Berita UMKM

Eco Print, Bantu Perekonomian Keluarga dan Tambah Wawasan, Sri Rahayu Meranjak Sukses Pengusaha UMKM

Memulai usaha serta menjalaninya sebagai Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk kriya bukanlah hal yang mudah.

Penulis: Ardani Zuhri | Editor: bodok
SRIPOKU.COM/ari
Tampak Sri Rahayu sedang membuat eco print yang memanfaatkan dedaunan dan kembang yang berada di sekitar pekarangan rumah. 

SRIPOKU.COM, MUARA ENIM - Meski hanya tamatan Sekolah Dasar (SD), tidak membuat Sri Rahayu (39) warga Talang Jawa Kelurahan Tanjung Enim Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumsel, menjadi minder.

Namun sebaliknya, dengan keterbatasan ekonomi dan latar belakang pendidikan membuatnya menjadi termotivasi untuk bangkit dan maju menjadi pengusaha UMKM eco print dan Penjahit Sriris.

Menjadi seorang pengusaha sosial atau sociopreneur bidang ecoprint asal Tanjung Enim ini, bukanlah hal yang mudah banyak sekali tantangan dan rintangan yamg dihadapinya.

Namun dengan ketekunan dan kegigihannya ia terus fokus dan belajar menjadi pengusaha UMKM dan puncaknya sejak mendapat apresiasi pada tahun 2022 sebagai Juara 2 Kriya Terinovasi di tingkat kabupaten. 

Memulai usaha serta menjalaninya sebagai Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk kriya bukanlah hal yang mudah.

Banyak yang harus dipertimbangkan, diperkirakan, serta dipelajari untuk terus mengupdate diri supaya usahanya terus berkembang yang dimulai dari desa hingga ke tingkat yang lebih luas dengan memanfaatkan media sosial. 

Hal itu dibuktikan oleh Sri Rahayu saat meluncurkan karya ecoprint miliknya Sri Rahayu.

Kehidupan pahit dan getir telah menjadikannya kuat untuk menjalani hidup.

Akibat kemiskinan keluarganya menjadikan dirinya harus putus sekolah dan hanya menamatkan bangku SD saja, waktu itu. 

Ketika masa sekolah itu, orang tuanya sakit-sakitan dan tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Dimana sang Ayah yang bekerja sebagai tukang rumput di kompleks perumahan sekitar, sehingga sebagai anak yang berbakti kepada orangtua iapun dituntut oleh keadaan untuk mencari nafkah tambahan membanu perekonomian keluarga.

Dengan tanpa keterampilan iapun bekerja serabutan seperti menjadi pengasuh anak, bekal apa-apa, ia ikhtiar mencari kerja dan mendapat tawaran menjadi pengasuh anak dan tukang setrika pakaian.

Setelah Ayahnya meninggal, otomatis Sri dan ibunya menjadi tulang punggung keluarga.

Pada saat itu, Sri mempunyai seorang kakak dan seorang adik yang masih sekolah tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang harus lanjut sekolah. 

"Saya pada waktu itu mau melanjutkan sekolah SMP, tetapi kakak dan adik saya sekolah juga, jadi saya memutuskan mengalah untuk ikut mencari nafkah membantu ibu," ujar ibu tiga anak ini.

Setelah sekianlama kerja serabutan dengan upah pas-pasan, iapun memberanikan diri untuk Ikut kelas menjahit dengan biaya Rp 20.000 per bulan dari hasil bekerja sebagai pengasuh dan tukang setrika.

Setelah 3 bulan belajar menjahit, ia terpaksa berhenti les menjahit sebab tidak bisa lagi membayar les menjahit karena untuk menutupi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Lantas ia bekerja lagi di lain rumah dengan upah Rp 50.000 per bulan.

Sambil bekerja gadis belia ini membuka jasa menjahit sendiri dengan mesin jahit seadanya milik keluarga orang tuanya. 

"Saya pernah merasa jenuh ketika melihat teman-teman sebayanya berseragam sekolah, dan meminta pada ibu agar memasukkan dirinya ke panti asuhan saja agar bisa melanjutkan sekolah. Namun, ibunya dengan tegas pula tidak mengizinkannya. Lalu, saya mengutarakan keinginannya untuk bekerja ke luar kota, namun juga tidak diberikan izin, dengan alasan jarak yang jauh dan ia anak perempuan satu-satunya," kenang Sri.

Lalu, pada tahun 2003, iapun dipertemukan dengan owner toko jahit ‘Harmonis’ dari kota Palembang, yang membuka 
cabang di Tanjung Enim.

Kala itu, sang Owner sedang mencari penjahit dan menawarkannya  untuk menjadi karyawannya, padahal saat itu ia belum terlalu mahir menjahit.

Seiring berjalannya waktu, dengan ketekunannya iapun semakin mahir menjahit.

Namun baru merasa nyaman bekerja, tiba-tiba owner Toko Harmonis ini pindah lagi ke Palembang.

Dan iapun sempat ditawari untuk ikut kerja ke Palembang.

Tetapi, lagi-lagi tidak diizinkan ibunya.

Hingga akhirnya, ia kembali menjadi pembantu rumah tangga, dan melanjutkan jasa menjahit di rumahnya.

Setelah beberapa tahun bekerja sebagai ART dan penjahit kecil, pada usia yang ke-24 tahun, iapun menikah.

Selepas menikah, ternyata dari segi ekonomi belum ada perubahan, kehidupannya masih kekurangan.

Demi memenuhi kebutuhan keluarganya bersama suaminya, ia berjualan kuliner seperti model ikan, tekwan, dan aneka es.

Sedangkan suaminya bekerja kuli bangunan.

"Jadi pagi saya jualan makanan dan siangnya menjahit, suami kuli bangunan. Namun ternyata perekonomiannya terasa lambat apalagi sejak memiliki dua anak sehingga mengalami kerugian dan tutup," tuturnya.

Kemudian, iapun focus untuk kembali menekuni dunia jahit menjahit dan memberanikan diri mengontrak toko di Pasar Tanjung Enim untuk membuka jasa menjahit pakaian.

Ternyata pelanggannya ramai sehingga Sri memiliki penghasilan sebesar Rp 500 ribu Rp 1 juta rupiah bahkan lebih per bulannya.

Namun, sejak  mengandung anak ketiga yang mengharuskannya istirahat total, dan iapun kembali terpaksa menutup toko jahitnya.

Beberapa bulan kemudian, ia merasa dirinya kuat dan butuh penghasilan, ia membuka jasa jahitannya di rumah dan mempromosikannya lewat sosial media.

Lalu, pada tahun 2019, iapun ikut pelatihan menjahit di kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Muara Enim karena keuletan dan hasil karyanya, dan ia pun mendapat bantuan mesin jahit yang diimpikannya.

Bukan hanya pelatihan menjahit saja saat itu,  tetapi ada juga pelatihan membuat ecoprint, membatik, dan lain sebagainya.

Atas dukungan dan saran dari keluarga, juga teman-temannya, karena punya keahlian iapun mencoba membuat ecoprint dari ilmu yang didapatkannya dari pelatihan, ia praktikkan langsung. 

Ia ciptakan kain ecoprint, lalu ia jahit menjadi pakaian, topi, tas, dan lain sebagainya.

Ia pun tawarkan ke pelanggan-pelanggan jahitnya dengan nama brand Sriris Ecoprint, dan mereka tertarik. 

Akhinya, ia memiliki semangat baru dan kemauan melanjutkan usaha ecoprint itu dengan modal yang seadanya.

Beberapa bulan setelahnya, Sriris Ecoprint banyak dikenal oleh dinas-dinas pemerintah di Kabupaten Muara Enim, dan sering pula diminta mengisi gerai oleh-oleh milik Pemkab Produk eco print milik Sri lancar dalam penjualannya, dan Sriris Ecoprint dapat menghasilkan Rp 1-3 juta perbulannya.

Pada tahun 2022, ia secara tidak sengaja dipertemukan dengan PT Pamapersada Nusantara di gerai oleh-oleh Pemkab Muara Enim melalui Tim LPB PAKIGA dan menjadikannya UMKM binaan PT Pamapersada Nusantara

Sejak ia bergabung dengan sebagai pengusaha lokal binaan PT Pamapersada Nusantara pengetahuan dan keterampilannya makin lengkap dan luas dalam berusaha sebab ia mulai sering ikut bazar dan pameran yang diadakan di Kabupaten Muara Enim, ke luar kota, dan bahkan sampai ke luar provinsi.

Dan akhirnya pada tahun 2022, ia mendapatkan Juara 2 Kriya Terinovasi se-Kabupaten Muara Enim.

Dan sejak itu produknya dengan brand ‘Sriris Ecoprint’ mulai dikenal banyak orang, dan pendapatan terus meningkat dengan omzet Rp 4-8 juta perbulan.

"Meski usaha saya sudah mulai maju ada cita-cita yang ingin dicapainya, yakni ia sekali melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMP, SMA sederajat bahkan perusahaan berpesan, terutama bagi anak-anak yang kurang beruntung jangan mudah putus asa dan teruslah berjuang dan berdoa karena pasti akan ada jalan. Dan terimakasih kepada Pemkab Muara Enim, PT Pamapersada Nusantara dan pihak-pihak yang telah membantunya hingga bisa seperti ini," pungkasnya. (ari)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved