parawansa pada hari Jumat, 31 Mei 2024, bersama rombongan PP Muslimat NU yang juga Gubernur Jawa Timur berkunjung ke Masjid Al-Kufah, Irak.
Ya, Masjid Agung itu menjadi kunjungan saya juga selama di Irak, di bulan September 2014. Masjid Kufah merupakan masjid besar bagi umat Islam.
Menurut beberapa riwayat, orang pertama yang mendirikan Masjid Kufah adalah Nabi Adam as yang kemudian direkonstruksi oleh Nabi Nuh as setelah badai.
Bahkan bagi kaum muslim Syiah, masjid ini merupakan masjid penting keempat setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsa.
Khofifah mengatakan, Masjid Kufah memiliki banyak Maqam atau kedudukan yang menjadi tempat yang digunakan untuk beribadah dan tempat-tempat penting yang populer.
Antara lain yang pertama adalah Rahbah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Di tahun 36 Hijriyah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah datang ke Masjid Kufah. Dan rahbah ini adalah tempat yang dulu digunakan Sayyidina Ali untuk menjawab pertanyaan umat tiap sebelum shalat atau pada kesempatan lain.
Begitu menetap di Kufah, Sayyidina Ali mengajarkan tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya. Di sana beliau memiliki banyak murid di antaranya adalah Kumail bin Ziyad dan Ibnu Abbas.
“Di masjid ini beliau Amirul Mukminin berkali-kali shalat dan menyampaikan ceramah di tempat mulia itu. Sayyidina Ali juga menggunakannya sebagai pengadilan dan pusat pemerintahan, dan pada akhirnya beliau menjemput kesyahidannya di mihrab masjid tersebut,” urai Khofifah.
Layak jika Baghdad dikenal sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam setelah masa Khalifah Al-Mansyur. Baghdad di masa pemerintahan Abbasiyah telah memenuhi cahaya ilmu dengan pesatnya pembangunan seni dan budaya Islam.
Pembangunan masif diwujudkan dengan pembangunan sekolah, madrasah, masjid, istana dan pembangunan perpustakaan yang bersejarah. Perkembangan Intelektual Islam di Baghdad ini banyak mendatangkan tokoh-tokoh ilmuan tertinggi baik dalam bidang ilmu umum maupun agama.
Sehingga, pada 800 M, Kota Baghdad telah menjelma menjadi kota besar yang menjadi pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan politik. Kota ini semakin menarik banyak ilmuwan dari seluruh dunia untuk mencari ilmu.
Termasuk Syekh Abdul Qadir Al Jailani, yang merupakan warga Jilan Iran, yang kemudian memutuskan untuk hijrah menimba ilmu menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Menimba ilmu di pusat peradaban yang kemudian hingga kini masyhur dikenal sebagai pelopor sufisme thariqati dunia.
Ada satu masjid yang memiliki julukan sebagai salah satu Taman Surga di Bumi. Masjid itu adalah Masjid Kufah yang terletak di Kota Kufah, sekitar 17 km selatan Baghdad, Iraq.
Masjid ini memiliki banyak keunggulan, bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa salah satu wasilah masjid ini adalah barang siapa yang memasukinya maka dosanya akan terampuni.
Maqam berikutnya adalah Maqam Nabi Adam A.S. Tiang ketujuh Masjid Kufah dikenal dengan Maqam Nabi Adam. Di sana dulu Nabi Adam as bertaubat dan Allah Swt menerima taubatnya.
“Kemudian ada Maqam Malaikat Jibril as. Tiang kelima Masjid Kufah ditetapkan sebagai Maqam Jibril. Pada Malam Mi'raj, saat Nabi Muhammad Saw diberangkatkan oleh Allah dari Masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsa, ketika melewati Kufah, Malaikat Jibril as berkata kepada Nabi Saw, “Ya Rasulallah, saat ini engkau ada di depan Masjid Kufah,” atas izin Allah Swt di sana Nabi Saw melakukan dua rakaat salat,” terang Khofifah
Berikutnya ada pula Maqam Sayyidina Ali Zainal Abidin as-Sajjad as. Tiang ketiga Masjid Kufah adalah tempat shalat Imam Sajjad. Dalam riwayat Abu Hamzah al-Tsumali berkata, “Aku melihat Ali bin Husein as memasuki Masjid Kufah dan melakukan shalat dua rakaat lalu berdoa. Saat akan kembali ke Madinah beliau ditanya seseorang, ‘Untuk apa engkau kemari? Imam Ali bin Husein menjawab, ‘Aku meziarahi ayahku dan shalat di masjid ini.'"
Tempat istimewa lain di Masjid Kufah adalah lokasi terdamparnya kapal Nabi Nuh as. Menurut sejumlah riwayat, bahtera Nabi Nuh as terdampar di Masjid Kufah setelah sekian lama melewati terjangan badai.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Sayyidina Ali berkata kepada masyarakat Kufah bahwa Allah telah memberikan keistimewaan yang tidak diberikan kepada siapapun, dimana Allah menganugerahkan kedudukan khusus untuk tempat Masjid Kufah.
Masjid ini adalah rumah Adam as, tempat Nuh, tempat tinggal Idris, tempat ibadah Nabi Ibrahim dan Nabi Khidr, dan salah satu dari empat masjid yang dipilih oleh Allah untuk umat-Nya.
“MasyaAllah. Ada penanda Nabi Muhammad SAW, Nabi Adam AS dan Malaikat Jibril AS pernah singgah di sini dan tertulis agar salat sunnah dua rakaat sementara empat rakaat di tempat singgah Nabi Adam A.S. Semoga kita semua diberi kesempatan untuk datang dan mendirikan salat di sana. Aamiin YRA,” pungkas Khofifah.
Khofifah Indar Parawansa adalah seorang politikus Indonesia yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur sejak 20 Februari 2025 untuk masa jabatan 2025-2030. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024. Selain itu, Khofifah juga pernah menjabat sebagai Menteri Sosial Indonesia ke-27 dari tanggal 27 Oktober 2014 hingga 17 Januari 2018.
Berbicara tentang Irak, sudah tentu berbicara juga mengenai tapak-tapak sejarah. Boleh kita sebut, penemuan dunia tulis menulis berasal dari Irak. Begitu pula, Irak menjadi tempat singgah sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali ra. Di sini terletak Masjid Al-Kufah atau Al-Kufa, tempat Ali ra berkantor, juga di masjid ini beliau tewas dibunuh ketika sedang melaksanakan sholat subuh (denah masjid sebagaimana terlihat di atas).
Juga terdapat Padang Karbala, sebuah tempat suci ummat Islam Syiah (dalam pandangan saya, ummat Islam Sunni menganggap Padang Karbala, tempat putera Sayidina Ali yaitu Hussein, juga patut dihormati). Untuk menjaga jangan timbul korban tidak bertambah, maka sekarang ini direncanakan akan dibangun tembok sepanjang 40 kilometer di perbatasan dengan Provinsi Anbar.
Penduduk di Provinsi Anbar tersebut berpenduduk Muslim Sunni.Di dalam pemerintahan Irak telah muncul protes dari Muslim Sunni agar tidak membangun tembok, tetapi penduduk Irak mayoritas Syiah bersikeras akan membangunnya.
Sepertinya saya bersyukur datang ke Irak pada tahun 2014. Seandainya sekarang ke sana, meski difasilitasi Kedutaan Besar Indonesia di Irak, pasti akan sulit ke Karbala karena penjagaan lebih ketat. Apalagi kalau tembok itu telah dibangun. Di samping sudah tentu kepergian saya bukan berziarah sebagaimana kebanyakan Muslim Syiah.
Saya ke Padang Karbala didisposisikan oleh Duta Besar Indonesia pada waktu itu Bapak Safzen Noerdin sebagai seorang wartawan Indonesia. Mungkin pengurus Padang Karbala itu pun sudah tahu bahwa mayoritas penduduk Muslim Indonesia adalah Muslim Sunni.
Saya bersama staf Kedubes RI di Baghdad pergi ke Karbala, pada hari Minggu, 21 September 2014. Di Karbala yang dulunya padang pasir yang luas, sekarang berbentuk bangunan. Di sinilah anaknya sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu putera Ali r.a, Hussein secara mengenaskan dibunuh dan kepalanya lepas dari tubuh ketika berhadapan dengan jumlah musuh yang tidak seimbang di Padang Karbala tersebut.
Suara-suara isakan tangis penziarah yang terdiri dari berbagai kelompok yang datang dari dalam negeri Irak dan luar Irak seperti India dan lain negara terlihat berteriak-teriak seraya menangis: "Oh Hussein...oh Hussein." Saya juga larut dalam suasana tersebut. Mata saya berkaca-kaca.
Sebelum ke Padang Karbala, sebagaimana saya jelaskan di atas, saya mengunjungi Masjid Al-Kufah atau disebut juga Al-Kufa di Kufa, Irak, yaitu pada hari Sabtu, 20 September 2014.Kufah atau Kufa ini merupakan sebuah kota di Irak. Jaraknya 170 km di selatan Baghdad. Jika kita membaca sejarah Islam, kota Kufah ini sudah menjadi bagian wilayah Muslim di masa Ali r.a menjadi khalifah. Bahkan beliau berkantor di sebuah ruangan di dekat masjid tersebut.Ruangan kantor Ali r.a itu ditunjukkan juga kepada saya.Tidak terlalu luas, tetapi ruangan tersebut sangat nyaman.
Sebagaimana terlihat di denah di atas, di masjid ini, sudah tentu telah dipugar berkali-kali, terdiri dari enam pintu masuk. Ada pintu masuk untuk laki-laki, terlihat dalam denah di atas di sebelah kanan. Juga pintu masuk untuk perempuan yang ada di samping. Bulatan bundar di tengah merupakan peninggalan Nabi Nuh a.s. Di bundaran itu berisi air. Staf Kedubes RI menyarankan saya sholat dua rakaat dan mengambil wudhu dari air kolam tersebut. Dari denah ini sudah terlihat jelas jejak-jejak nabi. Juga jejak Malaikat Jibril.
Kita sudah tentu tidak mengharapkan adanya pertikaian antara Muslim Sunni dan Syiah. Tetapi perbedaan itu semakin mencolok dengan akan dibangunnya dinding pembatas di Karbala. Juga ketika kita membaca berita dari Suara Amerika (VOA) tanggal 30 Agustus 2016, bahwa Iran membentuk sebuah pasukan "Laskar Pembebasan Syiah Bersama."
Pasukan baru itu dirancang akan merekrut sebanyak-banyaknya Muslim Syiah non-Iran dari berbagai tempat di kawasan itu. Situasi ini memang sudah memanas ketika Arab Saudi (Sunni) membantu pemerintahan terguling di Yaman.
Bahkan secara terang-terangan Rusia menyatakan mendukung Iran, Irak dan Suriah di mana di negara-negara tersebut kelompok Islam Syiah lebih dominan. Saya mengatakan ketika Presiden Irak, Saddam Hussein berkuasa di Irak, beliau adalah seorang Sunni yang berhasil berkuasa di tengah-tengah penduduk Irak yang mayoritasnya beragama Islam
Penduduk Irak awalnya sangat makmur, karena hidup dari bumi yang kaya sumber minyak. Tetapi setelah serangan pasukan Amerika Serikat (AS) di masa George Walker Bush, anaknya George Herbert Walker Bush yang baru-baru ini meninggal dunia, tepatnya serangan AS dan invasi AS itu terjadi 20 Maret 2003, penderitaan rakyat Irak "bertambah" menderita.
Kenapa "bertambah" ?. Karena sebelumnya saya menyaksikan sendiri penderitaan rakyat Irak itu dengan pergi ke Baghdad pada 10 Desember 1992 dan kembali lagi ke Irak pada bulan September 2014. Oleh karena itu, dua kali saya ke Irak melihat dari dekat kehancuran Irak.
Kedua kunjungan itu juga berada di situasi yang berbeda di Irak dan AS. Pertama, tahun 1992, Irak masih dipimpin Presiden Irak Saddam Hussein. Sementara di AS yang menjadi Presiden AS adalah George Herbert Walker Bush. Ia baru saja meninggal pekan ini. Kunjungan kedua saya ke Irak tahun 2014, itu di Presiden Irak Saddam Hussein sudah tidak ada. Ia digantung pada hari Sabtu, 30 Desember 2006. Sedangkan di AS yang memerintah adalah anaknya George Herbert Walker Bush, yaitu George Walker Bush.
Di masa kedua Presiden AS inilah, rakyat Irak semakin menderita. Apalagi setelah Irak dihancurkan muncul lagi gerilyawan Negara Islam di Irak. Awal mulanya lahir di Irak kemudian meluas ke Suriah, sehingga namanya berubah menjadi Negara Islam tidak hanya di Irak, tetapi juga di Suriah (ISIS).
Di Irak, pada 10 Desember 2017 dinyatakan bahwa ISIS sudah dilenyapkan. Di Irak sudah tidak ada lagi ISIS. Sementara di Suriah, ISIS terdesak akibat perang antara pasukan Suriah didukung Iran dan Rusia dengan AS dan Arab Saudi. Boleh dikatakan di Irak dan Suriah, rakyatnya menderita akibat perang. Foto di atas menunjukkan, meski Irak sudah menyatakan ISIS tidak ada lagi tetapi jutaan rakyatnya sekarang masih menderita setahun ISIS dihancurkan.
Tanggal 10 Desember secara pribadi, adalah tanggal keberangkatan saya ke Irak pertama kali, tepatnya 10 Desember 1992. Waktu itu saya ke Irak tidak bisa langsung dari Jakarta-Baghdad. Tetapi saya harus ke Jordania dulu, karena Irak mendapat sanksi PBB, wilayah udara Irak ditutup. Ini merupakan perjalanan panjang melalui darat dari Jordania-Irak. Jalan darat yang ditempuh lebih kurang 885 kilometer yang ditempuh sekitar 13 jam dari Jordania ke Irak. Sangat melelahkan. Memang istirahat di tempat-tempat tertentu, tetapi tidak lama.
Mata tidak bisa diajak kompromi, kadang-kadang tertidur. Hari telah gelap, sementara cuaca cukup dingin menyusup ke tulang sumsum. Sopir taksi, mungkin sudah terbiasa mengemudikan di tengah padang pasir, tidak kelihatan merasa lelah. Hanya saya, yang terlihat lelah. Maklumlah baru pertama kali mengarungi padang pasir yang luas dan sepi. Kalau pun ada kendaraan lain, jarak antara satu dengan yang lain tidak terlihat. Hanya debu-debu yang berterbangan, menyisir jalan setapak di padang pasir.
Tak terpikir apa yang harus dilakukan jika kendaraan kami mogok di tengah jalan. Alhamdulillah, kendaraan itu sampai di jalan bebas hambatan di kota Baghdad. Hari sudah larut malam, dan saya minta diantarkan ke sebuah hotel berbintang lima, Meredien Hotel,di kota Baghdad.
Tidak lama kemudian, saya sudah berada di hotel yang ditunjuk. Memang nama hotel ini sudah diberitahu Dubes Irak di Jordania, ketika saya di sana. Hotel tersebut terletak di tengah-tengah kota Baghdad.
Sebagaimana hotel-hotel berbintang lima, sudah tentu pelayanan kepada tamu sangat istimewa. Tidak terkecuali saya, karena termasuk tamu dari Kementerian Penerangan Irak.
Kehati-hatian, apalagi suasana di Irak masih dalam keadaan siaga, karena negara itu pada 17 Januari 1991 baru saja diserang dari udara oleh Amerika Serikat dan sekutunya, lebih saya utamakan. Para intelijen boleh jadi ada di sekitar saya, untuk memastikan siapa saya sebenarnya. Boleh jadi sang intelijen menyamar sebagai pelayan, tukang listrik atau sebagai sopir taksi. Yang jelas, saya harus bisa menjaga diri.
Besok paginya, mobil Kedubes Indonesia menghampiri saya di hotel dan membawa saya mengitari kota Baghdad. Rasa kagum saya muncul ketika melihat bangunan-bangunan tertata dengan baik. Di setiap kantor pemerintahan dan kantor-kantor swasta terpampang gambar Presiden Irak Saddam Husein berukuran besar. Jika di Kementerian Pos dan Telekomunikasi Irak, terlihat gambar Saddam lagi menelepon. Di Kementerian Pertanian, gambar Saddam sedang bersama petani Irak.
Sejak saya masuk ke Jordania, gambar-gambar Raja Hussein terlihat juga di beberbagai sudut kota. Ini menggambarkan, pemerinahan di negara Arab selalu dielu-elukan dan dihormati rakyatnya. Dulu dikenal semboyan rakyat Irak yang berbunyi ” kami siap melindungi Yang Mulia dengan darah, ya Saddam.” Semboyan itu selalu diucapkan ketika Irak diserang Amerika Serikat dan sekutunya. Juga yel-yel itu diucapkan jika Presiden Saddam Hussein berkunjung ke sebuah tempat.
Di saat ini penderitaan rakyat Irak sungguh memprihatinkan. Rakyat Irak dihadapi dengan embargo ekonomi dan zona larangan terbang. Hanya Jordania yang sering membantu tetangganya ini, karena memang hanya Jordania satu-satunya negara Arab yang membuka perbatasannya dengan Irak. Negara Arab lainnya menutup perbatasannya. Irak dikucilkan.
Penderitaan rakyat Irak ini tidak terlihat jika mengalihkan pandangan menyaksikan kota Baghdad. Juga tidak terlihat jalan-jalan yang hancur karena diserang pasukan Amerika Serikat dan sekutunya dari udara pada 17 Januari 1991. Seandainya saja Irak bukan negara kaya minyak, saya yakin puing-puing pemboman masih terlihat di mana-mana.
Bayangkan pada waktu itu pesawat pembom Amerika Serikat dan sekutunya yang dinamakan pasukan multinasional itu melakukan serangan udara sekitar 19 jam dengan 750 kali serangan ke kota Baghdad.
Tetapi karena Irak memiliki dana dari hasil minyak, saya menyaksikan Irak daru dekat, tidak satupun jalan dan bangunan di sana ada yang rusak. Roda perekonomian, meski ada embargo tetap berjalan sebagaimana mestinya, sebagai mana aliran sungai-sungai yang membelah kota Baghdad.
Di tengah-tengah kota Irak mengalir Sungai Tigris yang panjangnya sekitar 1.718 kilometer dan sungai Euphrate yang panjangnya 2.300 kilometer. Di dalam bahasa Arab, sungai Tigris disebut sungai Dejelahyang mengalir di tengah kota Baghdad, terbentang dari hulu hingga hilir dan bermuara di Shatt al-Arab di Teluk Persia.
Sedangkan sungai Euphrate yang disebut dalam bahasa Arab sebagai sungai Furat, yang juga bermuara di Shatt al-Arab. Pada waktu saya berkunjung ke sana, ada pula sebuah sungai, bernama sungai Saddam. Bertepatan ketika saya berkunjung di bulan Desember 1992 itu, sungai ketiga di Baghdad tersebut resmi dimanfaatkan. Sungai ini membentang sejauh 565 kilometer, dengan lebar 100 meter pada permukaan dan 50 meter pada dasar. Dalamnya mencapai 40 meter.
Sungai Saddam ini menjadi kebanggaan waktu itu. Sungai yang dibangun di awal-awal berlangsungnya embargo ekonomi, diselesaikan dalam waktu 180 hari. Dengan dimanfaatkannya sungai ketiga ini, maka sekitar enam juta donum atau 250.000 hektar tanah pertanian dapat digarap dan diairi.
Di Irak terdapat empat musim, musim dingin, semi, panas dan musim kemarau.Tetapi yang pokok adalah dua musim, musim dingin dan panas. Pada musim dingin (bulan Januari), iklimnya membuat air sampai beku, karena kadang kala suhu udara berada dua derajat di bawah nol. Pada musim panas (Juli-Agustus), suhu udara mencapai 40 derajat Celcius.
Meskipun demikian, suhu udara berbeda-beda antara satu daerah dengan lainnya. Bila musim dingin di selatan sejuk, maka ke arah utara bertambah dingin dan biasanya hujan turun.
Sebaliknya kalau musim panas, udaranya panas, tetapi kering. Siang hari seringkali angin bertiup dari utara dengan membawa debu tebal. Tetapi malamnya, udara menjadi sejuk. Di daerah utara, musim panas tidak seberapa panas, bahkan udara bisa berubah menjadi sejuk. Musim panasnya pun tidak begitu lama berlangsung.
Menurut sejarah, Irak yang dahulunya bernama Mesopatamia merupakan negeri yang berperadaban tinggi. Peninggalan budaya bernilai tinggi ditemukan di gua-gua pegunungan daerah utara dan timur laut, serta di udara terbuka di daerah dataran tinggi sebelah timur dan perbukitan Sahara di sebelah barat.
Tulisan pertama berasal dari Irak, demikian pula kitab undang-undang. Bangsa Sumeria, Akkadia, Babylonia dan Assyria, semuanya membangun peradaban mereka di Irak. Taman Firdaus pun bertempat di Irak, yaitu daerah yang disebut Qurna.
Pada bulan September 2014, saya kembali ke Irak. Pergantian pemerintahan sudah terjadi di Irak. Tetapi situasinya masih rawan. Bom mobil sering meledak. Saya hanya bisa mengunjungi Masjid Al Kufah atau sering juga disebut masjid sahabat Nabi Muhammad SAW, sekaligus menantu beliau Ali ra. Beliau berdomisili dan berkantor di masjid Al-Kufa, di Kufa, Irak ini. Juga beliau meninggal dunia di dalam masjid ini, dibunuh ketika sedang melakukan shalat subuh.
Masjid ini dibangun Abad VII yang luasnya 11.000 persegi. Kufa ini merupakan sebuah kota di Irak dan jaraknya 170 km di selatan Baghdad. Saya berkunjung ke masjid ini bukan tahun 1992, tetapi pada kunjungan kedua saya ke Irak, 20 September 2014.
Pada 21 September 2014, saya melanjutkan perjalanan ke Padang Karbala, di mana di sinilah Hussein, putera Ali ra dibunuh.
Berarti dapat disimpulkan bahwa Irak menjadi pusat peradaban manusia yang tinggi. Juga tempat berdiamnya sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali ra dan anaknya. Begitupun tempat tinggal Nabi Ayub as. (*)
Membedah Label Negatif Generasi Z, Manja dan Mudah Tertekan |
![]() |
---|
Pelajaran Berharga dari Kasus Anak Cacingan di Bengkulu |
![]() |
---|
Sebaiknya PERGURUN Tinggi Swasta Dapat Melakoni Bisnis Agar Tetap Eksis |
![]() |
---|
Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia: Ubah Cara Pandang, Selamatkan Harapan |
![]() |
---|
Kopi dan Rokok Si Pemersatu Bangsa dan Perannya dalam Kemiskinan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.